Harianmomentum.com--Pernahkah Anda membayangkan dikejar-kejar gajah liar
seberat sekitar empat ton di dalam kawasan hutan? Pastinya hal itu terasa sangat
mengerikan, bukan?
Namun, kejadian seperti itu nyata-nyata dialami pawang gajah atau mahout
Lembaga Konservasi (LK) Taman Satwa Lembah Hijau Lampung.
Aprianto, mahout Lembah Hijau itu, mengaku tidak pernah terbayang
sebelumnya akan mengalami kejadian tersebut. Peristiwa itu dialami Aprianto
kala dirinya dikirim LK Lembah Hijau untuk melakukan kegiatan konservasi satwa
di Provinsi Jambi pada 2017. Misi sosial dalam kegiatan itu yakni memasang GPS
Collar atau alat pendeteksi keberadaan gajah-gajah liar di daerah tersebut.
Seperti dilansir Lampung77.com, Selasa (27/2/2018), Aprianto menuturkan
saat itu dirinya bersama tim terpadu dari berbagai elemen penggiat satwa
melakukan kegiatan konservasi gajah sumatera di Jambi.
Saat memasuki kawasan hutan, tiba-tiba muncul seekor gajah liar dari
semak-semak dan langsung mengejar rombongan tim, termasuk Aprianto. “Kami
terkejut dan langsung lari karena jarak dengan gajah liar dengan berat sekitar
4 ton itu sangat dekat. Kurang lebih hanya 15 meter,” cerita Aprianto.
Mendapat kejutan itu, Aprianto sempat merasa panik. Namun, dirinya
mencoba tetap tenang agar bisa menghindari kejaran gajah bertubuh tambun
tersebut. “Sambil lari saya tetap berpikir mencari solusi menghindar.
Alhamdulillah, kami semua bisa melewati kejadian itu dengan baik dan selamat,”
kata Aprianto yang sebelumnya melakoni pekerjaannya sebagai mahout di Bali.
Berbekal pengalaman dan solidnya kebersamaan tim, kata Aprianto, gajah
liar itu pun akhirnya berhasil ‘ditaklukkan’. Misi memasang GPS Collar berjalan
lancar meski membutuhkan waktu yang relatif lama yaitu sekitar dua hari.
Aprianto mengaku meski pekerjaan yang digelutinya itu cukup berisiko,
dirinya merasa beruntung mendapatkan kesempatan dipilih LK Lembah Hijau
melakukan berbagai misi konservasi satwa tersebut. “Yang jelas saya secara
pribadi bisa berperan serta mengedukasi masyarakat dan mengetahui bagaimana
secara teknik penanganan konflik gajah,” ujar pria berusia 23 tahun tersebut.
Misi konservasi di Jambi tersebut adalah pengalaman yang sekian kalinya
dirasakan Aprianto. Sebelumnya, dia pernah melakukan misi seperti pemasangan
GPS Collar dan penggiringan gajah liar di Kalimantan Timur dan Lampung. Selain
itu, dirinya juga pernah Ikut serta dalam melatih mahout baru di Surabaya dan
mengikuti karnaval gajah di Yogyakarta.
Terakhir, Aprianto bersama Tim terpadu dari Taman Nasional Way Kambas
(TNWK), anggota forum mahout, BKSDA Lampung, TNBBS, WCS, RPU, dan WWF,
melakukan penggiringan 12 ekor gajah liar di Kecamatan Semaka, Tanggamus,
Lampung, pada 20—21 Februari 2018.
Kegiatan konservasi di Lampung itu berjalan lancar. Sebanyak 12 ekor
gajah berhasil digiring masuk ke dalam kawasan TNBBS untuk menjauhi pemukiman
warga dengan radius sekitar 3 kilometer. “Saya masih terus banyak belajar.
Sebagai mahout saya berkewajiban turut serta dalam kegiatan konservasi guna
mengantisipasi tidak terjadinya konflik gajah dengan warga,” kata dia.
Secara khusus, Aprianto menyampaikan terimakasihnya kepada LK Lembah Hijau yang selalu memberikannya kesempatan mengembangkan diri sebagai mahout gajah. “Saya juga ucapkan terimakasih kepada Bapak Nazaruddin, Koordinator Elephant Respons Unit (ERU) TNWK, yang selalu membimbing saya dan selalu mengajak saya aktif ikutserta dalam kegiatan konservasi,” tutupnya.(*/red)
Editor: Harian Momentum