Ujian-ujian Kebangsaan, Sejauh Ini Kita Masih Lulus

img
Penulis: Toas H, pemerhati masalah Indonesia. Bergabung di Lembaga Analisa Politik dan Demokrasi (LAPD) Jakarta. Foto: Google.

Harianmomentum--Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara yang penduduknya majemuk dari segi suku, bahasa, adat istiadat, budaya dan agama. Saat ini negara Indonesia tengah menghadapi kesulitan di bidang moralitas agama. Kondisi menjadi carut karut ketika pelaku intoleran juga sudah masuk dalam dunia pendidikan, sekitar 2% namun perlu disikapi agar tidak berkembang menjadi lebih banyak.

 

Kebangsaaan kita bicara tentang rasa, berbicara dengan jiwa dan bangsa Indonesia. Faktor yang membentuk kebangsaan yaitu: pertama, masalah historis yaitu penjajahan yang menyebabkan membangun rasa kebangsaan. Sosialogis dan antropologis yaitu kesamaan-kesamaan. Kedua, Bangsa Indonesia lebih jago dalam hal toleransi, negara luar tidak usah mengajari Indonesia.

 

Sejak jaman dulu gerakan radikal sudah ada, namun jaman dulu jika muncul radikalisme sedikit saja langsung digebuk, termasuk baru muncul sedikit langsung disikat, tanpa kompromi. Namun sekarang gerakan radikal meningkat diakibatkan pesatnya tehnologi dan akibat kebebasan demokrasi.

 

Kita harus tahu sejarah Bangsa Indonesia, dimana kekuatan kebangsaan Indonesia ada pada diri kita sendiri serta melibatkan peran serta mahasiswa. Banyak orang yang memiliki kepentingan di bangsa kita namun kita harus tetap menjaga persatuan dan kesatuan.

 

Tidak terpecah belah adalah salah satu kunci untuk menjaga keutuhan bangsa ini. Persatuan dan kesatuan ini yang sekarang dicoba dirusak dengan radikalisme dan intoleransi. Buktinya, dari banyak kasus yang terjadi belakangan ini, banyak orang memakai agamanya hanya untuk memenuhi kepentingannya sendiri atau golongannya.

 

 

Dari perspektif radikalisme dan terorisme di Indonesia, Kejadian bukan kali ini saja, dulu ada DI TII Kartosuwiryo tahun 1949 dan berkembang menjadi pecahan kelompok radikal di Indonesia, walaupun pemberontakan DI TII Kartosuwiryo yang ingin membentuk negara berideologi Islam yang berhasil ditumpas oleh TNI/POLRI dan segenap warga Indonesia.

 

Ancaman kebangsaan bukan hanya dari internal Indonesia saja, namun dari faktor global yang turut mempengaruhi. Kita lihat wilayah negara-negara di Timur Tengah / negara negara Arab sekarang mayoritas sedang banyak terlibat konflik.

 

Awalnya membentuk ISSIS dan berkembang ke negara negara Arab yang lainnya. Diperkirakan serangan dan gerakan teror global termasuk di Indonesia akan menguat, jika koalisi antara ISIS dengan Al-Qaeda dapat direalisasikan, karena pasca “kekalahan” ISIS di Mosul, muncul perkiraan dari berbagai kalangan ada kemungkinan koalisi ISIS dengan Al Qaeda, dua organisasi pentolan teroris dunia yang paling menakutkan dan mematikan.

 

Fenomena terbaru kasus Ahok menguji kebangsaan kita saat ini. Ada yang membentuk gerakan 212 bahkan ada yang berkeinginan mengganti ideologi bangsa Pancasila dengan sistem khilafah yang diperjuangkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) , sehingga wajar kalau HTI dibubarkan pemerintah sebagai wujud kehadiran negara melindungi ideologi negara.

 

Tidak hanya itu saja, sekarang ini sudah berkembang banyak rumors dan “rencana-rencana dibawah tanah” yang menyuarakan Presiden Jokowi perlu segera dilengserkan, walaupun semuanya hanyalah isu-isu belaka dan belum ada kekuatan yang mampu melengserkan Jokowi dari singgasananya.

 

Kasus intoleransi yang marak terjadi belakangan ini, disebabkan oleh turunnya dan goyahnya kadar keimanan dan ketaqwaan dari umat beragama. Suasana kerukunan antar umat beragama menjadi tidak harmonis sehingga menyebabkan timbulnya keretakan sosial fragmentasi dan kesenjangan sosial ekonomi.

 

Disamping itu, kasus intoleransi yang terjadi belakangan di negeri ini, telah memunculkan politik pengkotak-kotakan (devide et impera) yang mengabaikan landasan pembanguna tri kerukunan, yakni landasan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara, landasan peraturan perundang-undangan RI, serta landasan moral dan etika, budaya hidup yang manusiawi dan beradab, menjunjung tinggi martabat manusia, kebenaran, keadilan, toleransi dan kesetiakawanan sosial.

 

Intoleransi juga marak terjadi karena agama tidak diterapkan sesuai dengan ajarannya, bahkan sudah dipolitisasi. Padahal, agama merupakan kebutuhan manusia hidup, hidup adalah roh atau nyawa, badan ini mati dan yang menggerakkan adalah roh /nyawa dan itu adalah kehidupan. Agama secara umum mengarahkan dan mendidik kepada hal yang baik. Ini yang kadang kadang di putarbalikkan.

 

Agama adalah salah satu untuk pengendalian nafsu kita. Agama tidak cukup hanya dengan pengakuan, namun harus disertai dengan prilaku, kehidupan dan kenyataan.

 

Di Indonesia banyak gedung- gedung tinggi sehingga banyak orang orang pinter, namun sangat minim menjadi orang orang baik.

 

Demi untuk kehidupan maka bangunlah jiwanya bangunlah badannya, gunakan hati sesuai tuntunan Allah SWT maka semua akan berjalan baik dan bermanfaat.

 

Diperlukan peranan dan partisipasi aktif dari aparat pemerintah hingga pada tingkatan yang paling bawah (desa) dalam menjaga bersama kerukunan dan toleransi antar umat beragama.

 

Demikian pula keberadaan dari para pemuka agama masing-masing dalam menciptakan manusia yang bermoral baik, sehingga di masyarakat dapat menetralkan suasana jika terjadi permasalahan intoleransi.(*)






Editor: Harian Momentum





Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos