MOMENTUM, Bandarlampung--Diduga bermasalah, Sari Rogo yakni rekanan pengembangan Agrowisata Universitas Lampung (Unila) dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung.
Laporan tersebut tertuang dalam surat bernomor 344/UN26/KU/2020 tertanggal 11 November 2020 yang ditandatangani Direktur Utama Badan Pengelola Usaha (BPU) Unila, Mustopa Endi Saputra Hasibuan terkait adanya indikasi tindak pidana korupsi sehingga menimbulkan merugikan keuangan negara.
Mustopa Endi mengatakan, kerugian yang dilaporkan tersebut berupa perjanjian kerja sama operasional, kerja sama sumberdaya manusia, dan manajemen pemanfaatan lahan kosong untuk Agrowisata Budidaya Melon dan semangka Nomor 174/UN26/KS/2020 dan Nomor 01/BK/VI/2020 antara Universitas Lampung dan Sari Rogo.
Menurut Endi, modus penyimpangan yang dilakukan yakni imbalan hasil kerja sama tidak disetorkan secara penuh ke rekening BNI KCP Unila atas nama RPL 017 BLU Unila.
"Terkait masalah ini, BPU Unila menerima laporan keuangan dari Sari Rogo dan telah melakukan evaluasi. Hasilnya, BPU Unila menilai laporan keuangan Sari Rogo tidak bisa diterima karena tidak didukung oleh data-data yang dapat divalidasi," ujar Mustopa Endi, Selasa (24-11).
Dia melanjutkan, BPU Unila juga menemukan pos pendapatan hasil kebun Agrowisata Unila yang dihitung oleh Sari Rogo menggunakan harga grosir, dengan rincian melon golden Rp8.000, melon honey/titanium Rp10.000, melon sky Rp5000, melon rock Rp7.000.
Padahal, kata Mustopa, berdasarkan catatan BPU Unila hasil tersebut dijual secara retail kepada konsumen dengan harga melon golden Rp20 ribu, melon honey/titanium Rp25 ribu, melon sky Rp15 ribu, dan melon rock Rp10 ribu.
Selain itu, lanjutnya, BPU Unila juga menemukan beberapa pos pendapatan yang belum dilaporkan Sari Rogo, seperti pos pendapatan penjualan melon/semangka yang bersumber bukan dari lahan kebun agrowisata Unila.
"Ini menyangkut keuangan negara. Nggak masuk akal Unila cuma kebagian bagi hasil Rp2,5 juta. Ada indikasi kecurangan dan rekayasa laporan penjualan," tutur Mustopa.
Mustopa memaparkan, nilai bagi hasil yang diterima Unila tersebut tidak sesuai lantaran lahan yang disediakan 1 hektare (ha), jumlah pengunjung sekitar 8.500 orang dengan tiket Rp10.000/orang dari berbagai kalangan, bahkan viral di sosmed (sosial media) karena pengunjung banyak memposting. Selain itu hasil panen sekitar 12 ton.
"Jelas gak masuk akal kalau Unila hanya dapat Rp2,5 juta. Berdasarkan perhitungan kami minimal Sari Rogo harus setor ke Unila sekitar Rp32 juta," terangnya.
Mustopa mengatakan, pihaknya sudah berulang kali meminta Sari Rogo agar memenuhi hak Unila sesuai perjanjian kerja sama. Namun Sari Rogo tidak pernah mengindahkannya.
"Bahkan kami sudah berulang meminta laporan keuangan yang sebenarnya, tapi tidak juga diberikan. Akhirnya kami putuskan untuk melaporkan masalah ini ke Kejati Lampung. Kita serahkan ke Kejati untuk menyelesaikannya," tegas Mustopa.
Menurut Mustopa, banyak tindakan yang menyebabkan cedera janji dalam kerjasama itu, seperti laporan keuangan yang tidak bisa kita validasi, adanya sumber pendapatan yang tidak dilaporkan, hingga besaran imbalan hasil kerja sama yang tidak sesuai kesepakatan.
Dikatakannya, laporan kepada Kejati telah dilakukan oleh BPU Unila ke Kejati Lampung pada pekan lalu dan diserahkan langsung kepada Asdatun (Asisten Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara) Kejati Lampung.
"Unila kan kerja sama dengan Kejati. Laporannya sudah saya serahkan langsung pada Asdatun, untuk selanjutnya akan dilimpahkan ke Pidsus atau Pidum ya saya ikut saja, karena ini kan terkait kerugian keuangan negara," ungkapnya.
Sementara saat dikonfirmasi, Kasi Penerangan Hukum Andrie W Setiawan mengaku belum menerima laporan terkait dugaan korupsi yang merugikan negara tersebut.
"Belum ada. Tapi nanti saya coba cek lagi," singkatnya.(iwd/awn)
Editor: Harian Momentum