Harianmomentum.com--Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Lampung dalam tiga tahun terakhir trennya terus mengalami penurunan. Kesbangpol Lampung akan membentuk kelompok kerja (pokja) dalam upaya meningkatkan IDI.
“Meskipun kinerja ASN akan lebih turun lagi di tahun politik ini, tetapi
kondisi ini jangan dijadikan pengaruh," kata Kepala Bidang Politik Dalam
Negeri Badan Kesbangpol Lampung Sukiran, Selasa, 15 Mei 2018.
Sukiran menyebutkan, ada beberapa faktor penentu turunnya IDI, misalnya
dari kelembagaan demokrasi, petugas sipil dan meningkatnya demontrasi di tahun
politik ini.
Untuk itu, Sukiran meminta untuk lebih proaktif baik instansi terkait
atau lembaga, agar lebih eksis dan tidak bertumpu pada ada atau tidaknya
anggaran.
“Kalau dari anggaran kan terbatas. Jadi dari pokja ini kita sepakat
bersama sama agar Lampung lebih maju,” jelasnya.
Terkait teknisnya, Sukiran mengungkapkan, bahwa Pokja yang diketuai Sekretaris
Daerah ini akan terus berjalan dan menunjukkan eksistensinya di publik dalam
mengenali IDI.
Dikatakannya, dalam tahun politik ini menjadi kehawatiran bersama jika
kondisi IDI masih menurun dikarenakan efek lain seperti demokrasi yang anarkis.
Sementara terkait wacana mengikutsertakan penggiat demokrasi pada Pokja IDI
akan dikaji agar semakin baik.
“Berdasarkan data BPS Provinsi Lampung, kondisi nilai IDI di Provinsi
Lampung sejak 2014 sampai 2016 trennya terus menurun hingga pada tahun 2016
berada di poin 61,00 dengan kategori sedang,” ungkap Sukiran.
Sementara pengamat kebijakan publik dari Universitas Lampung Dedy
Hermawan mengungkapkan, data yang tiap tahun dirilis oleh Badan Pusat Statistik
(BPS) Provinsi Lampung tentang kondisi IDI seperti tak dihiraukan Pemerintah
Provinsi (Pemprov) Lampung.
"Data BPS tentang nilai IDI yang terus terjun bebas tiga tahun ini
pun mungkin gak dibaca oleh Gubernur, Kapolda, partai politik, komisi I juga
gak ngebaca betapa mirisnya kondisi IDI di Lampung. Ini sebenarnya harus
direspon, kalau bisa panik seperti tingginya inflasi ekonomi, tapi ini gak
terbangun kepanikannya, kita gak menjadi negara yang antisipatif. Sensifitas
dari pemerintah gak ada, padahal kondisi seperti ini membahayakan stabilitas
masyarakat," jelas Dedy.
Kurangnya kepekaan pemerintah terhadap kondisi IDI saat ini menjadi
kendala bagi Pokja dalam efektifitas mengawal agar IDI ini menjadi maindset
seluruh stakeholder di Provinsi Lampung.
Sehingga menurutnya, jika kepekaan ini terbangun dari seluruh
stakeholder, secara perlahan prilakunya akan mengarah pada perbaikan demokrasi
di Lampung.
Dia berharap, penurunan kondisi IDI yang terbagi dari tiga aspek seperti
kebebasan sipil, lembaga demokrasi, dan hak-hak politik bisa menjadi catatan
seluruh elemen lembaga dan masyarakat.
Karena jika seluruh pihak mengabaikan informasi IDI ini, maka akan
menuju sebuah kondisi demokrasi yang semakin buruk yang pada ujungnya nanti
bisa menimbulkan kegaduhan, dan berdampak pada kondisi sosial, politik,
ekonomi, budaya.
Dari itu, Dedy mendorong anggota Pokja berinisiatif untuk berkomunikasi
dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) agar
menunjukkan eksistensinya di masyarakat.
"Memang kita gak boleh berhenti, saya pernah mengajukan ini menjadi
sebuah gerakan yang tak bergantung pada surat keputusan (SK) dan anggaran
dengen mengikutsertakan pekerja sosial. Namun Pokja yang merupakan gabungan
dari beberapa lembaga ini memiliki pemikiran yang berbeda-beda, yang memiliki
berbagai macam background sosial dan struktural," tandasnya. (ira)
Editor: Harian Momentum