MOMENTUM, Bandarlampung--Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandarlampung akan mengajukan banding atas vonis tiga terdakwa korupsi retribusi sampah Kota Bandarlampung.
Vonis hakim lebih tinggi dibandingkan tuntutan jaksa terhadap Sahriwansah, mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bandarlampung.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang, menjatuhkan pidana selama enam tahun dan denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan.
Majelis hakim berpendapat perbuatan korupsi terdakwa Sahriwansah melanggar Pasal 2 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi. Vonis ini sesuai dengan dakwaan primer jaksa.
Sedangkan Jaksa menuntut Sahriwansah selama 2,6 tahun penjara. Dalam tuntutan itu Jaksa menyatakan terdakwa melanggar Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Korupsi sebagaimana dakwaan primer kedua.
Kepala Seksi Bidang Tindak Pidana Khusus (Kasipidsus) Kejari Bandarlampung, Hasan Basri menyampaikan, pihaknya segera mendaftarkan banding ke Pengadilan Tinggi Tanjungkarang.
Banding tersebut untuk perkara korupsi retribusi sampah DLH setempat, kepada tiga berkas perkara terdakwa Sahriwansah, Haris Fadillah dan Hayati.
"Ya, Jaksa banding putusan perkara korupsi DLH Bandarlampung. Pasal dalam tuntutan beda dengan Pasal pada putusan Hakim," kata Hasan, kepada wartawan, Rabu 27-9-2023.
Dalam tuntutannya, Jaksa meminta Majelis Hakim untuk menjerat para terdakwa tersebut, menggunakan Pasal 3 Undang-undang Tipikor. Sesuai dengan dakwaan ke dua mereka.
Namun pada putusannya, Hakim menilai Sahriwansah, Haris Fadillah dan Hayati, lebih tepat dijatuhi hukuman sesuai dengan yang diatur dan diancam pada Pasal 2 Ayat (1) UU Tipikor. Sesuai dakwaan Primair Jaksa.
Penerapan pasal berbeda dari tuntutan Jaksa pada putusannya itu, disebut berdasarkan beberapa pertimbangan, diantaranya Hakim menilai perbuatan ketiga terdakwa mengakibatkan kerugian negara melebihi Rp200 juta.
Maka dianggap telah berkesesuaian dengan Rumusan Hukum kamar pidana Mahkamah Agung Republik Indonesia, tahun 2018. Sehingga ketiganya dinyatakan memenuhi syarat untuk dijerat menggunakan Pasal 2 Ayat (1) UU Tipikor.
Disebutkan, sesuai Yurisprudensi Mahkamah Agung. Dan rumusan hukum rapat pleno kamar pidana Mahkamah Agung RI Tahun 2018 huruf F. Jika jumlah kerugian negara di atas Rp200 juta, dapat diterapkan Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 3 tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, ucap Hakim dalam pertimbangannya.
Maka dalam putusan akhirnya, Majelis Hakim memutuskan menjatuhkan vonis penjara terhadap Sahriwansah selama enam tahun, dengan denda Rp300 juta subsidair enam bulan bui.
Kemudian, membayar sejumlah Uang Pengganti senilai total, Rp4.395.800.000. Dikurangi uang yang telahdikembikan, sebanhak Rp2.695.200.000.
Sehingga, sisa kewajiban yang harus dibayarkan s Rp1.700.600.000 subsider pidana penjara selama satu tahun.
Kepada terdakwa Haris Fadillah, Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara selama empat tahun, denda Rp200 juta subsidair empat bulan kurungan penjara.
Kemudian, wajib membayar uang pengganti sejumlah Rp416 juta, dikurangi sebagian uang pengembalian sebesar Rp76 juta, sehingga tersisa kewajiban sebanyak Rp340 juta. Subsidair satu tahun penjara.
Terdakwa Hayati, Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara selama lima tahun. Pidana denda sebesar Rp200 juta, subsidair empat bulan penjara.
Tidak hanya itu, Hayati turut dijatuhi hukuman wajib membayar uang pengganti sebesar Rp984.650.000.
Dikurangi sebagian uang yang dipulangkan ke kas negara sebanyak Rp108 juta. Sehingga tersisa uang yang wajiban untuk dipulangkan oleh Hayati sebesar Rp876.650.000. Subsidair satu tahun dan enam bulan kurungan penjara. (*)
Editor: Muhammad Furqon