MOMENTUM, Blambanganumpu--PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII mempertahankan aset negara melaui proses hukum di Pengadilan Negeri (PN) Blambanganumpu Kabupaten Waykanan. Perkara gugatan PTPN VII atas klaim lahan seluas 4.650 hektare oleh PT Bumi Madu Mandiri (BMM) dan 35 pihak lainnya di Waykanan serta Lampung Utara masih terus berlanjut.
Sidang penyerahan duplik (jawaban atas replik) tergugat dan turut tergugat berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Blambanganumpu, Waykanan, Kamis (24-10).
Sidang ini merupakan tindak lanjut dari rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan RI, yang menyatakan PTPN VII saat ini sedang mengajukan upaya hukum gugatan perdata. Yakni, kepada Noya Usma Karim bersama 35 pihak lainnya selaku tergugat dan turut tergugat.
Berdasarkan penelusuran dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Blambanganumpu gugatan tersebut terdaftar dengan register nomor 05/Pdt.G/2019 PN Bbu.
Sidang dipimpin oleh Idi’il Amin sebagai ketua majelis hakim, didampingi Fadesha Lucia Martina, S.H., M.H, dan M. Budi Darma duduk sebagai anggota majelis.
Kuasa hukum PTPN VII Feriyanto menjelaskan, objek perkara dimaksud adalah aset tanah kekayaan negara pada PTPN VII seluas 461 hektare terletak di Kabupaten Lampung Utara dan 4.189 hektare terletak di Kabupaten Way Kanan Provinsi Lampung.
Riwayat kepemilikan tanah dimaksud adalah bekas Hak Pengusaan Hutan (HPH) PT B.G. Dasaad Joint Venture yang pada tahun 1982 dialihkan peruntukkannya kepada PTP XXI-XXII (saat ini menjadi PTPN VII) guna pembangunan Pabrik Gula dalam rangka mendukung program swasembada pangan Nasional.
Secara terus-menerus sejak tahun 1982 hingga 1998, kata feriyanto, tanah tersebut dikelola PTPN VII. Namun, pada 1998, ketika era reformasi berlangsung, terjadi penguasaan (okupansi) sekelompok orang yang mengklaim tanah tersebut sebagai Hak Ulayat Adat Buay Pemuka Bangsa Raja dan Buay Pemuka Pangeran Ilir.
“Pada euforia reformasi 1998 itu, tanah PTPN VII itu diduduki warga. Saat itu, kami tetap berupaya mempertahankan, tetapi karena di lapangan saat itu tidak kondusif, kami memilih opsi jalur hukum.
Tetapi, ketika lahan tersebut diduduki masyarakat, ada pihak lain yang memiliki modal kapital masuk,” kata dia.
Feri menjelaskan, pada tahun 2006 PT Bumi Madu Mandiri (PT BMM) memperoleh izin lokasi dari Bupati Way Kanan, diduga dengan cara ilegal. Dengan modal izin tersebut, mereka melakukan pembayaran ganti rugi kepada warga okupan yang mengklaim memiliki tanah adat pada aset lahan PTPN VII dimaksud.
“Berdasarkan fakta hukum yang ada, diketahui bahwa klaim tanah ulayat adat dimaksud tidak berdasar.
Karena, Pemerintah Kabupaten Waykanan tidak pernah menerbitkan peraturan daerah tentang pengakuan tanah ulayat adat, serta tidak pernah terdaftar dan terpetakan pada peta kadasteral kantor Pertanahan Kabupaten Waykanan,” terang dia.
Dari fakta persidangan yang sedang berjalan, kata Feri, diduga izin lokasi yang diterbitkan Bupati Way Kanan kepada PT BMM pada tahun 2006 tidak sesuai dengan ketentuan Perkaban No. 2 Tahun 1999, karena tidak diserta adanya dokumen pertimbangan teknis (pertek) dari Kantor Pertanahan Kabupaten Way Kanan.
“Kami akan maksimalkan upaya hukum untuk mempertahankan aset tanah 4.650 hektare yang merupakan aset Kekayaan Negara yang dipisahkan pada PTPN VII. Terlebih Menteri BUMN pun sudah mengirimkan Surat kepada Ketua Pengadilan Negeri Blambangan Umpu terkait perkara ini” kata Feriyanto.
Peduli dengan sengketa ini, Serikat Pekerja Perkebunan Nusantara VII (SPPN VII) yang merupakan organisasi Karyawan PTPN VII berkomitmen melakukan pengawalan atas jalannya persidangan. Setiap kali ada agenda persidangan maupun eksekusi SPPN VII selalu hadir dan menjaga aset tempat Karyawan PTPN VII mencari nafkah.
Menurut Sekjen SPPN VII Sasmika D.S, pemantauan jalannya persidangan akan terus kami lakukan. Secara kelembagaan, kami telah mengajukan surat diijinkan pendokumentasian/ peliputan kepada Ketua Pengadilan Negeri Blambanganumpu, alhamdulillah diberikan izinnya.
“Kami percaya Majelis Hakim akan bersikap netral (imparsial) dalam memeriksa perkara, namun bila dikemudian hari ditemukan adanya indikasi penyimpangan akan kami laporkan kepada Komisi Yudisial,” kata Sasmika.
Konstatering Ditunda
Atas objek perkara yang masih dalam proses persidangan, Pengadilan Negeri Blambanganumpu diketahui akan melakukan eksekusi konstatering atas tanah objek perkara dimaksud pada 8 Oktober 2019. Namun belakangan rencana itu ditunda karena faktor keamanan.
Rencana konstatering yang akan dilakukan PN Blambanganumpu mendapat respons dari Kementerian BUMN. Diketahui, Menteri BUMN Rini Soemarno telah melayangkan Surat Nomor: S-738/MBU/10/2019 tanggal 15 Oktober 2019 yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Blambanganumpu.
Pokok surat dimaksud adalah, menyampaikan bahwa aset tanah seluas 4.650 hektare yang disengketakan tersebut sampai saat ini masih tercatat sebagai kekayaan negara pada PTPN VII dan tercatat pada Portal Aset BUMN.
Selain itu, Menteri BUMN juga meminta kepada yang mulia Ketua Pengadilan Negeri Blambanganumpu untuk menunda pelaksanaan eksekusi termasuk segala sesuatu yang berkaitan dengan proses eksekusi atas lahan objek sengketa.(rls)
Editor: Harian Momentum