KTH Agroforestri Ikut Jaga Kelestarian Hutan

img
Unit usaha koperasi karet milik Kelompok Tani Hutan Wanakarya Binaan Tahura Wan Abdurahman di Desa Bogorejo, Kecamatan Gedongtataan

MOMENTUM, Gedongtataan--Kelompok tani hutan (KTH) yang ada di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul Rachman, Kebupaten Pesawaran berperan dalam menjaga kelestarian kawasan hutan seluas 22 ribu hektare.

Selain mendapat manfaat dari berbagai tanaman bernilai ekonomi melalui pola tanam agroforestri (wana tani), kelompok itu juga berperan sebagai pelestari ekosistem hutan, keanekaragaman hayati serta mencegah pembalakan liar.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Tahura Wan Abdul Rachman Pesawaran, Eni Puspasari saat memantau desa penyangga kawasan Tahura Wan Abdurachan di Desa Bogorejo, Kecamatan Gedongtataan, Selasa (12-4-2022).

"Ada perubahan perilaku dan kondisi masyarakat khususnya di Bogorejo. Dahulu memang budaya bertani masyarakat hanya mengandalkan tanaman jenis palawija, dan membuka kawasan hutan untuk bercocok tanam jenis tersebut. Dampaknya, daerah serapan air menyusut karena penebangan hutan untuk pertanian," jelasnya.

Namun, kini hal itu telah berubah. Petani yang sejak 1960an mengandalkan hasil pertanian tumpang sari, kini dapat menikmati hasil yang lebih bernilai ekonomi dengan menerapkan agroforestri atau pertanian kehutanan.

"Melalui program pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) kami bersama unsur Dinas Kehutanan Provinsi Lampung terus mendorong masyarakat untuk menanam pohon bertajuk tinggi, guna menjadi tutupan dan menambah luasan hutan lindung," katanya.

Setidaknya terdapat 240 kepala keluarga yang tergabung dalam KTH Wanakarya, yang ada di Bogorejo, dengan luas garapan mencapai 232 hektare.

Selain mengelola hasil hutan dalam bentuk tanaman karet, kelompok tani itu juga berhasil membentuk koperasi yang menjadi wadah jual beli karet yang berasal dari kawasan hutan.

Ketua KTH Wanakarya Desa Bogorejo, Soni menyebut perhari koperasi itu menampung hingga satu ton karet basah dari para petani. Dengan asumsi harga mencapai Rp9 ribu per kilogram.

"Agroforestri dan Koperasi inilah yang banyak membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sejak 1960an keluarga kami memang sudah mengelola kawasan hutan, namun belum menerapkan pola pertanian seperti saat ini," katanya. (*)






Editor: Muhammad Furqon





Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos