Harianmomentum--Kunjungan otoritas tertinggi di Republik Sosialis Viet Nam
yaitu Sekjen Partai Komunis Viet Nam (PKV), Y.M. Nguyen Phu Trong secara resmi
ke Indonesia berlangsung pada tanggal 22 s.d 24 Agustus 2017, berlangsung
dengan aman dan lancar.
Selama di Indonesia, Sekjen PKV juga mengadakan pertemuan dengan pimpinan
MPR, DPR dan DPD, termasuk berbicara di forum bisnis dan akademis. Kunjungan
Sekjen Nguyen Phu Trong ini bertujuan untuk meningkatkan kerja sama kedua
negara di berbagai bidang, utamanya peningkatan kerja sama di bidang maritim
dan perikanan, perdagangan dan investasi serta isu kawasan. Kunjungan tersebut
juga diikuti 105 orang.
Harus diakui bahwa dewasa ini Viet Nam adalah salah satu negara di kawasan
Asia Tenggara yang memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi yaitu 6 persen pada
2016. Angka perdagangan Indonesia-Vietnam mencapai 6,2 milyar dollar AS pada
tahun 2016 dan ditargetkan mencapai 10 milyar dolar AS pada 2018. Indonesia
menanamkan modalnya di Vietnam pada sektor properti, semen, obat-obatan, makanan
dan bahan-bahan kimia dengan total 2 milyar dolar AS pada tahun 2016. Vietnam
adalah negara tetangga dan mitra strategis Indonesia dalam konteks bilateral
dan ASEAN. Kedua negara menyadari pentingnya untuk menggali potensi kerja sama
di segala bidang yang lebih menguntungkan dan berkesinambungan.
Kunjungan pejabat tinggi negara dari Vietnam ke Indonesia bukanlah saat ini
saja. Sebelumnya pada tanggal 14 September 2011, Perdana Menteri (PM)
Vietnam/Member of Politbiro untuk PKV Nguyen Tan Dung melakukan Kunjungan Resmi
ke Indonesia, kemudian pada tanggal 27 Juni 2013 Presiden Vietnam Truong Tan
Sang dan Ibu Negara Mai Tinh Hanh melakukan Kunjungan Kenegaraan ke Indonesia.
Presiden Truong Tan Sang pernah menjabat sebagai Executive Committee untuk PKV.
Politisi kunjungan akibat kurangnya informasi
Kebanyakan komentar di netizen mempertanyakan mengapa pemimpin komunis,
ideologi yang dilarang di Indonesia, boleh masuk ke negara ini. Tidak sedikit
yang menentang kunjungan tersebut. Perbincangan di Twitter ramai setelah muncul
bocoran surat undangan rapat Kemlu terkait kedatangan Nguyen.
Rencana kunjungan Sekjen Partai Komunis Vietnam juga dipolitisasi oleh
sejumlah kalangan seperti yang dilakukan Gerakan Aksi Silaturahmi Mahasiswa DKI
Jakarta dengan menyebarkan undangan jumpa pers tanggal 22 Agustus 2017 untuk
merespons kedatangan Nguyen Phu Trong. Mereka berjanji akan mengadakan aksi
unjuk rasa dengan tema aksi “Jangan jadikan NKRI komunis”, “Tolak komunis
Nguyen Phu Trong masuk Indonesia”, “Pulangkan Sekjen Partai Vietnam atau
gulingkan rezim Joko Widodo”.
Kemudian, organisasi yang sama juga berencana melakukan aksi unjuk rasa
pada 25 Agustus 2017 ke Istana Presiden, dengan membawa grand issue yaitu :
pertama, tolak dan gulingkan rezim pendukung ideologi komunis. Kedua,
selamatkan Pancasila dari rezim Joko Widodo yang menjamu Sekjen Partai Komunis
Vietnam di Istana. Ketiga, masihkah rakyat percaya dengan rezim yang dipimpin
Joko Widodo dengan PDIP yang menjamu Nguyen Phu Trong, Sekjen Partai Komunis
Vietnam?. Keempat, perlukah rakyat mempertanyakan identitas rezim? Kelima,
Jokowi secepatnya reshuffle Menteri Luar Negeri.
