Harianmomentum--Fenomena parpolisasi di Dewan Perwakilan Daerah RI
(DPD RI) makin mencemaskan. Apalagi sekarang di saat Ketua DPD RI, Oesman Sapta
Odang, menjabat juga sebagai ketua umum partai.
Parpolisasi
merusak hakikat awal pembentukan DPD sebagai wadah memperjuangkan kepentingan
daerah.
Demikian dikatakan Direktur Poltracking, Hanta Yudha, dalam diskusi "DPD,
Kok Gitu?" di Cikini, Jakarta, Sabtu (8/4).
"Jadi DPD itu sebenarnya arena memperjuangkan kepentingan daerah, bukan
DPR yang isinya memperjuangkan visi misi gagasan partai," jelasnya.
Dia mengatakan, perebutan jabatan pimpinan membuat lembaga itu hampir tidak
bisa diharapkan lagi. Di tengah kisruh itu tidak ada kekuatan yang mau bergerak
menyelamatkan sistem ketatanegaraan.
"Bekerjanya sistem demokrasi harus berbasis pada sistem hukum. Tapi ini
sistem politik, jadi kalau bicara hukum tak akan pernah selesai," ucapnya.
Sebelumnya, di tempat yang sama, pemerhati parlemen dari Forum Pemantau
Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mengatakan, DPD mengalami
kerusakan karena hukum tidak ditaati lagi. Kepastian hukum dikaburkan oleh
kepentingan politik. Lucius malah merasa DPD dilahirkan untuk selalu
dipertanyakan, karena tidak pernah ada jawaban jelas yang muncul dari lembaga
itu.
Banyak pertanyaan soal fungsi dan kinerja DPD bertambah runyam ketika
kepentingan politik yang sempit mulai menguasai DPD.
Untuk sekarang saja, dari data yang dimiliki Lucius tercatat hampir 70 orang
kader partai politik menjabat angggota DPD RI. Padahal, idealnya, tempat kader
parpol adalah di DPR RI. (Red)
Editor: Harian Momentum