Mendagri Sebut Inflasi Lampung di Atas Nasional

img
Wakil Gubernur Chusnunia bersama jajaran pemprov mengikuti Rakor Pengendalian Inflasi Daerah secara online

MOMENTUM, Bandarlampung--Menteri Dalam Negeri (Mendagri) M Tito Karnavian memimpin Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah secara online, Senin (13-3-2023).

Pada kesempatan itu, Tito menyebutkan, inflasi yang terjadi di Lampung mencapai 6,52 persen yang berada di atas rata-rata nasional.

"Untuk kotanya, Kota Dumai 6,98 persen dan Kabupaten Manokwari di Papua Barat 6,83 persen," kata Tito.

Padahal, menurut dia, Papua Barat biasanya dalam kondisi inflasi yang cukup baik. 

"Ini mungkin bisa menjadi perhatian bagi Provinsi Papua Barat. Biasanya Papua Barat berada dalam posisi baik. Ada sesuatu pasti," terangnya.

Kemudian, untuk daerah yang berada di bawah rata-rata nasional adalah Sumatera Selatan dengan inflasi 5,43 persen. 

"Kabupatennya adalah Mimika 5,37 persen. Untuk tingkat kota sangat baik karena di bawah 5 persen yaitu Samarinda 4,91 persen," jelasnya.

Karena itu, Mendagri meminta seluruh pemerintah daerah untuk melakukan langkah-langkah konkrit dalam menjaga tingkat inflasi.

Menurut dia, ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya inflasi. Seperti kenaikan harga barang dan jasa, lapangan kerja serta beberapa isu lainnya. 

"Semua survei menunjukkan itu. Apa yang menjadi perhatian masyarakat, pertama kenaikan harga barang dan jasa, kedua lapangan kerja, kemudian baru isu-isu lain," bebernya.

Dia juga meminta pemerintah bersama seluruh stakeholder bersinergi dan berkoordinasi untuk memantau daerah mana saja yang perlu mendapatkan atensi. Khusunya terkait tren kenaikan harga barang dan jasa serta komoditas.

"Kita jangan pernah lelah dan berhenti untuk menjaga terus inflasi kita. Karena ini adalah hal mendasar untuk negara, rakyat kita," sebutnya.

Sementara, Deputi bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengimbau pemerintah daerah untuk mewaspadai kemungkinan terjadinya perubahan permintaan dan fluktuasi harga yang bersifat musiman.

Terutama dikarenakan perubahan cuaca, memasuki musim panen dan menjelang bulan suci ramadan.

Pudji menerangkan, berdasarkan Kajian BPS tahun 2019, perubahan konsumsi makanan/minuman masyarakat, khususnya pada bulan ramadan dan idul fitri, terjadi 3 minggu sebelum datangnya bulan ramadan dan mencapai puncaknya pada H-20 (sebelum) idul fitri.

Akhir efek ramadan terlihat sekitar H-2 (sebelum) idul fitri yang kemudian beralih ke konsumsi transportasi (mudik) dan akan berakhir pada H+15 (setelah) idul fitri.

Dari data SP2KP Kemendag, tiga komoditas yang akan cenderung meningkat konsumsinya di bulan ramadan dan sudah mulai menunjukkan peningkatan fluktuasi harga diantaranya daging sapi, daging ayam ras dan cabai merah.

Selain itu, Pudji Ismartini juga meminta pemerintah daerah mewaspadai kenaikan harga komoditas pangan yang berpotensi menyumbang inflasi pada minggu kedua bulan maret 2023 jelang bulan ramadan, diantaranya cabai rawit, beras, cabai merah dan minyak goreng. (**)









Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos