Pendapatan Anjlok Hutang Menumpuk, Walikota Eva Terdampak Rezim Terdahulu

img
Kantor Pemerintah Kota (Pemkot) Bandarlampung beberapa waktu lalu. Foto: Vino AW

MOMENTUM, Bandarlampung-- Rendahnya realisasi pendapatan daerah Kota Bandarlampung merupakan dampak keuangan rezim sebelumnya.

Hal itu disampaikan Akademisi Fakultas Ekonomi Universitas Lampung Usep
Syaifudin, menanggapi rendahnya realisasi pendapatan Kota Bandarlampung.

Hingga akhirnya pendapatan Kota Tapis Berseri yang saat ini dinakhodai oleh Eva Dwiana menempati urutan tiga terbawah se-Indonesia.

Baca Juga: Miris, Pendapatan Pemkot Terendah Nomor Tiga di Indonesia

Menurut dia, Eva menjadi korban dari kebijakan rezim sebelumnya.

“Ini merupakan dampak keuangan dari sebelumnya, karena data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), bahwa keuangan Bandarlampung 2020 itu hanya mendapatkan opini wajar dengan pengecualian (WDP),” kata Usep kepada harianmomentum.com, Senin (10-1-2022).

Baca Juga: Memalukan, KPKAD Minta Walikota Evaluasi Aparaturnya

Menurut dia, ketika BPK memberikan opini WDP, artinya terdapat temuan yang bersifat material dan substansi terkait pengelolaan keuangan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bandarlampung.

“Saya menduga, ada beberapa faktor yang perlu dikaji lebih dalam yang menyebabkan realisasi pendapatan bisa rendah,” sebutnya.

Dia menerangkan, rendahnya realisasi pendapatan itu akan berpengaruh terhadap realisasi belanja, lantaran penerimaannya di
bawah target.

“Jika pemkot tetap ngotot berbelanja tanpa berkaca dari realisasi pendapatan, maka diprediksi akan berhutang,” terangnya.

Meski demikian, dia meminta Pemkot Bandarlampung agar tidak menyalahkan pandemi corona virus disease 2019 (covid-19), terkait rendahnya realisasi pendapatan tersebut.

“Karena yang mengalami pandemi bukan hanya Bandarlampung, tapi seluruh Indonesia bahkan dunia mengalami hal serupa. Begitu juga soal refocusing, semua daerah juga refocusing,” jelasnya.

Karena itu, Usep menyarankan Pemkot Bandarlampung agar realistis dalam
memproyeksikan pendapatan dan penerimaan daerah, harus berdasarkan potensi.

“Kemudian, melakukan efisiensi belanja. Jangan bernafsu untuk belanja besar, sementara kekuatan keuangan terbatas,” pintanya.

Lebih baik, Pemkot memfokuskan terhadap urusan yang wajib, seperti persoalan pelayanan dasar dan mendesak yang benar-benar membutuhkan dengan segera.

“Jadi jangan hanya mengejar proyek yang akhirnya memberatkan keuangan pemkot,” ujarnya.

Lalu, pemkot diminta melakukan analisis mendalam terhadap kemungkinan faktor-faktor yang memicu keuangan menjadi rendah.

“Artinya tinggal bagaimana orang-orang yang terlibat dalam pengelolaan keuangan agar melakukan upaya terbaik, guna menjaga dan
mengelola keuangan daerah tetap stabil,” harapnya.

Anehnya, Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kota Bandarlampung terkesan bungkam, terkait rendahnya realisasi pendapatan.

Berulang kali Yanwardi saat dikonfirmasi wartawan, tidak pernah merespon. Saat
dihubungi melalui sambungan telepon ke nomor 0813-6904-XXXX tidak menjawab. (**)

Laporan: Vino Anggi Wijaya

Editor: Agung DW






Editor: Harian Momentum





Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos