MOMENTUM, Bandarlampung--Sejumlah empat kasus tindak asusila inses (incest) atau hubungan sedarah di Kabupaten Lampung Tengah (Lamteng) terungkap sepanjang Januari-Desember 2021.
Berdasarkan dikutip harianmomentum.com, Minggu (2-1-2022), Lembaga Perlindungan Anak (LPA) dan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (PPPA) Lamteng menangani sebanyak 121 kasus pencabulan anak terjadi di kabupaten setempat.
Dari data itu, sejumlah 31 korban hamil dan empat di antaranya kasus hubungan sedarah atau inses (incest). Selain itu, sebanyak 60 persen korban kejahatan seksual di Lamteng berusia 14-17 tahun.
“Sampai hari ini, ada 121 kasus pencabulan dan kejahatan seksual terhadap anak di Lampung Tengah. 4 kasus diantaranya adalah hubungan sedarah atau inses, serta ada juga yang kasus hubungan sejenis. Dari 121 kasus tersebut, 31 korban diantaranya hamil,” kata Eko Yuono, Ketua LPA Lampung Tengah.
Eko menyebutkan bahwa mayoritas atau sekitar 60 persen para korban kejahatan seksual yang terjadi di Lampung Tengah tersebut berusia 14-17 tahun. Sedangkan yang lainnya atau sekitar 40 persen yakni usia para korban di bawah 14 tahun.
“Jumlah kasus yang terjadi ini dari yang kita data dan dilaporkan ke kita. Untuk (korban) yang tidak lapor mungkin seperti gunung es, lebih banyak,” kata Eko.
Eko mengungkapkan dari 31 korban pencabulan yang hamil, dua di antaranya merupakan kasus inses atau hubungan sedarah. Adapun pelakunya yakni ayah kandung korban.
Jumlah Kasus Meningkat
Eko menjelaskan jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi pada tahun 2021 ini meningkat atau bertambah banyak dibandingkan tahun 2020 lalu.
Menurut Eko, pada tahun 2020, terdapat sebanyak 103 kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur. “Kalau tahun lalu (2020), itu ada 103 kasus dan 19 korban hamil,” ujarnya.
Eko Yuono menilai faktor pemicu meningkatnya kasus kejahatan seksual terhadap anak ini ditengarai karena pengaruh media sosial.
“Faktor utama pemicu dari kasus yang terjadi tersebut sekitar 55 persen akibat pengaruh media sosial, ini yang sangat memprihatinkan. Faktor lainnya karena kekurang pahaman soal bahaya misalnya dampak berhubungan badan sebelum menikah,” kata Eko.
“Dari data kami, untuk kasus yang sifatnya pemaksaan, artinya pemaksaan ini adalah korban pemerkosaan itu sekitar 15 persen,” ungkap Eko.
Sosialisasi Masif
Menurut Eko, tren kasus pencabulan maupun kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur ini terus mengalami peningkatan.
Ia menilai perlu upaya sosialisasi secara masif kepada masyarakat, baik dalam hal pengetahuan sejak dini soal seksual, pembangunan mental, hingga pemahaman mengenai dampak hukum.
“Guna mencegah sebenarnya ke depan pemerintah seharusnya berani mengatakan bahwa kejahatan seksual ini sudah darurat, ini adalah kejahatan yang luar biasa. Sebab itu, penanganan juga harus luar biasa,” kata Eko.
Ia juga menyebutkan perlu sinergisitas dari semua pihak untuk dapat memutus mata rantai kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur.
“Ini sudah darurat dan langkah-langkahnya adalah bisa dengan melibatkan semua pihak untuk bersinergi, baik soal anggaran maupun kegiatan lainnya dalam upaya melakukan sosialisasi secara masif,” ujarnya.
“Salah satunya jalan dan tak ada lain untuk memutus mata rantai kejahatan seksual ini adalah sosialisasi masif. Dan saya rasa bukan hanya di Lampung Tengah, tapi di seluruh Indonesia. Karena ini sekarang sebenarnya sudah seperti gunung es, hanya yang kelihatan saja, sementara yang tidak kelihatan itu sangat banyak,” pungkasnya.(**)
Editor: Agus Setyawan/rls
Editor: Harian Momentum