MOMENTUM, Bandarlampung--Kantor Imigrasi di Provinsi Lampung menolak penerbitan 390 calon Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Penolakan itu dikarenakan calon PMI tersebut diduga akan berangkat secara nonprosedural atau ilegal.
Hal itu ditegaskan Kepala Divisi Imigrasi Kantor Wilayah Kemenkumham Lampung Tato Juliadin Hidayawan di Hotel Novotel, Jumat (17-11-2023).
"Pada periode Januari hingga November setidaknya ada 390 pemohon paspor yang ditolak. Karena yang bersangkutan terindikasi akan menjadi PMI secara non prosedural," kata Tato.
Dia menyebutkan, data tersebut dari tiga kantor imigrasi yang ada di Lampung. Rinciannya: Kantor Imigrasi Kelas I TPI Bandarlampung telah menolak 243 pemohon.
Kemudian, Kantor Imigrasi Kelas II Kotabumi Lampung Utara 137 pemohon dan 10 dari Kantor Imigrasi Kelas III Non TPI Kalianda Lampung Selatan.
Menurut dia, hal itu dilakukan sebagai upaya pencegahan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang kerap terjadi pada calon PMI ilegal.
"Kita imigrasi pada prinsipnya tetap berusaha untuk melakukan yang terbaik dalam hal pencegahan TPPO," jelasnya.
Selain menolak penerbitan paspor, Kantor Imigrasi juga menunda keberangkan untuk calon PMI yang diduga ilegal.
Dia mengatakan, akan terus berupaya meminimalisir terjadinya TPPO bersama BP2MI Lampung.
"Kita tetap selalu berusaha dan bekerjasama dengan kawan-kawan BP2MI. Kita saling mengawasi dalam hal pencegahan PMI non prosedural yang akhirnya menjadi korban TPPO," terangnya.
Sementara, Ketua BP2MI Bandarlampung Ronny P Anis mengatakan, secara nasional sudah ada sekitar 900 korban TPPO yang berhasil diselamatkan.
"Setelah diambil alih oleh pak kapolri sebagai ketua harian ada kurang lebih 800 sampai 900 yang dicegah," ujarnya.
Dia menilai, calon PMI ilegal rawan menjadi korban TPPO. Bahkan, sulit mendapatkan perlindungan.
"Jadi kalau nonprosedural rawan disalahgunakan oleh majikannya. Seperti diperlakukan tidak baik dan perempuan banyak jadi korban," sebutnya.
Karena itu, dia mengimbau masyarakat yang hendak menjadi PMI agar memastikan keberangkatannya secara legal. (**)
Editor: Agung Darma Wijaya