Harianmomentum--Jika Amerika Serikat (AS) dan Korea Utara (Korut) jadi perang, maka dampaknya akan dirasakan langsung oleh ekonomi Indonesia.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diramal rontok. Sedangkan modal asing terus keluar mencari negara yang lebih aman.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara memandang, perselisihan kedua negara itu berdampak signifikan bagi perekonomian Indonesia.
"Memang cukup mengkhawatirkan kalau eskalasi konflik terus memuncak di Korea. Pertama bisa dilihat dari sentimen di bursa saham. Jumat (11/08) semua saham di bursa Asia ditutup turun, IHSG misalnya turun 1,03 persen," ujarnya kepada rakyat merdeka, kemarin.
Bukan cuma itu. Bhima lebih khawatir, lantaran banyak investor asing yang mulai membawa uangnya dari bursa Asia ke Amerika dan Eropa, seperti Nasdaq, S&P500, ataupun Dow Jones. Di Indonesia sendiri, 60 persen saham dimiliki asing. Artinya, gelombang capital outflow bakal mengguncang sektor keuangan.
Bhima menyebut, guncangan itu akan lebih keras. Mengingat surat utang negara 39 persen dikuasai asing. Arus modal yang masuk per Agustus pun hanya Rp 115 triliun, atau menyusut dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 137 triliun.
"Kalau kondisi memanas, aliran modal masuk akan tertahan. Investasi tahun 2017 terancam turun," sesal Bhima.
Peralihan investor, lanjut dia, juga akan masuk ke instrumen valuta asing (valas), terutama dolar. Hal inilah yang kemudian membuat rupiah anjlok hingga Rp 13.360 per dolar AS. Padahal pada minggu lalu, mata uang garuda berhasil nangkring di level Rp 13.333 per dolar AS.
Bhima juga menerangkan, dampak ekspor dan kontraksi pada pertumbuhan ekonomi. Ekspor yang belakangan ini pulih bisa kembali menyusut, terutama tujuan China dan Jepang karena jalur pelayaran logistiknya terganggu.
Menurut Bhima, pemerintah harus bersiap menggunakan strategi terburut (worts scenario) terhadap perekononian dalam negeri. Perluasan pasar ekspor juga harus segera dicari jika tidak ingin kesalip negara lain.
"Pengalihan tujuan ekspor bisa mulai dilakukan ke negara lain, seperti Afrika dan Timur Tengah. Kemudian otoritas moneter perlu terus mencermati dampak krisis di semenanjung Korea terhadap kurs rupiah dan pasar finansial. Apabila terus melemah, pasar saham bisa disuspend sementara untu menghindari capital outflow," terangnya.
VP of Market Research FXTM (perusahaan finansial) Jameel Ahmad memprediksi, ketegangan Korut dan ASbelum menggoyahkan perekonomian Indonesia. Sebab itu, investor disarankan tidak perlu cemas.
Sekadar informasi, belakangan ini investor dunia mulai goyang dengan komentar panas petinggi kedua negara. Polemik itu dinilai memperlemah langkah investor untuk berinvestasi di tingkat yang berisiko, tetapi berdampak positif kepada instrumen aman seperti emas.
Meski begitu, Jameel pun menganggap, tidak wajar juga jika investor menutup mata dari perselisihan Korut dan AS. Hanya saja dia menyarankan jangan terlalu panik, dan melalukan hal-hal yang bersifat spekulasi.
Gubernur Bank Indonesua Agus Martowardojo terus mengantisipasi dampak perekonomian, seperti keluarnya modal asing menyusul semakin tingginya tensi politik antara Korut dan AS. Tekanan terhadap stabilitas geopolitik di Asia kian bertambah, menyusul perang pernyataan kedua pemimpin.
Lebih lanjut, Agus mengatakan, selain stabilitas geopolitik, BI juga terus mencermati rencana penurunan neraca Bank Sentral AS The Federal Reserve yang akan dilakukan tahun ini. Penurunan neraca The Fed akan berdampak terhadap pasokan dolar ASdan stabilitas nilai tukar mata uang pada sejumlah negara di dunia.
"Dan secara umum, kalau kami melihat The Fed mengenai rencana suku bunga The Fed bisa naik pada Desember atau mungkin tertunda. Itu yang kita perhatikan. Tapi yang tetap menonjol adalah rencana penurunan neraca The Fed," ujarnya.
Secara umum, Agus melihat fundamental ekonomi Indonesia masih kuat dan mampu menahan tekanan ekonomi eksternal. Modal asing yang masuk sejak Januari hingga pekan kedua Agustus 2017 tercatat Rp115 triliun. Fundamental ekonomi yang kuat juga tercermin dari inflasi yang hingga pekan kedua Agustus 2017 sebesar 3,91 persen (year on year/yoy). (rmol)
Editor: Harian Momentum