Ketua NU Lantik Pengurus PW Lembaga Kemaslahatan Keluarga NU Lampung

img
Pelantikan pengurus Pimpinan Wilayah (PW) Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKK NU) Provinsi Lampung periode 2023-2028. Foto. Ist.

MOMENTUM, Bandarlampung -- Ketua PWNU Lampung, Puji Raharjo melantik kepengurusan Pimpinan Wilayah (PW) Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKK NU) Provinsi Lampung periode 2023-2028 di Hotel Sheraton Bandarlampung, Jumat 26 Juli 2924.

Pelantikan tersebut berdasarkan Surat Keputusan PWNU Nomor: 065/PWNU/A.II/5/2024 tentang Penetapan Pengurus LKK NU Provinsi Lampung Periode 2023-2028.

Pengurus PW LKK NU yang dilantik: Ketua Fenty Anggraini, Wakil Ketua Tarik Rahayu Ninggih, Risma yanti, Edi Yulius Ngaras. Sekretaris Yusni Ilhan, Wakil Sekretaris Towaf Muslim, Wiwin Oktafiani. Bendahara Praptiningsih, Wakil Bendahara Titi Andayani.

Dalam sambutanya, Puji Raharjo mengatakan, tugas berat menanti pengurus baru LKK NU. Karena pada Agustus mendatang, PWNU akan mengadakan Rakernas Gerakan Keluarga Kemalslahatan Keluarga NU. 

Ketua PW LKK NU Provinsi Lampung, Fenty Anggraini dalam sambutannya mengharapkan pengurus LKK NU Lampung, untuk dapat bersama-sama bersinergi dan berkerja sama dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab. 

Selain pelantikan, berlangsung seminar nasional dengan tema Cegah Kawin Anak yang diselenggarkan Kementerian Agama. Pada pembukaan seminar, Kamaraudin mengajak semua lapisan masyarakat untuk berkolaborasi dalam mencegah terjadinya pernikahan anak. 

“Pernikahan anak dapat menimbulkan dampak sistemik yang signifikan. Salah satunya adalah dampak terhadap angka partisipasi kasar pendidikan menengah dan tinggi, yang diprediksi akan menurun seiring dengan meningkatnya angka pernikahan anak,” ujarnya.

Selain itu, kualitas angkatan kerja di masa depan juga terancam. Pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas pembangunan nasional. Kemudian dari sisi keluarga, pernikahan dini dapat memunculkan berbagai persoalan makro yang kompleks. 

“Keluarga yang kuat adalah fondasi ketahanan nasional, dan pernikahan dini dapat merusak fondasi tersebut. Dalam konteks menuju Indonesia Emas 2045, pencegahan pernikahan dini menjadi salah satu prasyarat penting,” paparnya.   

Menurut Kamaruddin, orang tua harus mempersiapkan anak-anaknya memiliki keluarga yang kuat dan harmonis. Karena keluarga adalah tempat pembentukan karakter awal anak-anak kita.  Berdasarkan data terbaru, angka perceraian di Indonesia telah menurun dari 10,35 persen pada tahun 2020 menjadi 9,23 persen pada tahun 2021. Capaian ini patut diapresiasi sebagai sebuah langkah positif, tuturnya.

Namun, perjalanan masih panjang dengan target menurunkan angka perkawinan anak menjadi tidak lebih dari 8,74 persen pada tahun 2024 dan 6,94 persen pada tahun 2030. 

“Salah satu faktor yang paling menonjol dalam pernikahan anak adalah kenaikan angka dispensasi kawin anak di bawah usia 19 tahun. Dengan alasan seperti kehamilan sebelum menikah, hubungan suami istri yang sudah terjadi, dan kekhawatiran akan perbuatan terlarang karena hubungan yang terlalu dekat,” ungkapnya. 

Sementara itu, Eny Retno Yaqut selaku key note speech dalam seminar tersebut yang hadir via zoom mengatakan, perkawinan anak pada basisnya pelanggaran terhadap hak anak. “Karena anak-anak rentan kehilangan hak kesehatan, pendidikan dan fisik serta kehilangan perlindungan dan ekploitasi,” ujarnya.  

Perkawinan anak walaupun mengalami penurunan signifikan, namun angkanya masih tinggi. Jika tidak ditangani secara serius akan menimbulkan permasalahan serius di masa yang akan datang. (**)






Editor: Muhammad Furqon





Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos