Harianmomentum--Camat Tulangbawang Udik, Kabupaten Tulangbawang Barat
(Tubaba) Tausin berjanji secepatnya memanggil Kepalo Tiyuh (kepala desa)
Gunungkantun Tanjungan.
Pemanggilan
tersebut untuk meminta keterangan, terkait polemik ketidakjelasan pelaksanan
program dana desa (DD) tahun 2016 di tiyuh setempat.
"Dalam
waktu dekat saya akan panggil Kepalo Tiyuh Gunungkatun Tanjungan. Kita ingin
tahu kejelasan realisasi program DD tahun 2016 di tiyuh itu,” kata
Tausin, Senin (4/9).
Diberitakan sebelumnya, sejumlah warga Tiyuh Gunungkatun Tanjungan
mempertanyakan kejelasan realisasi program DD tahun 2016.
Warga
menuding sejak tahun 2016, relisasi pembangunan melalui anggaran DD tidak
jelas. Warga juga mengaku tidak pernah dilibatkan dalam perencanaan mau pun
pelaksanaan realisasi program DD.
“Bangunan
sumur bor ini salah satu bukti ketidak jelasan realisasi program DD. Lihat
saja, tidak ada mesin penyedot airnya, hanya tower dan tong penampung air saja.
Bagai mana sumur bor ini bisa difungsikan, kalau tidak ada mesinnya,” kata
seorang warga setempat, selasa (29/8).
Saat
dikonfermasi Kepalo Tiyuh Gunungkatun Tanjungan Sahlan menyangkal tudingan
tersebut.
Menurut
dia, dana pembangunan sumur bor yang tidak bermesin itu berasal dari
sumbangan pribadinya dan swadaya masyarakat, tidak menggunakan anggaran DD.
“Pembangunan
sumur bor yang tak bermesin itu mutlak milik pribadi saya dan sumbangan warga,
bukan menggunakan dana desa,” sangkal Sahlan.
Dia
menerangkan, pembangunan sumur bor itu didasari keprihatinan terhadap warga
lanjut usia, agar memudahkan untuk berwudhu.
“Niat
saya dan warga untuk memudahkan para orang tua mengambil air wudhu. Airnya
nanti kita alirkan pakai selang dari sumur bor di balai tiyuh,” terangnya.
Secara
terpisah, keterangan Sahlan tersebut dibantah warga lainnya."Semua itu
tidak benar, hanya akal-akalan dia (Sahlan) saja. Setiap tahun memang
penggunaan DD tidak jelas, dia semuanya mengaturnya. Kalau itu memang milik
pribadi dan sumbangan warga, kami tidak pernah merasa dimintai sumbangan. Lalu
warga yang mana,” bantahnya.
Selain
itu, warga juga mempertanyakan bantuan modal untuk Badan Usaha Milik Tiyuh
(BUMT) yang tidak jelas realisasi penggunaannya.
“Tahun
2016, bantuan modal untuk BUMT itu Rp20 juta, tahun 2016 Rp60 juta. Lalu apa
bentuk usaha yang dikelola BUMT itu? Jangankan usahanya, pengurusnya saja
selalu diganti-ganti oleh kepalo tiyuh,” ungkapnya. (frk)
Editor: Harian Momentum