Harianmomentum--Koalisi Masyarakat Penegak
Akuntabilitas KPK (KAMPAK) menilai KPK salah strategi dalam melakukan
pemberantasan korupsi.
Hal itu disuarakan KAMPAK saat menggelar aksi di depan
Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (31/7).
KAMPAK terdiri dari beberapa organisasi diantaranya,
Humanika, Jamhi, Jadewa, Prodem, KPK Watch, Jalmud, HMI Jakarta, IMM Progresif,
dan masih banyak lagi.
Koordinator Lapangan KAMPAK, Yonpi Saputra mengatakan, kesalahan strategi KPK
terlihat dari tidak tuntasnya pengusutan beberapa kasus korupsi besar, seperti
kasus BLBI (Rp 144,5 triliun), Century (Rp 7,4 triliun), Pelindo II (Rp 4,08
triliun), Reklamasi Teluk Jakarta (Rp 661,3 triliun), dan Sumber Waras (Rp 191
miliar).
"Memang ada beberapa kasus besar yang ditangani
oleh KPK namun jumlahnya tidak sebanding dengan banyaknya kasus kelas
'teri'," ujarnya.
Yang dimaksud kasus kelas 'teri', menurut Yonpi,
seperti operasi tangkap tangan Jaksa Bengkulu dalam kasus suap Pulbaket di mana
KPK menyita uang Rp 10 juta dan OTT auditor BPK dan pejabat Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi KPK sita Rp 40 juta.
Menurutnya, seharusnya KPK bertindak berlandaskan
audit investigatif BPK sehingga bisa membongkar kasus-kasus besar.
"Tidak seperti sekarang yang lebih mengandalkan
OTT kasus-kasus receh hanya demi mengejar popularitas di media massa,"
ujarnya.
Menurut Yonpi, akibat salah strategi tersebut
menyebabkan indeks persepsi korupsi (IPK) di Indonesia makin merosot tajam.
Tahun 2000 IPK Indonesia diperingkat 85, 2002 saat KPK hadir, Indonesia berada
diposisi 96. 2003 diperingkat 122, tahun 2007 diperingkat 143. Hingga pada 2014
diposisi 107.
"Bisa disimpulkan, kelahiran KPK belum bisa
memberantasan korupsi di Indonesia dan bahkan yang terlihat korupsi makin subur
dibuktikan oleh IPK yang terus bertengger di atas 100," paparnya.
Menyikapi hal tersebut KAMPAK mendesak KPK untuk tidak
melakukan tebang pilih dalam pemberantasan korupsi dan segera mengusut kasus
yang terlanjur dipeti es kan oleh KPK. Seperti kasus Sumber Waras, BLBI,
Century, dan Reklamasi Teluk Jakarta.
"KPK juga harus membuka terhadap kritik publik
termasyk akomodatif terhadap pansus DPR. Karena DPR adalah wakil rakyat yang
memiliki hak pengawasan terhadap kinerja lembaga negara,"
pungkasnya. (rus/rmol)
Editor: Harian Momentum