MOMENTUM, Bandarlampung--Sidang kasus korupsi retribusi sampah di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandarlampung mulai di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Kamis 8 Juni 2023.
Korupsi yang diduga merugikan negara Rp6,92 miliar, menyeret tiga pejabat DLH Bandarlampung sebagai terdakwa. Yaitu, Kepala DLH Bandarlampung Sahriwansah, Kepala Bidang Tata Lingkungan DLH, Haris Fadilah, dan Pembantu Bendahara Penerima Hayati. Mereka diduga korupsi retribusi sampah tahun anggaran 2019-2021.
Sidang dipimpin Hakim Ketua Lingga Setiawan di ruang sidang Bagir Manan, PN Tanjungkarang. Dengan agenda, pembacaan dakwaan yang disampaikan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Sri Aprilinda Dani disebutkan, Sahriwasah telah melakukan korupsi retribusi sampah. Dengan cara, membuat karcis palsu dan tidak menyetorkan uang hasil pungutan retribusi sampah yang ditarik di 20 kecamatan se-Bandarlampung sejak Desember 2019 hingga Januari 2021.
Jaksa menyebut Sahriwasah menyuruh melakukan dan turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum melakukan pemungutan retribusi pelayanan persampahan/kebersihan di Kota Bandarlampung.
Tindakan mantan Kepala DLH Bandarlampung itu dinilai tidak sesuai dengan tata cara yang telah ditetapkan. Sebaliknya, justru menggunakan hasil pemungutan retribusi pelayanan kebersihan untuk kepentingan pribadi atau orang lain.
Perbuatan tersebut, menurut Jaksa, bertentangan dengan Pasal 4, Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 8 Ayat (1), (3) dan Ayat (5) Peraturan Walikota Bandarlampung Nomor 8 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Persampahan. Serta Pasal 16 Ayat (1) dan (2)Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Jaksa menyebut perbuatan Sahriwansah itu untuk memperkaya diri bersama Haris Fadillah dan Hayati. Jumlah retribusi sampah yang dikorupsi sekitar Rp6,92 miliar.
Diungkapkan dalam dakwaan, target pemungutan retribusi persampahan pada 2019, tahun 2020 dan tahun 2021, yang dibebankan kepaa DLH Bandarlampung.
Pada 2019 target senilai Rp12. miliar, realisasi Rp.6,9 miliar. Tahun 2020 target senilai Rp15 miliar, realisasi Rp 7,1 miliar.Tahun 2021 target senilai Rp30 miliar, realisasi Rp 8,2 miliar.
Karena itu, JPU mendakwa Sahriwansah dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3, Juncto Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.
Tentang perubahan atas Undang- undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Terhadap dakwaan tersebut, Sahriwansah tidak mengajukan eksepsi atau keberatan. "Nanti saja kita buktikan di persidangan selanjutnya," singkat Nanang Solihin, Kuasa Hukum Sahriwansah. (*)
Editor: Muhammad Furqon