Harianmomentum--Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-72 yang
berlangsung di Istana Negara terlihat semakin semarak dengan nuansa nusantara
dengan pakaian adat berbagai macam daerah.
Presiden Jokowi
mengenakan pakaian adat Kalimantan. Bajunya menyerupai jas berwarna hitam,
ditambah kain songket dan tutup kepala. Sementara Iriana mengenakan pakaian
adat Minang berwarna merah, juga lengkap dengan tutup kepalanya. Tak hanya
Jokowi, Wakil Presiden dan Ibu Wakil Presiden serta para menteri dan pejabat
yang hadir juga memakai pakaian adat dari berbagai macam daerah.
Sangat luas spektrum dari pesan bermacam pakaian adat nusantara yang
disampaikan Kepala Negara melalui momentum HUT RI tersebut kepada masyarakat
Indonesia. Pakaian adat mencirikan jati diri bangsa yang lahir dan berkembang
sesuai konstruksi sejarah dan akar budaya bangsa Indonesia.
Semangat ini akan semakin terpatri dengan kekuatan spirit perkuataan
kebersamaan dalam bekerja membangun bangsa Indonesia dan mencapai target yang
telah direncanakan pemerintahan Jokowi – JK seperti yang tertuang dalam tema
perayaan HUT RI “"Indonesia Kerja Bersama". Pertayaan adalah apakah
ada korelasi antara pakaian daerah dengan akselerasi pembangunan di Indonesia ?
Modal Budaya
Pada abad ke 21, bangsa Indonesia menghadapi permasalahan yang sangat berat
yaitu kemampuan daya saing bangsa ditengah kancah percaturan ekonomi dunia.
Sementara itu, permasalahan di internal bangsa Indonesia di era reformasi dibayangi
munculnya beragam faham ideologi impor yang bertentangan dengan Pancasila dan
UUD 1945. Untuk menangkal hal itu, diperlukan kekuatan dari sinergi rakyat dan
pemerintah agar faham impor seperti Komunisme, Liberalisme dan Khilafah untuk
tidak diberikan ruang dapat tumbuh dan berkembang di Indonesia.
Salah satunya cara menangkal dan mengikis beragam faham impor tersebut
dengan menegaskan kembali jati diri bangsa melalui modal budaya yang salah
satunya semakin mencintai pakaian adat nasional yang jumlahnya di Indonesia
sangat beragam. Dengan mengenakan pakaian adat nasional tersebut, generasi muda
dapat memahami dan memaknai bahwa modal dasar pembangunan bukan saja modal, SDM
dan Teknologi tapi juga spirit budaya.
Kemajuan pesat ekonomi di negara industri baru (Newly Industrializing
Countries/NICs) antara lain Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Singapura dan
Hong Kong yang cukup banyak ditafsirkan secara berbeda-beda oleh para ahli
ekonomi pembangunan dan teknokrat. Para ahli ekonomi melihat keberhasilan
ekonomi NICs tersebut dilatarbelakangi oleh strategi “memandang keluar” (outward
looking development strategy) atau berorentasi ekspor. Namun mengutip hasil
penelitian dari Helen Huges, buku yang berjudul, Keberhasilan Industraliasi
di Asia Timur(1992), bahwa keberhasilan tersebut lebih dominan didukung
oleh kekuatan modal budaya.
Modal budaya yang bermacam di Indonesia adalah energi pengungkit kolektif
bangsa Indonesia untuk melawan paham impor dan meningkatkan pembangunan. Budaya
sebagai institusi otonom yang terbukti efektif dan mampu memperkokoh soliditas
sosial dan kesejahteraan bersama dapat digerakkan secara bersama dengan
komponen SDM, teknologi dan modal finansial nasional. Kampanye modal budaya
melalui pakaian adat tidak berhenti pada saat momentum HUT RI di Istana negara
saja, Presiden dan Ibu Wakil Presiden melakukan agenda pariwisata ke Danau
Toba, dalam acara pembukaan pelepasan karnaval, Jokowi berpesan Pesona Danau
Toba harus dilanjutkan tiap tahunnya. Di sini kelihatan sekali perbedaan-perbedaan
budaya kita. Ada Batak Mandailing, Karo, Toba, Simalungun, dan Pakpak. Pakaian
yang dikenakan masyarakat ada sortali, tom-toman . Hal ini harus kita
pelihara, agar terlihat semua karakter bangsa dan perbedaan-perbedaan tersebut
yang menyatukan kita.
