MOMENTUM, Bandarlampung--Rendahnya Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) di Lampung akibat masih minimnya tingkat kesejahteraan dan pendidikan wartawan. Menurunnya Indek Kebebasan Pers di Lampung disebabkan kedua hal tersebut. Bukan karena aspek kebebasan pers dalam menjalankan tugas jurnalistik.
Hal ini ditegaskan Anggota Dewan Pers Asep Setiawan dalam kegiatan Sosialisasi Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) di Hotel Horison, Bandarlampung, Kamis (28-11-2019).
Menurutnya, kebebasan pers dalam menjalankan tugas jurnalistik skornya masih tinggi rata-rata masih diatas poin 7. Sedangkan untuk aspek pendidikan dan kesejahteraan wartawan poinnya hanya menncapai 63.50. Mengalami penurunan dari tahun 2018 mencapai 81.36.
Dari 20 indikator atau variabel, dua point ini menjadi catatan penting untuk menjadi perhatian. Dalam melakukan survey ini, ada tiga kulter yang disurvey yakni bidang politik, ekonomi dan hukum. Dari ketiga indikator ini rata-rata mengalami penurunan angka angka dan kuantitasnya dibandingkan tahun 2018..
Di bidang fisik dan politik tahun 2018 mencapai angka 77.28 sedangkan tahun 2019 mengalami penurunan hanya mendapatkan nilai 69.73. Di bidang ekonomi pada tahun 2018 mendapatkan nilai 70.11 di tahun 2019 menurun menjadi 67.80. Di bidang hukum pada tahun 2018 capaian angkanya hingga 76.17, sedangkan di tahun 2019 hanya mendapatkan nilai 65.47.
Penurunan ini terkait tingkat kesejahteraan dan pendidikan yang masih rendah. Kedua aspek ini merupakan temuan kemerosotan. Dua hal ini menjadi catatan khusus dan harus menjadi perhatian untuk ditingkatkan.
Pertama masih rendahnya bidang pendidikan. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan wartawan ini menjadi tanggung jawab perusahaan pers dimana si wartawan bekerja. Kedua aspek kesejahteraan, ini sangat pentinga, hasil survey yang dilaksanakan tingkat kesejahteraan wartawan di Lampung masih cukup rendah nilainya masih dibawah 50 poin.
“Ini harus menjadi perhatian semua tanpa menyalahkan siapapun. Ini tugas komunitas publik dan media jurnalitik,” katanya.
Selain itu, aspek kriminalisasi jurnalistik juga masih rendah. Kebebasan pers sudah kondusif hanya saja masih ada yang kurang perhatian terhadap penyandang disabilitas. Ini yang menyebabkan degredasinya turun, sedangkan di daerah lain aspek ini meningkat.
Dua puluh indikator dibidang politik, kebebasan pers yang dinilai yakni kebebasan berserikat bagi wartawan, kebebasan dari intervensi, kebebasan dari kekerasan, kebebasan media aternatif, keragaman pandangan, akurat dan berimbang, akses atas informasi publik, pendidikan insan pers dna kesetaraan akses bagi kelompok rentan.
Bidang ekonomi ada kebebasan pendirian dan operasional perusahaan pers, independensi dari kelompok kepentingan yang kuat, keragaman kepemilikan, tata kelola perusahaan yang baik, dan lembaga penyiaran publik.
Sedangkan untuk bidang hukun, yakni independensi dan kepastian hukum lembaga peradilan, kebebasan mempraktikan jurnalisme, kriminalisasi dan intimidasi pers, etika pers, mekanisme pemulihan dan perlindungan bagi penyandangdisabilitas. (nur)
Editor: Harian Momentum