Harianmomentum--Gugatan Undang-Undang
Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) tidak akan mengganggu tahapan Pemilu 2019.
Meski tahapan Pemilu dimulai bulan Oktober 2017 nanti, tapi
MK diyakini akan mempercepat proses peradilannya.
"Saya melihat
gugatan-gugatan yang di MK itu tidak akan mengganggu pentahapan pemilu. Saya
optimis juga kalau adanya uji materi di MK terkait pasal di UU Pemiu tak akan
mengganggu tahapan-tahapan yang sedang disiapkan KPU," kata Direktur
Jenderal (Dirjen) Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kemendagri, Soedarmo,
saat dihubungi, Kamis (15/9).
Disebutkan, persidangan ini memang perlu percepatan untuk
klausul verifikasi partai politik. "Karena proses verifikasi ini kan
berlangsung pada Oktober. Jadi harus cepat proses peradilannya. Namun saya kira
secara keseluruhan tidak menganggu," tegasnya.
Senada dengan Soedarmo, Direktur Politik Dalam Negeri,
Bahtiar mengatakan MK ini diisi oleh para negarawan, sehingga proses
peradilannya akan berlangsung cepat demi suksesnya pesta demokrasi lima tahunan
ini.
"Saya kira tidak akan mengganggu. MK ini kan isinya para
negarawan pasti dipercepat prosesnya. Harapan kita proses peradilannya,
peradilan cepat. Sehingga, tidak mengganggu tahapan," kata Bahtiar.
Bahtiar mengatakan untuk 2017 ini tahapan dimulai yaitu pada
bulan Oktober 2017 pendaftaran partai. Jika ada yang menggugat pasal 173
tentang verifikasi nanti korelasinya dengan pendaftaran partainya.
"Sementara pencalonan presiden kan masih lama bulan Juli 2019, jadi
relatif tahapan tidak terganggu," katanya.
Yang menjadi kekhawatiran adalah soal verifikasi pada bulan
Oktober menurut Bahtiar itu harus dipercepat. Apakah seluruh parpol di
verifikasi atau sesuai dengan UU yang sudah diputuskan. "Tapi intinya kami
yakin tidak mengganggu, karena paling itu-itu saja yang dipersoalkan,"
jelasnya.
Apapun nanti keputusan MK soal gugatan tersebut, pemerintah
kata Bahtiar tegak lurus. Hukumnya seperti apa, tentu harus dipatuhi.
"MK sebagai lembaga yang diberi kekuasaan untuk member
tapis UU, apapun keputusannya kita ikuti saja. Yang pasti, pemerintah dan DPR
sebagai pembentuk UU telah melalui kajian dan argumentasi untuk merumuskan ini.
Nanti kita jelaskan, biar MK yang akan menilai," tandasnya.
Sebelumnya, Partai Bulan Bintang (PBB) resmi mengajukan
gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap ketentuan ambang batas pencalonan
presiden yang tertuang dalam Pasal 222 UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum.
Dalam pasal tersebut diatur ambang batas pencalonan presiden
atau presidential threshol sebesar 20 persen kursi atau 25 persen suara
nasional. Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra mengatakan, ketentuan tersebut
telah merugikan pihaknya.
"Partai ini mempunyai hak konstitusional untuk
mengajukan pasangan capres dan cawapres karena ini parpol peserta pemilu. Tapi
hak konstitusionalnya itu dirugikan atau terhalang dengan norma pasal 222 (UU
Pemilu). Karena itu, kami meminta pasal itu dibatalkan MK," kata Yusril di
MK.
Di sisi lain, menurut Yusril, perolehan suara pada pemilu
sebelumnya, yakni 2014, tidak bisa dijadikan sebagai acuan bagi parpol
mengajukan calon presiden 2019. Alasannya, hasil pileg 2014 sudah digunakan
untuk mencalonkan pada pemilihan presiden 2014.(zul/rmol)
Editor: Harian Momentum