MOMENTUM, Kotabumi--Rencana Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang didengungkan sejumlah fraksi di DPR RI, terus menuai prokontra. Termasuk di daerah.
Ketidak setujuan atas revisi undang-undant tersebut, salah satunya disampaikan akademisi di Kabupaten Lampung Utara (Lampura) Suwardi, SH., MH.
Dekan Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial (FHIS) Universitas Muhammadiyah Kotabumi (UMKO) itu melayangkan surat kepada Presiden dan DPR-RI. Surat tersebut meminta presiden dan DPR-RI mempertimbangkan revisi UU KPK, karena dinilai akan mengkebiri kewenangan lembaga antirasuah tersebut.
Menurut Suwardi, ada sepuluh alasan mengapa RUU perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK harus dihentikan: pertama dapat mengacam indepedensi KPK, penyadapan dipersulit dan dibatasi. Adanya dewan pengawas yang dipilih DPR, sumber penyidik dan penyidik dibatasi dan penuntutan perkara korupsi harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung.
Kemudian: perkara yang menjadi perhatian publik tidak lagi masuk kriteria, kewenangan pengambilalihan perkara dipenuntutan dipangkas, kewenangan-kewenangan strategis pada proses penuntutan dihilangkan. KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan dan kewenangan mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas.
Suwardi mengatakan, jika sampai RUU tersebut disahkan menjadi undang-undang, maka keberadaan KPK tidak ubahnya seperti lembaga-lembaga penegak hukum lainnya yang cenderung tidak bekerja dengan leluasa dalam memberantas korupsi. Padahal, penanganan kasus korupsi haruslah lebih khusus dan ekstra dari penanganan-penanganan kasus lainnya.
“Kalau sampai itu terjadi, pemerintahan yang sekarang sama saja membunuh KPK. Karena KPK dipereteli, kaki, tangannya jadi enggak ada fungsinya lagi," kata Suwardi pada Harianmomentum.com, Selasa (10-9-2019).
Untuk itu lanjut dia, masih ada harapan karena saat ini, revisi UU KPK baru menjadi RUU inisiatif DPR yang telah disahkan dalam rapat paripurna. Artinya, masih perlu respons presiden untuk membahas revisi RUU tersebut.
"Jika presiden tidak menerbitkan surat presiden untuk DPR, supaya melakukan pembahasan revisi undang-undang, maka pembahasan itu akan terhenti. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam UUD 1945 Pasal 20. Saya yakin dengan komitmen Presiden untuk memperkuat KPK, bukan sebaliknya," harapnya. (ysn)
Editor: Harian Momentum