Abstraksi :
Pasca
diterbitkannya Perppu tentang Organisasi Masyarakat, Hizbut Tahrir Indonesia
(HTI) yang paling gencar melakukan penolakan secara terbuka di publik. Bahkan
melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Tidak puas dengan jalur hukum
diperluas tekanannya kepada
pemerintah dan DPR dengan memobilisasi massa berlabel alumni 212 serta mengajak
ormas radikal lainnya seperti FPI melakukan aksiturun kejalan menuntut
pemerintah mencabut Perppu Ormas. Provokasi yang terus menerus digaungkan HTI
dan Habib Rizieq berserta elite partai pendukungnya tersebut bertujuan menarik
perhatian masyarakat Indonesia dianggapnya satu koridor komponen umat Muslim.
Beragam fitnah dimunculkannya mendiskreditkan kebijakan Negaradalam satu tema
bertajuk kriminalisasi ulama atau pemerintah alergi terhadap umat Muslim.
Sangat masif fitnah tersebut, dikemas
dengan apik yang dicoba dikoneksikan dengan emosi umat Muslim. Strategi
tersebut,seperti pola-pola PKI menjelang tahun 1965 melakukan kudeta politik
berdarah terhadap Pancasila dan UUD 1945. Apakah rakyat Indonesia dari Sabang
sampai Merauke terjebak dengan skenario HTI beserta kroni-kroni politiknya
tersebut ?
Kata kunci : Kekuatan Perppu, Kekuasaan Politik, Skenario Perang Saudara.
Urgensi Perppu Ormas
Pernyataan
Wiranto dalam Forum Medan Merdeka Barat 9, di Galeri Nasional, Gambir, Jakarta
menjelaskan Perppu dikeluarkan sudah sangat mendesak karena sudah ada pihak
yang sudah membentuk kelompok kekuatan dan gerakan secara politis secara
langsung berniat mengganti ideologi negara. Dalam konteks menterjemahkan
Ancaman dari kelompok tersebut, pemerintah tidak mau kecolongan, maka
diterbitkan Perppu tentang Ormas yang substansinya memberikan kepastian secara
hukum penyelesaian konflik bersifat ideologi dan separtisme di Indonesia. Ruang
lingkup Perppu tersebut, memberikan kepastian secara hukum dibandingkan UU
tentang Ormas yang memiliki kekurangan dari aspek hukum. Sebelum pemerintah
menerbitkan Perppu, sudah banyak Ormas dan tokoh-tokoh ulama di Indonesia yang
sangat khawatir dengan propaganda tanpa terkendali HTI mengkampanyekan ideologi
Khilafah ditengah-tengah masyarakat. Artinya HTI dan para kroni pendukungnya
sudah menganggap sejarah NKRI sudah lenyap dan mereka barisan pejuang dan
pahlawan membentuk roh ideologi baru.
Mantan Ketua Umum
Pengurus Pusat Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif,
mengapresiasi keberanian pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang mengeluarkan
Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Lebih lanjut
Syafii menegaskan, Perppu tersebut pemerintah melalui Kementerian Hukum dan
HAM, serta Kementerian Dalam Negeri lebih mudah membubarkan organisasi
kemasyarakatan yang dinilai anti Pancasila.Meluasnya dukungan terhadap
pemerintah tersebut juga terlihat dari sikap 13 ormas Islam lainnya, seperti
Al-Irsyad Al-Islamiyah, Al Washliyah, Persatuan Umat Islam (PUI), Persatuan
Islam (PERSIS), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), Mathla'ul Anwar, Yayasan
Az Zikra, Al-Ittihadiyah, Ikatan Dai Indonesia (IKADI), Rabithah Alawiyah,
Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), Nahdlatul Wathan dan Himpunan Bina
Mualaf Indonesia (HBMI) yang mendesak pemerintah segera merealisasikan rencana
pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan ormas radikal anti Pancasila
lainnya. Bahkan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil
Siradj,sangat mendukung langkah pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Ormas sebagai landasan hukum untuk
membubarkan ormas-ormas radikal yang merongrong Pancasila dan UUD 1945.
Tekanan kepada
pemerintah yang muncul dari Ormas-ormas Islam terbesar dan umat Islam agar
pemerintah konsisten terhadap Pancasila dan UUD 1945,semestinya membuat
kelompok HTI dan ormas radikal seperti FPI untuk sadar diri bahwa mereka hidup
di wilayah Indonesia yang memiliki akar budaya dan sejarah perjuangan berbeda
dengan negara-negara lainnya yang mengusung ideologi Islam. Masyarakat
Indonesia adalah pluralis bukan homogen secara agama dan suku. Sejarah telah
mencatat PKI yang bercita-cita membangun partai tunggal di Indonesia dengan
paham komunisme sudah gagal melakukan kudeta politik berdarahnya termasuk
aliran paham pemikirannya. Apalagi dengan terbitnya Perppu tentang Ormas
semakin menenggelamkan paham komunisme tersebut. HTI dan kroni-kroni politiknya
belum mencapai tahap revolusi tapi saat ini sudah dalam tahap memviralkan
fitnah-fitnah terhadap negara untuk menggugah hati umat Muslim satu barisan
dengannya melawan pemerintah. Jika legitimasi pemerintah dilemahkan dan jatuh,
HTI dan barisan kroni politiknya menguasai parlemen. Akan sangat mudah mengganti
ideologi negara Pancasila. Tapi apakah sebagian pengikut mereka sadar bahwa
skenarionya tersebut akan berdampak luas terhadap keutuhan NKRI dengan
memunculkan perang saudara seperti yang terjadi di negara-negara Timur Tengah
dan sebagaian negara Asia lainnya,
mengalami konflik terus menerus mempersoalkan ideologi negara.
