Harianmomentum--Pernyataan
Sikap Majelis Adat Budaya Tionghoa Indonesia yang mengatasnamakan masyarakat
Tionghoa Indonesia, mendapat reaksi serius dari Koordinator Komunitas Tionghoa
Anti Korupsi (KomTak) Lieus Sungkharisma.
Apalagi pernyataan sikap yang ditandatangani Harso Utomo Suwito dan Chandra
Kirana itu menuduh Lieus Sungkharisma mencatut dan mendompleng nama Tionghoa
untuk kepentingan pribadinya, terutama dalam setiap demo anti Ahok.
Atas adanya pernyataan sikap itu, Lieus mengatakan meski dirinya sama sekali
tak menganggap majelis adat budaya Tionghoa itu ada, namun pernyataan itu telah
menyadarkannya betapa saat ini penyebutan Tionghoa telah disalahgunakan untuk
kepentingan politik golongan tertentu.
“Apalagi lembaga majelis adat itu muncul hanya untuk mendukung Ahok agar jadi
gubernur Jakarta,” kata Lieus kepada redaksi RMOL.co, Jumat (7/4).
Ditambahkan Lieus, pernyataan sikap semacam itu semakin menguatkan pandangannya
selama ini bahwa penyebutan Tionghoa itu memang hanya untuk kamuflase belaka.
“Penggunaan nama Tionghoa telah digunakan untuk tujuan yang licik,” tegas
Lieus.
Karena itulah, ujar Lieus, sejak hari ini ia tidak mau lagi disebut Tionghoa.
“Mulai hari ini panggil saya Cina. Lieus Sungkharisma si Cina. Saya tak cocok
lagi menggunakan kata Tionghoa yang dulu ikut saya perjuangan penggunaannya.
Sebab pada kenyataannya sebutan Cina saat ini lebih terhormat dari penyebutan
Tionghoa,” tegas Lieus.
Pernyataan tegas Lieus untuk tak mau lagi disebut Tionghoa tampaknya berkaitan
erat dengan situasi politik yang berkembang saat ini. Terutama sejak Ahok
menggantikan Jokowi sebagai gubernur Jakarta.
“Penggunaan nama Tionghoa telah disalahgunakan oleh segelintir orang untuk
kepentingan politik dan ekonomi. Jadi penyebutan Tionghoa saat ini hanya untuk
kamuflase saja. Pada kenyataannya orang Tionghoa itu pengkhianat, licik dan tak
pandai berterima kasih. Ahok itu contohnya,” tambah Lieus.
Memang bukan tanpa alasan jika Lieus mengatakan sifat licik dan pengkhianatan
Tionghoa itu. Dulu, kata Lieus, atas nama Tionghoa yang minoritas Ahok naik
menjadi wakil gubernur Jakarta karena didukung Partai Gerindra.
“Tapi setelah ia terpilih dan menjabat, Partai Gerindra justru
dikhianatinya. Demikian juga dengan relawan Teman Ahok yang dibentuknya.
Setelah anak-anak itu berjibaku dan bahkan menerima cacimaki dari banyak orang,
Ahok justru meninggalkannya. Ini hanya dua bukti kecil dari sifat pengkhianatan
Tionghoa yang identik dengan Ahok dan pendukungnya itu,” jelas Lieus.
Penyebutan Tionghoa yang cuma untuk kamuflase itu, juga diungkapkan Lieus
melalui sejumlah peristiwa yang terjadi selama Ahok menjabat gubernur Jakarta.
“Bukannya berterima kasih pada para pembantunya di jajaran Pemprov DKI, dalam
hampir setiap rapat Ahok justru marah-marah dan memaki-maki mereka. Ia juga
licik dengan selalu menjadikan anak buahnya tumbal untuk setiap persoalan yang
terjadi di Jakarta,” kata Lieus.
Menurut catatan, dalam sejarah politik Indonesia sejak Orde Baru hingga Orde
Reformasi, sebagai orang Cina Lieus memang telah melakukan banyak hal dibanding
orang-orang Tionghoa yang sekarang ini sok berkoar-koar tentang persatuan
dan kebhinnekaan. Lieus sudah aktif di KNPI dan merupakan salah satu eksponen 6
OKP yang keras menentang rezim Orde Baru. Saat Reformasi ia bahkan sempat
ditahan karena membela warga Mangga Besar yang tanah dan rumahnya digusur
secara sewenang-wenang.
Pleidoinya untuk kasus itu, “Memperjuangkan Hak Tanah Untuk Rakyat” yang
dibacakannya dalam sidang di Pengadilan Jakarta Barat, bahkan kemudian
dibukukan. Tak hanya itu, ia juga aktif menggalang aksi demo terhadap setiap
kali ada kasus ketidakadilan dan kesewenang-wenangan penguasa.
Atas aktivitas dan kiprahnya itulah sejumlah media kemudian menobatkannya
sebagai tokoh Tionghoa. Namun Lieus memang tak menolak penobatan itu. Tapi
kini, setelah menyadari penyebutan Tionghoa itu tak sesuai dengan harapannya,
Lieus justru menolak disebut Tionghoa.
“Cukup sudah saya disebut Tionghoa. Saya tak mau lagi dikelompokkan pada orang
Tionghoa yang licik, pengkhianat dan tak tau berterima kasih. Tionghoa saat ini
sangat bertolak belakangan dengan Tionghoa yang saya perjuangkan dulu. Sekarang
panggil saja saya Cina. Itu lebih terhormat buat saya,” demikian Lieus.(Red)
Editor: Harian Momentum