Menurut penulis, reaksi “tidak masuk akal” dari organisasi yang
mempersoalkan kunjungan Sekjen Partai Komunis Vietnam jelas merupakan upaya politisasi
yang memiliki tujuan antara yaitu menciptakan ketidakpercayaan atau rasa
permusuhan rakyat terhadap pemerintah sah dibawah Jokowi dan tujuan akhirnya
yaitu mencegah atau mengalahkan Jokowi di Pilpres 2019. Sebuah manuver politik
yang mudah dibaca dari tuntutan dan grand issue yang diusungnya, termasuk
manuver politik yang kurang memperhatikan esensi dan signifikan geopolitik,
geoekonomi dan geostrategis dibalik hubungan bilateral Indonesia-Vietnam.
Republik Sosialis Vietnam menganut sistem mono partai, dimana PKV adalah
entitas politik tertinggi. Sekjen PKV adalah bagian integral dari eksistensi
negara. Oleh sebab itu, Sekjen sebagai pemimpin tertinggi PKV memiliki
kewenangan dan kekuasaan politik tertinggi, melampaui Presiden dan Perdana
Menteri. Oleh karena itu wajar jika kunjungan Nguyen Phu Trong
mendapatkan sambutan secara kenegaraan. Hal yang sama juga dilakukan ketika
Sekjen PKV telah diberikan antara lain oleh oleh Singapura, Australia,
Thailand, Italia, India, Jepang, dan Amerika Serikat.
Partai Komunis Vietnam (bahasa Vietnam: ??ng C?ng s?n Vi?t Nam, disingkat (?CSVN) adalah
partai politik pendiri dan penguasa Republik Sosialis Vietnam. Meski sebenarnya memegang kekuasaan bersama dengan Barisan Tanah Air
Vietnam, ?CSVN sepenuhnya menguasai
pemerintahan serta mengendalikan negara, militer, dan media secara terpusat.
Kekuasaan tertinggi Partai Komunis termaktub dalam Pasal 4 Konstitusi Vietnam. Saat ini, ketua partai dijabat Nguy?n Phú Tr?ng sebagai Sekretaris
Jenderal Komite Pusat sekaligus Sekretaris
Komisi Militer
Pusat.
Partai Komunis Vietnam terkenal akan anjurannya terhadap sistem ekonomi pasar
berhaluan sosialis. Lembaga tertinggi
partai ini adalah Kongres Nasional yang berhak memilih anggota Komite Pusat. Di antara kongres, Komite Pusat menjadi organ tertinggi
yang mengurusi kegiatan sehari-hari Partai Komunis. Segera setelah kongres,
Komite Pusat akan memilih anggota Politbiro dan Sekretariat serta menunjuk
Sekretaris Jenderal. Di antara sidang Komite Pusat, Politbiro menjadi organ
tertinggi yang mengurusi kegiatan sehari-hari Partai Komunis, tetapi hanya
dapat menjalankan keputusan berdasarkan kebijakan yang sebelumnya telah
disetujui oleh Komite Pusat atau Kongres Nasional. Per 2013, Politbiro Ke-11 terdiri atas 16 anggota.
Last but not least, kita harus percaya bahwa siapapun yang memerintah
Indonesia, termasuk dibawah kepemimpinan Jokowi tidak akan pernah dan tidak
akan berani menggadaikan ideologi Pancasila dan NKRI untuk kepentingan ekonomis
pragmatis, sebab Pancasila dan NKRI sudah final dan harga mati. Sikap
berlebihan merespons kunjungan kenegaraan dari pimpinan sebuah negara berhaluan
komunis justru merefleksikan bahwa kita sendiri kurang menghargai dan
mempermalukan Pancasila.
Kita harus menghormati dan respek terhadap rakyat Vietnam yang mempercayai
ideologi komunis sebagai ideologi negaranya yang bersifat final dan harga mati
juga, sama seperti kita bangsa Indonesia telah menasbihkan Pancasila sebagai
ideologi negara. Unjukrasa atau protes “waton suloyo atau asal beda” justru
menunjukkan pelakunya adalah mempermalukan Pancasila karena mengejawantahkan
ajaran luhur Pancasila kearah yang salah. Jadi jangan terjebak dalam politisasi
dibalik hal ini. Semoga.
Editor: Harian Momentum