Menyemai Benih Budaya
Pertayaan yang sering muncul dan selalu dipertanyaakan adalah dari manakah
dimulai upaya menggalang kemampuan kolektif nasional agar diperoleh dasar
gerakan yang bersifat permanen dan berkelanjutan mendorong pertumbuhan ekonomi
dan teknologi. Modal budaya yang paling tepat untuk mensosialisasikan sekaligus
mendiseminasikan nilai-nilai jati diri bangsa agar memunculkan semangat
berkompetisi, disiplin dan etos kerja tinggi serta ketangguhan untuk meraih
prestasi. Pendapat ini tidak bermaksud menamfikan upaya-upaya lainnya yang
tengah dijalankan. Akan tetapi investasi kultural dari hulu hingga hilir yang
dapat menjamin sinergi seluruh kekuatan nasional.
Dari sejarah kemajuan dan kepeloporan bangsa-bangsa di dunia tidak ada
proses yang dapat dipersingkat. Suatu entitas bangsa yang tangguh selalu
bermula dari semangat budaya yang patang menyerah, tidak takut gagal dan
penderitaan dan pengorbanan, serta proses panjang dari generasi ke generasi.
Sejarah dari bangsa-bangsa yang besar seperti AS dan negara-negara industri
baru yang sarat dengan dialektika seperti itu. Dan ini tidak dapat diperpendek
atas nama akselerasi, pencakokan budaya atau sejenisnya. Sebab. Sprit yang
terkandung dalam kemajuan dan kehormatan sebuah bangsa senantiasi mensyaratkan
tersedianya benih-benih budaya yang memiliki beragam karekter seperti
Indonesia.
Pemerintah dalam peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia
ke-72 mengusung kata-kata "Indonesia Kerja Bersama" menjadi
representasi semangat gotong royong untuk membangun Indonesia menuju masa depan
yang lebih baik.Angka "7" pada logo menjadi simbol anak panah yang
menyerong ke kanan atas. Ini melambangkan dinamisme pembangunan yang
berorientasi ke masa depan positif.
Letak dan posisi angka "2" pada logo yang terlihat merangkul
angka "7" lambang asas kebersamaan dalam bekerja membangun bangsa
Indonesia dan mencapai target yang telah direncanakan."Kerja bersama"
menunjukkan pendekatan yang bersifat merangkul dan memperlihatkan asas
kebersamaan dan gotong royong dalam membangun Indonesia menjadi lebih baik.
Dengan demikian, asas kebersamaan dan gotong royong yang merupakan rumpun dari
modal keragaman budaya nusantara Indonesia, memiliki kemampuan dan motivasi
besar untuk mengubah dan mencapai target pembangunan di era pemerintahan Jokowi
– JK.
Brian E. Flemming, pakar state management, pernah mengemukakan bahwa
pembangunan ekonomi itu tergantung dari 3 sendi pokok yaitu penyatuan manusia
setujuan (unification), pembangunan manusia (developing people)
dan kepercayaan diri (self confidence). Oleh karena itu, persatuan dan
kesatuan bangsa harus kita akui dan laksanakan sebagai starting point
dan apa yang harus kita tonjolkan untuk merawat persatuan dan kesatuan nasional
tersebut, adalah konsisten dan mencintai budaya nasional.
Menurut Hall dan Citrenbaum (2010), analisis semiotika merupakan analisis yang digunakan untuk memahami suatu makna, pengetahuan atau memahami pesan dari tanda-tanda dan simbol kultural, seperti yang direfleksikan dalam lukisan, gambar, fotografi, sintaks, kata-kata, suara, dan bahasa tubuh, serta media yang digunakan dan bagaimana pesan-pesan disampaikan. Berdasarkan analisis semiotika, jelas penggunaan simbol kultural dalam peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-72 menunjukkan komitmen yang tegas bahwa Indonesia dibawah kepemimpinan Jokowi akan all out menjaga kelangsungan hidup budaya, sebagai salah satu motor pembangunan dan investasi ke depan. Semoga. (Oleh : Agung Virdianto*)
Editor: Harian Momentum