Penyesatan Ideologi HTI
Dalam prespektifHTI
beserta kroni-kroninya bentuk ideologi ideal seperti apa yang terus digugatnya
terhadap bumi pertiwi ini, yang sudah memiliki kultur dan sejarah perjuangan
yang sangat berbeda dengan negara-negara lainnya. Konsep khilafah dari berbagai
literatur merujuk pada suatu konsep yang tidak secara jelas menjadi pedoman
umat Muslim, di era kehidupan baginda besar nabi Muhammad SAW untuk diwariskan.
Wafatnya nabi Muhammad SAW pada 632 M, memunculkan beragam persoalan bagi
pengikutnya, siapa yang harus mengantikan posisinya, apa jalan yang tempuh umat
Islam dalam memilih pemimpinnya ? dan seperti apa tipe pemerintahan yang harus
dimiliki komunitas Muslim ?. Jawaban tersebut, menjadi rumit ketika nabi
Muhammad SAW tidak memberi petunjuk jelas tetang bagaimana memilih penganti
atau tipe pemerintahan apa yang perlu dibangun komunitas Muslim. Akibatnya,
sesudah Nabi Muhammad SAW wafat 632 M, terjadi perselisihan siapa yang harus
mengantikannya sebagai pemimpin politik umat. Sekelompok kecil Ansor (penolong)
mengadakan pertemuan di Saqifat Bani Sa’eda dan memilih Abu Bakar sebagai
khalifah pertama. Akan tetapi beberapa pihak berbeda pendapat bahwa Ali yang
ditunjuk oleh nabi Muhammad SAW untuk meneruskannya. Friksi dan perestiwa
berdarah dalam masa pemerintahan khilafah terus menerus terjadi bahkan
berdampak aliran dalam Islam terpecah menjadi beberapa bagian pemikiran politik
Islam (Sunni, Syiah dan Khawarij).
Meloncat lagi
beribu-ribu tahu kedepan dari sejarah tersebut ke posisi Indonesia yang sudah
memiliki akar budaya ke Islaman yang sudah tumbuh dan berkembang yang selama
ini sudah dapat hidup berdampingan dan bertoleransi , tiba-tiba masuk paham HTI
berserta ormas Radikal seperti FPI yang membajak data sejarah juga membajak
struktur keharmonisan beragama yang sudah ada bernaung dibawah panji Pancasila
dan UUD 1945, apakah hal ini akan menimbulkan konflik internal umat Muslim dan
diluar umat Muslim. Mengklaim paling benar pemahaman agama dan tindakannya tapi
dalam kenyataan memunculkan keresahan ditengah-tengah masyarakat. Jika tidak
resah tentunya Ormas-ormas terbesar Islam di Indonesia dan gerakan ormas-ormas
lain tidak menuntut kepada pemerintah mempercepat terbitnya Perppu tersebut
bahkan mengawal implementasi Perppu Ormas. Atas latar belakang sejarah politik
Islam dan sejarah politik Indonesia sebagai kekuatan fakta empiris, negara
mengeluarkan Perppu untuk menjaga dan mempertahankan ideologi Pancasila.
Sudah saatnya
masyarakat bangkit dan melawan kekuatan penyesatan yang dilakukan HTI dan
kroni-kroni politiknya tersebut, membiarkan mereka berkembang terus menebarkan
benih-benih faham konflik tersebut agar Indonesia masuk dalam perangkap
negara-negara yang mengalami perang saudara terus menurus, seperti yang terjadi
di Suriah dan Irak yang dipromotori kelompok Islamic State (IS). Bedanya konflik di Suriah dan Irak, kelompok IS
dapat dengan mudah memperoleh senjata dan sudah mengalami konflik militer. IS
menjadikan kekuatan bersenjata sebagai diplomasi untuk menguasai politik. Di
Indonesia peluang tersebut sedang dirintis oleh HTI dengan menyebarkan pahamnya
ke semua lapisan masyarakat dan terus menerus memviralkan intoleransi dan
memviralkan fitnah terhadap Negara, agar terjadi keresahan ditengah-tengah
masyarakat. Kondisi tersebut akan dikelola terus menurus, pada gilirannya
memunculkan kekacauan sosial-politikyang mengkerucut pemerintah diturunkan
ditengah jalan karena dianggap tidak serius menjaga keamanan negara.
Strategi HTI berupaya
hadir di posisi diruang bawah sadar masyarakat dengan mengkawinkan faham
Khilafah dan umat Islam,agar seolah-olah konsep label Khilafahsatu-satunya
solusi akhir ideologi penyelamat bangsa dan negara. Skenario HTI serupa
dilakukan tahapan-tahapan untuk mencapai revolusi politik berdarah yang
dilakukan gerakan komunisme yakni memecah belah, mengadu domba dan menyebar
fitnah serta memperlemah ligitimasi pemerintah. Niat HTI tersebut,sudah dapat
dicegah oleh Negara dengan kekuatan Perppu Ormas. HTI dan ormas radikal seperti
FPI dan kroni-kroni politiknya bukan gagal faham tapi berniat berkhianat
terhadap bangsa dan negara menggiring ibu pertiwi Indonesia masuk dalam jebakan
perangkap perang saudara. Apakah kita hanya menjadi penonton terhadap taktik
dan strateginya tersebut. Tidak perlu lagi menggugatnya, tapi bersinergi satu
kata dan jiwa. Lawan dan tumpas sampai ke akar-akarnya paham HTI, ormas
radikalbeserta kroni politiknya tersebut.
Editor: Harian Momentum