MOMENTUM, Liwa--Paksi Pak Sekala Brak adalah kerajaan adat di Provinsi Lampung. Secara adminstratif kepemerintahan saat ini, lokasi Kerajaan adat Paksi Pak Sekala Brak berada di wilayah Kabupaten Lampung Barat.
Sesuai namanya, kerajaan adat Paksi Pak (empat paksi) Sekala Brak terdiri empat paksi yang masing-masing dipimpin seorang sultan: Paksi Buay Pernong, Paksi Buay Belenguh, Paksi Buay Bejalan Diway dan Paksi Buay Nyerupa.
Saat ini, Paksi Buay Pernong dipimpin Paduka Yang Mulia Saibatin Peniakan Dalom Beliau Pangeran Edward Syah Pernong gelar Sultan Sekala Brak Yang Dipertuan Ke-23 yang bertahta di Gedung Dalom (istana/keraton), Batubrak.
Paksi Buay Belunguh dipimpin Peniakan Dalom Beliau Yanuar Firmansya gelar Suttan Junjungan Sakti, bertahta di Gedung Dalom, Kenali.
Paksi Buay Nyerupa dipimpin Peniakan Dalom Beliau Salman Parsi gelar Sultan Piekulun Jayadiningrat, bertahta di Gedung Dalom, Tampaksiring, Sukau. Paksi Buay Bejalan Diway dipimpin Paduka Yang Mulia Suttan Jaya Kesuma IV Salayar Akbar gelar Suttan Sekala Bekhak XX, bertahta di Gedung Dalom, Kembahang.
Secara geografis, kerajaan Paksi Pak Sekala Brak berada di tanoh unggak/lambung yang dalam bahasa Indonesia berarti dataran tinggi. Kawasan dataran tinggi tersebut diapit tiga gunung: Pesagi, Seminung dan Gunung Tanggmus. Sebagain besara masyarakat Lampung menyakini dataran tinggi sekala berak merupakan tempat asal-usul moyang suku Lampung.
Kerajaan Sekala Brak dianggap sebagai simbol peradaban, kebudayaan dan eksistensi Orang Lampung. Penyebutan nama Lampung diperkirakan berasal dari kata Anjak Lambung. Dalam bahasa Indonesia kata Anjal Lambung bisa diartikan dari dataran tinggi, yakni kawasan Gunung Pesagi yang merupakan puncak tertinggi di Provinsi Lampung.
Jauh sebelum peradaban Islam masuk, konon disebutkan kerjaan Sekala Brak dihuni Suku atau Buay Tumi. Suku tersebut menganut kepercayaan Hindu Bairawa. Mereka mengagungkan sebatang pohon keramat yang memilik dua cabang berbeda. Satu cabang nangka dan satu cabang lainya berupa kayu sebuku (kayu bergetah). Pohon yang dikeramatkan itu disebut Belasa Kepampang.
Konon bila seseorang menyentuh getah cabang sebukau, dia bisa terkena penyakit kulit. Penyakit itu hanya bisa disembuhkan dengan getah dari cabang nangka di pohon tersebut.
Saat peradaban Islam menguasai Sekala Brak, pohon Belasa Kepampang ditebang dan kayunya dipergunakan untuk membuat Pepadun.
Pepadun adalah singgasana Raja yang hanya boleh digunakan atau diduduki pada saat penobatan Sultan Sekala Brak beserta keturunannya. Tumbangnya pohon Belasa Kepampang menandai runtuhnya kekuasaan suku Tumi sekaligus musnahnya aliran animisme di Bumi Sekala Brak.
Sekala Brak pada Zaman Islam (Masa Kepaksian)
Sebagaimana diriwayatkan dalam Tambo masuknya ajaran Islam di Bumi Sekala Brak dibawa oleh Umpu Ngegalang Paksi beserta empat putranya yang berasal dari Pagaruyung. Keempat putra Umpu Negegalang Paksi itu: Umpu Belunguh, Umpu Pernong (Pak Lang), Umpu Bejalan Diway (Inder Gajah) dan Umpu Nyerupa (Sikin).
Keempat umpu tersebut dibantu seorang putri Sekala Brak yang berjuluk Si Bulan atau Putri Bulan. Diperkirakan, nama asli Putri Bulan adalah Indrawati yang kelak menjadi salah satu leluhur suku Lampung Tulangbawang (Karzi, 2007).
Umpu berasal dari kata “Ampu” sebutan bagi anak Raja di Kerajaan Pagaruyung. Kerajaan tersebut diperkirakan didirikan Adityawarman pada tahun 1347 masehi. Awalnya kelurga kerajaan Pagaruyung dan penduduknya memeluk agama Hindu yang kemudin beralih memeluk Islam.
Sebagai penguasa baru di Sekala Brak, empat umpu dari Pagaruyung tersebut membagi wilayah kekuasan masing-masing dengan kedudukan sama atau sederajat.
