MOMENTUM, Bandarlampung-- Pemerintah Provinsi Lampung bakal menyusun Peraturan Gubernur (Pergub) untuk meminimalisir sampah plastik.
Sebab, persoalan sampah yang menumpuk di pesisir Kota Bandarlampung belum menemui solusi.
Hal itu disampaikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Lampung, Emilia Kusumawati, dalam acara Diskusi Publik yang digelar Kelas Politik di The Palms Kafe Bandarlampung, Rabu (19-7-2023).
"Kita akan menindaklanjuti Peraturan Daerah nomor 9 tahun 2021 menjadi Pergub, untuk mengakomodir khusus sampah plastik," kata Emilia.
"Kalau bisa seluruh minimarket tidak lagi menggunakan plastik yang tidak berbayar. Jadi pakai kantong berbayar," imbuhnya.
Dia mengatakan, untuk memecahkan persoalan ini dibutuhkan kerjasama dari semua unsur.
"Jadi ini membutuhkan kerjasama dan keikutsertaan semua unsur, salah satunya masyarakat. Kita perlu sekali memberikan edukasi kepada masyarakat. Karena, adanya sampah di pesisir itu dari masyarakat yang membuang sampah," ujarnya.
Selain pemerintah, pemerintah juga butuh peran pihak ketiga yaitu pelaku usaha (investor) untuk berkontribusi.
Ia menyebutkan, terdapat kesulitan tersendiri untuk menangani permasalahan sampah di Sukaraja, karena bersinggungan dengan masyarakat. Utamanya para nelayan.
"Kita juga harus memikirkan masyarakat. Menyelesaikan satu permasalahan tapi menyingkirkan yang lain kan nggak bisa juga. Nelayan masih kebingungan untuk menyandarkan kapalnya," tuturnya.
"Kalau masalah di Banten yang pernah ada, mereka tinggal pasang paving block dan dicor selesai. Sementara kita bersinggungan dengan nelayan yang menginginkan kapalnya tetap bisa bersandar. Ini yang juga akan kami cari solusinya. Regulasinya masih perlu dibicarakan secara komprehensif," imbuhnya.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Lampung Joko Santoso mengatakan, permasalahan sampah ini merupakan ranah dari pemerintah kota setempat.
"Saya kira ini merupakan ranah dari pada pemerintah kota, tetapi saya, bu Emil di Provinsi tidak akan lepas tanggungjawab," kata Joko.
Dia menyebutkan, perlu adanya perencanaan yang matang dalam memecahkan permasalahan sampah.
"Perlu diingat, bahwa undang-undang terkait bidang kelautan sampai hari ini pemerintah pusat belum menyerahkan kepada provinsi. Kalau sudah diserahkan mungkin pendapatan provinsi juga akan lebih meningkat. Saya pikir kalau perlu bikin dermaga ya pemerintah provinsi tidak miskin-miskin amat," tuturnya.
Sementara, Irfan Tri Musri Direktur Walhi Lampung menyampaikan, perlu ditingkatkannya kesadaran dan kepedulian dari pemerintah setempat dan masyarakat, mengenai sampah.
"Bicara masalah sampah ini struktural, dan berhubungan antara negara dengan masyarakat. Jadi pemerintah ini perlu dikritik, karena negara, kepala pemerintahan ini sebelum bekerja sudah digaji oleh negara," kata Irfan.
Dia menyebutkan, hal ini seharusnya sudah menjadi hak masyarakat untuk memberikan masukan.
"Dan sudah menjadi kewajiban, bagi penyelenggara negara untuk menerima masukan. Jadi masalah sampah ini bukan hanya bersumber dari masyarakat," ujarnya.
Sedangkan, di tempat tinggal saya di Jalan Pramuka hanya dua kali dalam sepekan petugas kebersihan mengambil sampah yang sudah menumpuk di depan rumah.
"Itu di jalan protokol ya, bagaimana jika di gang sempit yang notabene aksesnya lebih sulit," terangnya.
Dia menyebutkan, pengelolaan sampah bukanlah kebijakan kosong. Melainkan kebijakan yang menghasilkan pendapatan hasil daerah melalui retribusi sampah.
"Seharusnya kalau berbicara retribusi maka kita harus juga mendapatkan manfaatnya secara langsung," kata dia.
"Jadi selain dipengaruhi oleh peradaban, yang paling bertanggung jawab terhadap sampah ini adalah si produsen sampah," tutupnya.
Diskusi bertajuk "Setelah 3.700 Orang Bersihkan Sampah, Lalu Bagaimana?" ini menghadirkan Kepala DLH Lampung Emilia Kusumawati, Anggota DPRD Lampung Joko Santoso dan Lesty Putri Utami.
Selanjutnya, Anggota DPRD Bandarlampung Ilham Alawi, Direktur Walhi Lampung Irfan Tri Musri, influencer Lampung Ikram Afro, Akademisi Universitas Bandar Lampung Kota Ainita dan tokoh masyarakat Lampung Ike Edwin. (**)
Editor: Agus Setyawan