Debat Perdana Pilgub Lampung Kurang Gereget

img
Prosesi saat debat publik perdana Pilgub Lampung 2024. Foto: Ikhsan

MOMENTUM, Bandarlampung--Debat perdana dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Lampung yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Bandarlampung, Ahad 13 Oktober 2024, banyak pihak yang menilai negatif, tidak menarik, dan jauh dari performa debat calon pemimpin.  

Akademisi Universitas Lampung M Iwan Satriawan,  menilai debat pertama Pilgub Lampung tersebut tidak menarik dan lebih banyak segmen pemaparan visi-misi calon.

Menurut Iwan, tidak sesuai dengan judul acara ”Debat Publik” yang seharusnya banyak terjadi dialog dua arah, dari masing-masing pasangan calon.

Iwan mengatakan, esensi debat yang diharapkan masyarakat belum tercapai. Adu gagasan yang bisa menjadi warna dalam debat pun tak nampak kehadirannya.

“Debat pertama ini seperti main-main. Pertama dari sisi peserta, sangat sedikit sekali interaksinya. Malah kaya debatnya anak SMA, bukan debat seorang calon pemimpin,” jelas kepada harianmomentum.com, Senin (14-10-2024).

Dia juga menilai KPU dinilai kurang serius dalam menyelenggarakan depat tersebut. “Mungkin ini karena berbarengan dengan seleksi anggota KPU periode 2024-2029. Sehingga KPU tidak konsentrasi penuh untuk mengawasi jajarannya dalam persiapan pelaksanaan debat,” jelasnya.

“Ketika panitia inti saja tidak teliti, maka hal-hal teknis akan banyak kekurangan. Mungkin seperti mic yang tersendat, penempatan tribun penonton itu kan hal penting yang harus diperhatikan,” imbuhnya.

Iwan menyampaikan, ada hal yang juga menjadikan esensi debat tak sempurna. Yaitu, pemilihan moderator yang mumpuni. Selain itu, substansi debat yang seharusnya saling serang gagasan bahkan sama sekali tidak terjadi. 

“Substansi ini sangat penting. Kedua paslon itu sepertinya saling menjaga diri, tidak mau menyerang,” bebernya.

Padahal, lanjut dia, semua kandidat bisa saling menyerang dalam bentuk kritik dan kinerja dari masing-masing jabatan para calon sebelumnya.

“Seperti Mirza, kan bisa mengomentari soal infrastuktur pada masa kepemimpinan Arinal. Kemudian Arinal menyanggah dengan peran Mirza pada saat menjadi anggota DPRD, kan suasana debat akan hidup itu,” tuturnya.

“Kan tidak semua kewenangan pemerintah daerah bisa dikerjakan pemerintah pusat. Kalau memang semua bisa diselesaikan pemerintah pusat ya sekalian saja presiden suruh jadi gubernur atau walikota. Kan seperti itu,” timpalnya.

Menurutnya, yang telah dilakukan oleh kedua paslon bukanlah debat. Alih-alih hanyalah penyampaian visi-misi.

“Semalam itu bukan debat, hanya diskusi biasa. Karena ga ada yang berani menyerang. Saya lihat juga moderator sudah kecapean dengan waktu 2,5 jam itu, jadi ga bisa menggali agar kedua paslon itu saling menyerang,” urainya.

Ia menyebut, banyak hal yang membuat prosesi debat kurang menarik.

“Seharusnya, kalau mau menang itu ya paslon harus saling serang. Sehingga, debat juga tidak berjalan landai,” ujarnya.

Soal pertanyaan dari panelis, M Iwan Satriawan mengatakan, pertanyaan yang dirumuskan sudah cukup mendalam. Hanya saja, isu terkait Kotabaru dan Lampung bakal menjadi tuan rumah PON terlewatkan.

“Pertanyaan dari panelis sudah cukup mewakili, dan saya tidak meragukan kemampuan mereka. Termasuk terkait peningkatan ekonomi yang berkaitan dengan infrastuktur, begitu juga sebaliknya,” kata Iwan.

“Kalau tidak salah yang terlewatkan itu soal infrastuktur Kotabaru, dan wacana Lampung akan menjadi tuan rumah PON nah itukan bagaimana persiapan infrastukturnya. Sebenernya itu yang menarik,” imbuhnya.

Terakhir, dia berharap, debat yang kedua dan ketiga nanti prosesinya tidak hanya sebatas menggugurkan kewajiban tahapan kampanye.

“Saya berharap komisioner KPU dan jajarannya saling mawas diri. Memang biasanya debat pertama masih terbilang gagap. Dan kalau boleh saran, debatnya pindah jangan di Novotel lagi, atau mencari tempat yang lainnya. Kemudian untuk dicarikan moderator yang lebih aktif,” tutupnya.

Tak hanya itu, sederet catatan juga mengalir dari Pengamat dan Akademisi Universitas Bandar Lampung Rifandy Ritonga.

Rifandy mengatakan, debat perdana calon gubernur dan wakil gubernur Lampung tidak menunjukkan dinamika perdebatan substansial.

“Terkait hasil debat perdana calon gubernur dan wakil gubernur Lampung yang tidak menunjukkan dinamika perdebatan substansial, kondisi ini menggambarkan debat yang kurang efektif sebagai forum diskusi kritis,” kata Fandy.

Ia menyebut, debat hanya mengaminkan gagasan masingmasing kandidat.

“Jadi hanya mengaminkan gagasan tanpa saling menguji argumen berpotensi mereduksi nilai demokratisasi yang diharapkan dari debat tersebut,” ungkapnya.

Menurutnya, debat seharusnya menjadi arena pembuktian kompetensi melalui adu gagasan yang tajam dan berbasis data. 

“Untuk debat ke depan, diharapkan bisa menyuguhkan pertanyaan yang lebih menantang serta respons yang saling menguji, bukan hanya memaparkan visi tanpa kritik atau evaluasi,” harapnya. (***)






Editor: Muhammad Furqon





Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos