MOMENTUM, Bandarlampung--Kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi proyek preservasi rekonstruksi Jalan Ir Sutami-Simpang Sribawono pada tahun 2018 hingga 2019, diperkirakan mencapai Rp60 sampai Rp65 miliar.
Dari jumlah tersebut, Polda Lampung menyita Rp10 miliar dari PT Usaha Remaja Mandiri (URM), perusahaan yang mengerjakan proyek untuk pengembalian kerugian negara.
Hal tersebut diungkapkan Kabid Humas Polda Lampung Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad dalam konferensi pers di Mapolda Lampung, Senin (12-4-2021) pagi.
Menurut Pandra, perkiraan kerugian keuangan negara tersebut didasarkan jumlah pada kerugian riil dan perhitungannya masih diproses Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Perhitungan BPK RI nantinya bakal bersumber dari data yang dihimpun tim penyidik dan hasil pemeriksaan laboratoris Politeknik Negeri Bandung," ujar Pandra.
Pandra menuturkan, penyidik Subdit III Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Ditreskrimsus Polda Lampung turut melakukan penggeledahan di kantor PT URM, meliputi ruang kerja komisaris, ruang kerja direktur, ruang dokumen, dan ruang karyawan.
Hasilnya, Polda Lampung berhasil mengamankan dan menyita sejumlah barang bukti seperti dokumen kontrak dan dokumen lainnya, yang berkaitan dengan pekerjaan tersebut, central processing unit (CPU) komputer, flash disk, tiga buah cap stampel perusahaan orang lain, dan uang tunai senilai Rp10 miliar.
"Penyitaan terhadap barang bukti lain, kemungkinan dilakukan sejauh berkaitan dengan korupsi yang terjadinya. Misal seperti barang bergerak atau tidak bergerak," tutur Pandra.
Menurut Pandra, kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) yang dikerjakan PT Usaha Remaja Mandiri (URM) ini telah diselidiki sejak 6 Oktober 2020 lalu.
"Penyelidikan memakan waktu sekitar 4 bulan, kita temukan indikator kuat pekerjaan tidak sesuai ketentuan. Selanjutnya, dilakukan penyidik dengan diterbitkan 4 laporan polisi (LP) hingga Maret 2021," beber Pandra.
Dikatakan Pandra, penerbitan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyelidikan (SPDP) terhadap 4 LP itu juga telah diteruskan kepada Kejaksaan Tinggi Lampung, Kapolri C.Q Kabagreskrim Polri, dan KPK RI, yang kemudian ditembuskan ke terlapor.
Kasus ini, kata Pandra, bukan hanya dimonitor di lingkungan Polri, namun juga di instansi Kejaksaan dan KPK.
"Nanti, KPK RI akan datang ke Polda Lampung, untuk koordinasi dan supervisi di tanggal 22 April 2021," ucapnya.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Lampung Kombes Pol Mestron Siboro mengatakan, dalam kasus ini, Polda Lampung telah memeriksa sebanyak 54 orang, terdiri dari berbagai pihak terkait, termasuk turut memintai keterangan para ahli.
"Kita melibatkan Ahli Teknik Konstruksi dari Politeknik Negeri Bandung, Ahli Hukum Pindana UI, dan Ahli Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)," imbuh Siboro.
Siboro melanjutkan, pengembalian kerugian negara sebesar Rp10 miliar tersebut terbagi dalam 4 tahap yakni tahap I sebesar Rp3 M pada tanggal 6 April 2021, tahap II Rp3 M pada 7 April 2021, dan tahap III serta IV dilakukan di 8 April 2021 yang nilainya masing-masing Rp 3 dan Rp1 M.
Menurutnya, penitipan atau pengembalian kerugian keuangan negara merupakan bagian peran penyidik, yang dilakukan pimpinan PT UMR sebagi salah satu bentuk kesadaran aktif. Namun, jika terdapat kekurangan dalam pengembalian tersebut, perusahaan berkewajiban memenuhinya.
"Berlaku juga sebaliknya, apabila ada kelebihan maka akan dikembalikan pada pimpinan perusahaan. Namun tetap, pengembalian ini tidak akan menghapus pidana para pelaku Tipikor," jelas Siboro.
Dia menambahkan, seiring menunggu hasil penghitungan kerugian negara dari BPK RI, tim penyidik dalam tempo yang tidak terlalu lama, akan menerapkan tersangka melalui mekanisme gelar perkara.
Siboro mengungkapkan, penetapan tersangka bisa lebih dari 4 orang, tergantung sejauh mana peranannya dalam aksi Tipikor, berdasarkan fakta dan bukti yang ditemukan di lapangan.
Dilanjutkannya, dalam penanganan perkara ini, penyidik menerapkan Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1991, yang telah dirubah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke KUHPidana.
"Pasal 2 (1), para pelaku bisa dipidana dengan hukuman penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun penjara dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. Sementara Pasal 3, hukumannya penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp50 juta," pungkas Siboro. (*)
Laporan: Ira.
Editor: M Furqon.
Editor: Harian Momentum