Harianmomentum--Maraknya hakim yang terjaring operasi tangkap tangan KPK membuat Ketua Mahkamah Agung (MA), Hatta Ali mengeluarkan maklumat untuk menegaskan kembali tentang pengawasan dan peminaan hakim, aparatur MA dan badan peradilan dibawahnya.
Kepala Biro Hukum dan
Hubungan Masyarakat MA, Abdullah menjelaskan dikeluarkannya Maklumat Ketua MA
ini merupakan upaya menyikapi berbagai kejadian yang mencoreng wibawa MA dan
Badan Peradilan.
Menurut Abdullah, dalam Maklumat dengan nomor
01/Maklumat/KMA/IX/2017 itu Ketua MA memerintahkan kepada para pimpinan MA dan
Badan Perdilan dibawahnya secara berjenjang untuk meningkatkan efektivitas
pencegahan terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan tugas atau pelanggaran
prilaku Hakim, Aparatur MA dan Badan Peradilan dibawahnya dengan pengawasan,
pembinaan baik di dalam maupun di luar kedinasan secara berkala dan
berkesinambungan.
Hal tersebut, sambung Abdullah untuk memastikan tidak ada
lagi Hakim dan Aparatur Negara yang dipimpin melakukan perbuatan merendahkan
wibawa, kehormatan dan martabat MA dan Badan Peradilan.
"Mahkamah Agung akan memberhentikan pimpinan MA atau
pimpinan Badan Peradilan dibawahnya secara berjenjang dari jabatannya selaku
atasan langsung, apabila ditemukan bukti bahwa proses pengawasan dan pembinaan
oleh pimpinan tersebut tidak dilaksanakan secara berkala dan
berkesinambungan," ujar Abdullah saat membacakan maklumat di gedung MA,
Jakarta Pusat, Rabu (13/9).
Selain memberhentikan, dalam maklumat yang dikeluarkan pada
11 September 2017 itu juga menegaskan MA MA tidak akan memberikan bantuan hukum
kepada hakim maupun aparatur MA dan Badan Peradilan dibawahnya yang diduga
melakukan tindak pidana dan diproses di pengadilan.
"Jadi maklumat ini akan dikirimkan ke seluruh lembaga
peradilan di Indonesia, baik tingkat banding maupun tingkat pertama,"
pungkas Abdullah.
Seperti diberitakan, KPK telah menetapkan hakim Pengadilan
Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bengkulu Dewi Suryana, panitera
pengganti di PN Tipikor Bengkulu Hendra Kurniawan, dan seorang PNS bernama
Syuhadatul Islamy sebagai tersangka dalam kasus suap.
Tahun lalu, KPK juga menangkap dua hakim Pengadilan Tipikor
Bengkulu, Janner Purba dan Toton. Keduanya diduga menerima uang dari mantan
Kepala Bagian Keuangan Rumah Sakit Muhammad Yunus, Syafri Syafii, sebesar Rp150
juta.
Sebelum hakim dari pengadilan negeri Bengkulu, KPK pernah
menyeret Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Syafruddin Umar lantaran
kedapatan menerima suap dan divonis 4 tahun penjara dan denda Rp150 juta
subsider 4 bulan kurungan.
Kemudian Hakim Ad Hoc Pengadilan Hubungan Industrial PN
Bandung Imas Dianasari yang dicokok pada Juni 2011 lalu.
Selanjutnya, Hakim Pengadilan Tipikor Pontianak Heru
Kisbandoro yang ditangkap pada 17 Agustus 2012 lantaran menerima suap. Pada
waktu yang sama KPK juga mencokok Hakim Pengadilan Tipikor Semarang, Kartini
Marpaung. Kartini ditangkap karena mengatur vonis korupsi perawatan mobil dinas
DPRD Grobogan dengan terdakwa Yaeni.
Ditahun selanjutnya pada bulan Maret, KPK menangkap Wakil
Ketua PN Bandung Setyabudi Tejocahyono lantaran menerima suap terkait kasus
korupsi dana bantuan sosial tahun 2009 dan 2010.
Pada 2015 KPK mencokok tiga hakim dari Pengadilan Tata Usaha
Negara Medan. Mereka yakni Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro, Hakim Amir
Fauzi serta Hakim Dermawan Ginting. Ketiganya menerima suap kasus sengketa
antara pemohon Ketua Bendahara Umum Daerah Pemprov Sumut Fuad Lubis dan
termohon Kejati Sumut.(san/rmol)
Editor: Harian Momentum