MOMENTUM, Bandarlampung--Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Lampung memanggil panitia Pendidikan Dasar Mahasiswa Pencinta Lingkungan (Diksar Mapala) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung terkait kasus kematian mahasiswa Pratama Wijaya Kusuma yang diduga tidak wajar.
"Penyidik akan memanggil para senior dan panitia Diksar Mapala untuk dimintai keterangan guna memastikan apakah dalam kegiatan tersebut terdapat unsur pelanggaran hukum atau tindak pidana," kata Direktur Reskrimum Polda Lampung Komisaris Besar Polisi Pahala Simanjuntak di Mapolda Lampung, Rabu (4-6-2025).
Seorang mahasiswa Universitas Lampung (Unila) Pratama Wijaya Kusuma diduga menjadi korban kekerasan fisik saat mengikuti Diksar Mapala di kawasan Gunung Betung, Kabupaten Pesawaran, Lampung, pada 14–17 November 2024.
Pratama Wijaya dilaporkan meninggal dunia pada 28 April 2025.
"Kami telah menerima laporan resmi dari Wirna Wani, ibu almarhum Pratama Wijaya Kusuma, pada Selasa (3-6), terkait kematian putranya usai mengikuti diksar pada November 2024," katanya.
Ia mengatakan Polda Lampung akan mengundang pihak rumah sakit yang pertama kali menangani korban, termasuk dokter yang memeriksa atau melakukan visum terhadap korban.
Pahala menjelaskan bahwa pihaknya juga telah menjalin komunikasi dengan Universitas Lampung guna mengumpulkan keterangan dan kronologi kejadian.
"Pihak kampus terbuka untuk bekerja sama. Kami sedang mendalami dugaan penganiayaan dalam kegiatan tersebut dan telah meminta keterangan dari orang tua korban," katanya.
Untuk memastikan penyebab kematian, lanjut Pahala, pihaknya akan mempertimbangkan untuk melakukan ekshumasi atau pembongkaran makam untuk keperluan autopsi ulang jenazah Pratama.
"Setelah semua informasi terkumpul, kami akan melakukan gelar perkara untuk menentukan ada atau tidaknya unsur pidana dalam kejadian ini," katanya.
Sebelumnya, Kepolisian Daerah (Polda) Lampung menyelidiki kematian seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Lampung (Unila).
Korban diduga mendapat kekerasan saat kegiatan pendidikan dasar (diksar) organisasi Mahasiswa Pencinta Lingkungan (Mahapel) pada November 2024.
"Laporan dari keluarga korban sudah kami terima hari ini, kemudian selanjutnya akan dilakukan penyelidikan oleh Direktorat Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimsus) Polda Lampung," kata Kabid Humas Polda Lampung Kombes Pol Yuni Iswandari, Selasa (3-6-2025).
Dia mengatakan bahwa penyelidikan mendalam akan dilakukan oleh Polda Lampung agar kasus tersebut menjadi terbuka dan terang benderang di mata publik.
"Salama penyelidikan nanti kami akan menentukan saksi-saksinya dan mengumpulkan bukti-buktinya yang bisa menjadi dasar dalam laporan ini," jelasnya.
Kombes Yuni, menyampaikan, Polda Lampung berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini hingga ke akar-akarnya dan secepatnya.
"Apapun bentuk laporannya terkait kasus, baik itu laporan dari masyarakat maupun informasi dari media sosial, Polda Lampung pasti akan menindaklanjutinya," kata dia.
Sementara itu, Wirna Wani selaku Ibu dari almarhum Pratama Wijaya Kesuma mahasiswa FEB Unila, meminta kepada pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus kematian anaknya.
"Kami ingin kasus ini diungkap dan semua pelaku yang menyebabkan anak saya meninggal dunia dihukum seberat-beratnya," ungkapnya.
Ia pun menjelaskan terkait penyebab kematian anaknya yang tidak memiliki penyakit medis apapun, seperti yang disampaikan oleh pihak kampus.
"Almarhum anak saya mendapatkan kekerasan fisik selama mengikuti kegiatan diksar Mahapel. Dada ditendang, perut ditendang, diinjak-injak. Tapi dia tidak mau menyebut siapa pelakunya. Dia bilang ‘Mama jangan cerita, nyawa aku diancam, nanti aku dibunuh," katanya.
Ia mengatakan anaknya meninggal dunia pada April 2025, yang mana pada November 2024 almarhum mengikuti diksar Mahapel FEB.
Setelah mengikuti kegiatan organisasi kemahasiswaan Mahapel tersebut, Pratama sempat mengalami luka-luka, kejang otot, hingga akhirnya meninggal dunia setelah menjalani perawatan dan operasi.
