Harianmomentum.com--Terbukti melakukan pemalsuan notice atau
surat blanko pajakkendaraan di Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat)
Gunungsugih Kabupaten Lampung Tengah, Direktur Biro Jasa (CV 81) Hasyim divonis
hukuman penjara lima tahun.
Putusan itu lebih
ringan dua tahun dari tuntutan jaksa, pada sidang putusan di Pengadilan Negeri
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kelas IA Tanjungkarang, Bandarlampung, Selasa
(2/1).
Ketua Majelis Hakim
Riza Fauzi mengatakan perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian negara sebesar
Rp836 juta.
"Dengan itu,
menyatakan terdakwa Hasyim bersalah dan terbukti secara bersama-sama melakukan
tindak pidana korupsi," kata hakim di persidangan.
Terdakwa terbukti
melanggar Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) nomor 31 tahun 1999 tentang
Tipikor ayat (2).
Atas perbuatannya,
jelas hakim, terdakwa divonis lima tahun penjara dikurangi masa tahanan yang
sudah dijatuhkan serta denda Rp500 juta. "Terdakwa juga diwajibkan
membayar uang pengganti senilai Rp823 juta," ujarnya.
Bila tidak, lanjut
hakim, harta benda terdakwa akan disita. "Bila harta bendanya tidak juga
cukup, maka diganti dengan pidana dua tahun penjara," ucapnya.
Sebelum menjatuhkan
vonis, hakim terlebih dulu mengungkapkan hal-hal yang memberatkan serta
meringankan terdakwa.
"Yang
meringankan, yakni terdakwa sopan selama persidangan, belum pernah dihukum, dan
terdakwa merupakan tulang punggung keluarga," jelasnya.
Sedangkan yang
memberatkan terdakwa lantaran perbuatannya merugikan keuangan negara atau
digolongkan Tipikor. "Sebanyak Rp836 juta kerugian negara belum
dikembalikan oleh terdakwa," ujarnya.
Atas putusan tersebut,
terdakwa mengatakan menerimanya. "Menerima yang mulia," ujar terdakwa
kepada majelis hakim.
Diberitakan
sebelumnya, bahwa kasus ini terjadi ketika terdakwa Hasyim yang merupakan
direktur CV 81, biro jasa yang mengurus surat-menyurat kendaraan, menerima
kuasa dari dua biro jasa di Bandarlampung.
Di antaranya untuk
memperoleh surat penerbitan kendaraan baru, surat tanda nomor kendaraan (STNK),
surat ketetapan pajak daerah (SKPD) berupa notice pajak dari diler mobil yang
bekerja sama dengan dua biro jasa tersebut. Ada 26 kendaraan roda empat yang diurus
sejak Oktober 2014 sampai 2015.
"Saat itu,
terdakwa menyerahkan berkas ke saksi Ahmad Rojali (berkas sidang terpisah) yang
dipekerjakan untuk mengurus ke Samsat Gunungsugih," kata JPU dalam
dakwaannya.
Namun, dalam prosesnya
terdakwa tidak menjalankan sesuai mekanisme. Ahmad Rojali yang ditugaskan
Hasyim langsung menuju loket dua untuk keperluan pemberian nomor polisi dan
pembayaran PNBP. Sementara dalam aturan, seharusnya wajib pajak atau biro jasa
harus ke loket satu untuk mendaftarkan kendaraan terlebih dahulu.
Dalam proses tersebut,
Ahmad Rojali diminta memberikan berkas kendaraan yang sudah mendapat kutipan
BBNKB, PKB, sumbangan wajib dana kecelakaan lalu lintas jalan (SWDKLLJ) dari
loket penetapan kepada Hasyim. Alasannya, Hasyim belum menerima uang dari dua
biro jasa yang bekerjasama dengannya.
“Padahal, saksi Ahmad
Rojali tahu bahwa berkas yang sudah memperoleh kutipan pajak harus diserahkan
ke loket IV untuk dibayarkan. Jika tidak, maka harus dikembalikan ke loket
III,” kata jaksa.
Meski Ahmad Rojali
belum membayarkan pajak, ia tetap mendatangi ruang cetak STNK. Lantas ia
meminta petugas membawa STNK yang sudah dicetak dan ditandatangani itu untuk
dibawa ke loket V.
“Saksi Ahmad Rojali
tidak berwenang untuk melakukan hal tersebut,” ujarnya.
Ini menyebabkan 26
kendaraan lolos dan pajaknya tidak dibayar. Ia kemudian menyerahkan STNK ke
Hasyim.
“Lalu terdakwa Hasyim
mengetik sendiri SKPD tersebut seolah-olah dikeluarkan oleh petugas yang
berwenang,” ucapnya.(acw)
Editor: Harian Momentum