Harianmomentum.com--Terbukti telah
melakukan tindak pidana korupsi di Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap
(Samsat) Gunungsugih Kabupaten Lampung Tengah. Koko Iswanto, honorer di
isntansi tersebut harus mendekam di dalam jeruji guna mempertanggungjawabkan
perbuatannya.
Dalam sidang vonis di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu (3/1), selain
Koko, Akhmad Rizali yang dipekerjakan dalam hal mengurus pajak kendaraan oleh
biro jasa CV 81 juga diberikan putusan serupa.
Sebelumnya, terdakwa Hasyim yang merupakan direktur CV 81, biro jasa yang
mengurus surat-menyurat kendaraan terbukti bersalah melakukan pemalsuan notice (surat
belangko) pajak kendaraan dibantu oleh terdakwa Koko Iswanto dan Akhmad Rizali.
Atas perbuatannya, Hasyim dijatuhi hukuman lima tahun penjara.
Tiga orang majelis hakim yang dipimpin oleh Riza Fauzi menjerat para
terdakwa dengan Undang-undang Republik Indonesia nomor 31 tentang Tipikor ayat
(2) tahun 1999.
"Berdasarkan fakta-fakta di persidangan, terdakwa Koko Iswanto dan
terdakwa Akhmad Rizali terbukti bersalah telah bersama-sama melakukan tindak
pidana korupsi," kata hakim di persidangan, Rabu (3/1/18).
Atas perbuatannya, lanjut hakim, majelis memutuskan hukuman selama 18 bulan
penjara.
"Terdakwa Koko Iswanto dan Akhmad Rizali divonis 1,5 tahun penjara
dikurangi masa tahanan yang telah dijalaninya," ucap Hakim.
Atas putusan tersebut, kedua terdakwa menyatakan menerimanya. Sedangkan
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Guntoro Jajang menyatakan pikir-pikir lantaran vonis
tersebut lebih ringan tiga tahun dari tuntutan JPU yang menuntut kedua terdakwa
dengan hukuman 4,5 tahun penjara.
Sebelum menjatuhkan vonis, hakim terlebih dulu mengungkapkan hal-hal yang
memberatkan serta meringankan para terdakwa.
"Yang meringankan, yakni terdakwa sopan selama persidangan, belum
pernah dihukum, dan terdakwa merupakan tulang punggung keluarga. Sedangkan yang
memberatkan terdakwa lantaran perbuatannya merugikan keuangan negara,"
jelasnya.
Dalam isi surat dakwaan yang disampaikan JPU sebelumnya, diketahui bahwa
kasus ini terjadi ketika terdakwa Hasyim (sidang terpisah) yang merupakan
direktur CV 81, biro jasa yang mengurus surat-menyurat kendaraan, menerima
kuasa dari dua biro jasa di Bandarlampung.
Di antaranya untuk memperoleh surat penerbitan kendaraan baru, surat tanda
nomor kendaraan (STNK), surat ketetapan pajak daerah (SKPD) berupa notice pajak
dari diler mobil yang bekerja sama dengan dua biro jasa tersebut. Ada 26
kendaraan roda empat yang diurus sejak Oktober 2014 sampai 2015.
"Saat itu, Hasyim menyerahkan berkas ke terdakwa Ahmad Rojali yang
dipekerjakannya untuk mengurus ke Samsat Gunungsugih," kata JPU.
Namun, dalam prosesnya Ahmad Rojali yang ditugaskan Hasyim langsung menuju
loket dua untuk keperluan pemberian nomor polisi dan pembayaran PNBP. Sementara
dalam aturan, seharusnya wajib pajak atau biro jasa harus ke loket satu untuk
mendaftarkan kendaraan terlebih dahulu.
Dalam proses tersebut, Ahmad Rojali diminta memberikan berkas kendaraan
yang sudah mendapat kutipan BBNKB, PKB, sumbangan wajib dana kecelakaan lalu
lintas jalan (SWDKLLJ) dari loket penetapan kepada Hasyim.
“Padahal, terdakwa Ahmad Rojali tahu bahwa berkas yang sudah memperoleh
kutipan pajak harus diserahkan ke loket IV untuk dibayarkan. Jika tidak, maka
harus dikembalikan ke loket III,” kata jaksa.
Meski Ahmad Rojali belum membayarkan pajak, ia tetap mendatangi ruang cetak
STNK. Lantas ia meminta petugas membawa STNK yang sudah dicetak dan
ditandatangani itu untuk dibawa ke loket V.
“Terdakwa Ahmad Rojali tidak berwenang untuk melakukan hal tersebut,”
ujarnya.
Ini menyebabkan 26 kendaraan lolos dan pajaknya tidak dibayar. Ia kemudian
menyerahkan STNK ke Hasyim.
“Lalu Hasyim mengetik sendiri SKPD tersebut seolah-olah dikeluarkan oleh
petugas yang berwenang,” ucapnya.
Hasyim kemudian menyerahkan STNK ke biro jasa, seolah-olah SKPD tersebut
asli dan dikeluarkan oleh Samsat Gunungsugih. Nominal uang pajak dari 26
kendaraan itu mencapai Rp492 juta.
Jaksa menuturkan, penyimpangan tersebut juga terjadi saat Hasyim, Ahmad
Rojali dan Koko Iswanto mengurus mutasi kendaraan di Samsat Gunungsugih,
Tulangbawang dan Kotaagung pada 2012.
Hasyim meminta bantuan terdakwa Koko Iswanto yang saat itu berstatus
honorer di Samsat Gunungsugih untuk memfoto tanda tangan pejabat yang berwenang
dalam proses administrasi. Yakni tanda tangan Dirlantas Polda Lampung, Kadispenda,
hingga PT Jasa Raharja.
Sementara SKPD kosong yang digunakan untuk mengurus mutasi kendaraan
didapat dengan cara membeli dari ribuan notice pajak yang hilang di Samsat
Waykanan saat itu. (acw)
Editor: Harian Momentum