"Pratama saat itu minta dijemput pukul 22.00 WIB, setelah dijemput di lokasi kegiatan, almarhum mengatakan dirinya lapar dan meminta beli mie ayam. Tapi pas sampai rumah, belum sempat makan, dia pingsan," kata sang ibu.
Dia mengatakan, anaknya sempat dirawat di klinik dan kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Bintang Amin, sebelum akhirnya dibawa ke RSUD Abdoel Moeloek.
"Saat sampai di RSUD Abdoel Moeloek, Dokter saraf bilang ini sudah kena saraf. Kenapa dibiarkan, katanya. Saya bilang anak saya nggak mau dibawa karena katanya nyawanya diancam," kata dia.
Sementara, Organisasi Mahasiswa Ekonomi Pecinta Lingkungan (Mahepel) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung (Unila) akhirnya angkat bicara terkait sorotan tajam publik atas kegiatan Pendidikan Dasar (Diksar) yang digelar pada 14–17 November lalu.
Kegiatan tersebut kini menjadi sorotan setelah salah satu peserta, Pratama Wijaya Kusuma, meninggal dunia beberapa bulan setelahnya.
Dalam pernyataan resmi yang disampaikan oleh kuasa hukum Mahepel, Chandra Bangkit, dijelaskan bahwa seluruh kegiatan telah dilaksanakan sesuai standar administratif, fisik, dan psikologis yang berlaku, serta telah disertai dengan izin resmi dari pihak kampus.
Mahepel menegaskan tidak ada bentuk kekerasan, baik secara fisik maupun psikologis, dalam seluruh rangkaian kegiatan Diksar.
Laporan mengenai luka lebam yang dialami beberapa peserta bukan berasal dari tindakan kekerasan, melainkan disebabkan oleh kondisi alam selama kegiatan.
"Luka-luka seperti lebam itu timbul akibat benturan alami seperti terkena ranting pohon, atau saat merayap di medan yang berat. Bukan karena kekerasan oleh panitia atau peserta lainnya," kata Bangkit.
Terkait dengan kabar mengenai peserta yang meminum spiritus, Mahepel membenarkan adanya insiden itu, namun dijelaskan bahwa kejadian tersebut adalah murni kesalahan tidak sengaja.
"Almarhum Pratama sempat mengambil botol yang dikira air minum, padahal itu adalah spiritus untuk memasak. Namun cairan itu tidak sempat diminum dan tidak menimbulkan dampak kesehatan apa pun," tambah Bangkit.
Seluruh peserta Diksar dinyatakan dalam kondisi sehat saat kegiatan selesai, bahkan hingga dua hari setelahnya.
Salah satu peserta, Faris, dilaporkan mengalami infeksi di bagian telinga akibat kemasukan air, namun Mahepel mengklaim langsung bertanggung jawab atas penanganan medis.
Pihak kampus melalui dekanat sempat memanggil Mahepel pada 12 Desember untuk mengklarifikasi bahwa kejadian yang menimpa Faris bukan kelalaian kegiatan, melainkan persoalan penanganan medis.
Sementara itu, muncul juga kabar mengenai kondisi Pratama yang disebut mulai sakit sejak kegiatan. Dalam klarifikasi yang diberikan, Mahepel menjelaskan bahwa Pratama masih aktif mengikuti kegiatan kampus pada Februari, dan mulai sakit baru sekitar pertengahan Maret (antara tanggal 10–26), sehingga tidak dapat langsung dikaitkan dengan kegiatan Diksar di bulan November.
Mengenai kabar adanya kegiatan "long march" selama 15 jam, Mahepel menjelaskan bahwa kegiatan berjalan kaki memang dilakukan sebagai bagian dari pelatihan fisik, namun tidak dilakukan secara ekstrem.
"Durasi kegiatan memang panjang, tetapi dilakukan dengan jeda istirahat dan makan yang cukup. Estimasi berjalan kaki aktif hanya sekitar 5 hingga 6 jam," jelas Bangkit.
Sebagai penutup, Mahepel menyampaikan rasa duka mendalam atas wafatnya Saudara Pratama yang merupakan bagian dari keluarga besar Mahepel. "Kami dengan tegas menyampaikan rasa duka cita sedalam-dalamnya. Saudara Pratama adalah bagian dari kami. Kami juga mendukung penuh proses investigasi baik dari pihak kampus maupun kepolisian. Ini bukan untuk pembelaan, tetapi untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran," kata Bangkit mewakili seluruh anggota Mahepel. (**)
Editor: Agus Setyawan