Harianmomentum.com--Universitas
Lampung (Unila) bekerja sama Universitas Pertahanan (Unhan) menggelar Seminar
Nasional Pertahanan dan Bela Negara. Kegiatan berlangsung di ruang sidang
lantai II Gedung Rektorat kampus setempat.
Seperti dilasir laman
Unila, Kamis (1/3), seminar dibuka oleh Rektor Unila Prof Hasriadi Mat Akin dan
dihadiri Rektor Unhan Mayjen TNI Dr Yoedhi Swastanto sebagai salah satu
narasumber kegiatan tersbeut.
Dalam paparannya, Yoedhi
menyebutkan, bela negara merupakan suatu upaya membangun karakter bangsa. Bela
negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai kecintaannya terhadap
negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD tahun
1945.
Ada lima unsur pokok
dalam bela negara, yakni kecintaan terhadap tanah air, bagaimana kecintaan
terhadap berbangsa dan bernegara; keyakinan kita bahwa Pancasila adalah ideologi
negara, serta rela berkorban untuk bangsa dan negara. Semuanya terformulasi
sebagai kemampuan bela negara.
“Jika kita memiliki
sikap bela negara yang kuat, ancaman dalam bentuk apapun, baik yang nyata
maupun yang belum nyata, kita akan mampu mendeteksi, melihat cepat sedini
mungkin potensi-potensi ancaman tersebut. Sehingga kita dapat mengambil
langkah-langkah atau upaya apa yang harus kita terapkan,” kata Yoedhi.
Selain Rektor Unhan,
panitia seminar bela negara menghadirkan dua pembicara lain, yakni Wakil Rektor
Bidang Akademik Unila Prof H Bujang Rahman dan Dekan Fakultas Teknologi
Pertahanan Unhan Dr Romie Oktavianus Bura.
Pada kesempatan itu,
Romie memaparkan materi bertajuk Pertahanan dan Bela Negara dari Perspektif
Teknologi Pertahanan.
Dalam presentasinya itu,
ia mengambil contoh kecintaan terhadap negara seperti yang dilakukan masyarakat
Korea Selatan. Setiap pemuda di Korea Selatan, kata dia, apapun profesinya
harus mengikuti wajib militer.
Romie mengatakan, pemuda
Korea Selatan itu harus mengikuti wajib militer karena mereka secara
technically masih dalam perang. Korea Selatan dan Korea Utara tidak pernah
menandatangani perjanjian damai.
“Sekarang baru genjatan
senjata. Sehingga setiap saat mereka harus siap untuk berperang. Itulah wujud
bela negara mereka,” ujarnya.
Romie melanjutkan,
mewujudkan dan memantapkan kesadaran bela negara adalah bagian dari tujuan
pertahanan negara. Bagian dari unsur pertahanan negara adalah mewujudkan
industri pertahanan yang kuat, mandiri dan berdaya saing.
“Mandiri artinya, kita
mampu mewujudkan alutsista, bukan hanya buat sendiri, tapi juga kuat dan
berdaya saing. Untuk mewujudkan industri pertahanan yang kuat, mandiri, dan
berdaya saing, kita perlu memiliki kemampuan dalam mengembangkan teknologi tertahanan,”
jelasnya.
Beberapa hasil industri
pertahanan Indonesia di antaranya Maritime Patrol Aircraft Cn-235 yang
diproduksi oleh PT Dirgantara Indonesia, Kapal Perusak Kawal Rudal (PKR) yang
dibuat oleh PT PAL, dan Kapal Cepat Rudal (KCR) yang dibuat PT PAL.
Saat ini industri
pertahanan harus berinovasi agar tidak hanya mandiri namun berdaya saing. Hal
itu membutuhkan penelitian yang dalam hal ini mampu dicapai oleh Perguruan
Tinggi. Terlebih saat ini penelitian di bidang teknologi pertahanan masih sedikit
di Perguruan Tinggi. Padahal kebutuhan sumberdaya manusia maupun teknologi
pertahanan sangat besar untuk memunuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor.
“Untuk memenuhi hal itu
setiap pihak memiliki tanggung jawab masing-masing. Universitas bertanggung jawab
mengembangkan core teknologi atau teknologi inti, litbang mengembangkan
fundamental teknologi, kalau sudah selesai bisa dikembangkan di badan-badan
litbang di indonesia seperti LAPAN dan sebagainya,” ujar Romie.
Di kesempatan yang sama,
Bujang Rahman memaparkan materi dengan tema Penguatan Bela Negara. Menurutnya,
konsep bela negara diawali dengan sikap menjadi tekat dan berwujud perilaku
cinta tanah air. “Intensitas tekat untuk membela negara itu terkait dengan
volume kecintaannya terhadap negara itu,” katanya.
Strategi keamanan yang
akan menggambarkan kecintaan seseorang terhadap negara ini tidak lagi dapat
didekati dengan strategi global tetapi strategi mikro.
“Bagaimana strategi
pengamanan ini harus sampai pada titik yang paling bawah, yaitu pada individu.
Selama rakyat merasa tidak aman dalam hidupnya, selama itu intensitas
kecintaannya terhadap negara akan melemah. Kedua, ketegasan dan kepastian
penegakan hukum,” pungkasnya.
Seminar ini diikuti puluhan peserta yang berasal dari mahasiswa Unhan, mahasiswa Unila, dan sejumlah dosen Unila.(*/red)
Editor: Harian Momentum