Sedangkan Putri Bulan yang membantu para Umpu tersebut diberi wilayah kekuasaan di kawasan Cenggikhing Way Nekhima. Namun, Putri Bulan memutuskan tidak tinggal di Sekala Brak, maka kawasan Cenggikhing Way Nekhima dimasukkan ke dalam wilayah Kepaksian Pernong.
Untuk menghindari perselisihan diantara empat Kepaksian tersebut, maka atas kesepakatan bersama Pepadun yang dibuat dari pohon Belasa Kepampang dititipkan kepada Buay Benyata yang berkedudukan di Pekon Luas.
Apa bila salah satu dari empat kepaksian memerlukan Pepadun”untuk penobatan, dapat mengambilnya pada Buay Benyata dan setelah selesai harus dikembalikan lagi.
Seiring perjalanan waktu, perselisihan justeru terjadi pada keturunan Buay Benyata. Pada tahun 1939 sejumlah keturunan Buay Benyata memperebutkan hak menyimpan Pepadun tersebut.
Untuk mengatasi perselisihan itu, maka atas kesepakatan kerapatan adat dengan persetujuan empat Paksi Sekala Brak dan diketahui oleh Residen yang mewakil Pemerintah Kolonial Belanda, diputuskan untuk sementara Pepadun disimpan oleh keturunan langsung dari Umpu Belunguh, sampai ada keputusan pasti.
Hingga saat ini, Pepadun tersebut tersimpan di “Gedung Dalom” (istana) Kepaksian Belunguh di Pekon Kenali, Lampung Barat.
Paksi Pak Sekala Brak Masa Kini
Eksistensi Kerajaan Sekala Brak, tetap lestari hingga saat ini. Sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Kerajaan Paksi Pak Sekala Brak tidak lagi memegang tampuk pemerintahan. Paksi Pak Sekla Brak menjadi kerajaan adat yang menjadi bagian dari NKRI.
Bukti-bukti esksitensi Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak masih sangat jelas, antara lain: batas-batas wilaya, Gedung Dalom atau istana/keraton masih berdiri tegak. Pemanohan atau pusaka-pusaka kerajaan juga masih terpelihara. Begitu juga dengan lambang atau panji-panji masing-masing Kepaksian tetap terjaga.
Saibatin sebagai pucuk pimpinan juga tetap eksis mengatur struktur pemerintahan dan prosesi adat. Terpenting, pengakuan, pengabdian dan kesetiaan dari masyarakat adat pun tetap terpelihara dengan baik. Itu dibuktikan dengan adanya iyukh sumbai, sehingga tidak ada seorang pun anggota masyarakat adat yang tidak jelas identitasnya. Hubungan setiap komunitas adat dengan Gedung Dalom juga masih bisa ditelusuri dengan baik dan jelas.
Masing-masing Paksi dipimpin oleh Saibatin yang bergelar Sultan. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, keempat Saibatin/Sultan di Paksi Pak Sekala Brak mempunyai derajat yang sama dan saling menghormati, sehingga terjagalah keharmonisan di antara mereka.
Kata Saibatin dimaknai sebagai Satu Orang Pemilik. Saibatin Kedau Adat/pemilik adat, Saibatin Kedau Harkat/pemilik harkat. Saibatin Kedau Derajat/pemilik derajat. Saibatin Kedau Rakyat/pemilik rakyat, Saibatin Kedau Pemanohan/pemilik pusaka, Saibatin Kedau Pepaduan/pemilik singgasana. Saibatin Kedau Bumi Keratuan/ pemilik wilayah kerajaan, Saibatin Mejong Dihejongan/menduduki tahta.
Gelar Sultan hanya untuk Saibatin. Melekat pula pada gelar Sultan adalah Dalom dan Pangeran. Sedangkan Permaisuri Saibatin bergelar Ratu. Kemudian dalam stratifikasi gelar yang berkait dengan jabatan (struktur) adat dalam masyarakat berturut-turut sebagai berikut: Sultan, Raja, Batin, Radin, Minak, Kemas, dan Mas.
Tutur/panggilan kemuliaan bagi Saibatin/Sultan adalah Peniakan Dalom Beliau. Namun, dalam keseharian sering disingkat Pun Beliau atau Pun.
Masyarakat adat Saibatin Lampung terkristalisasi ke dalam tiga wadah: Paksi atau Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak dengan penguasa tertingginya bergelar Sultan. Wadah kedua adalah Marga yaitu lembaga adat yang terbentuk, kemudian dilakukan penguatan dalam rangka mengakomodir kebutuhan adat masyarakat yang terus menyebar (ngebujakh mawat miccakh). Penguasa tertinggi Marga bergelar Suntan atau Suttan.
Bandakh yaitu lembaga atau wadah bernaung masyarakat adat yang berada disepanjang pesisir pantai mulai dari Pesisir Barat, Pesisir Semaka, Pesisir Telukbetung hingga Pesisir Wayhandak (Kalianda). Penguasa tertinggi Bandakh bergelar Pangeran atau Dalom. (**)
Penulis: Seem R Canggu
Editor: Munizar
Editor: Harian Momentum