MOMENTUM, Bandarlampung--Indeks Harga Konsumen (IHK) gabungan dua kota di Provinsi Lampung bulan Oktober 2023 tercatat mengalami inflasi 0,30 persen (mtm), lebih rendah dibandingkan periode september 2023 yang mengalami inflasi 0,33 persen (mtm) namun lebih tinggi dari rata-rata inflasi bulan Oktober pada 3 (tiga) tahun terakhir yang tercatat mengalami deflasi 0,05 persen (mtm).
Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia Provinsi Lampung Budiyono memaparkan, tingkat inflasi IHK tersebut lebih tinggi dari inflasi nasional dan inflasi gabungan 24 kota di wilayah Sumatera yang masing-masing mengalami inflasi 0,17 persen (mtm) dan 0,18 persen (mtm).
"Secara tahunan, inflasi gabungan dua kota di Provinsi Lampung bulan Oktober 2023 tercatat sebesar 3,06 persen (yoy), juga lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional dan inflasi gabungan 24 kota di wilayah Sumatera yang masing-masing tercatat 2,56 persen (yoy) dan 2,65 persen (yoy)," ujar Budiyono.
Dilihat dari sumbernya, inflasi pada bulan Oktober 2023 didorong oleh kenaikan harga pada beberapa komoditas seperti: cabai rawit, cabai merah, bensin, beras, dan jeruk dengan andil masing-masing sebesar 0,096 persen; 0,083 persen; 0,051 persen; 0,036 persen; dan 0,030 persen. kenaikan harga komoditas hortikultura dan tanaman pangan menjadi penyumbang utama inflasi pada Oktober 2023.
Kenaikan harga aneka cabai terutama disebabkan oleh penurunan pasokan di Kabupaten sentra produksi, yaitu Lampung Selatan, yang diiringi penurunan kualitas cabai akibat kondisi El Nino. Kenaikan harga aneka cabai di Lampung juga dipengaruhi lonjakan harga cabai rawit dari Sukabumi, selaku salah satu pemasok utama cabai untuk Provinsi Lampung, yang telah mencapai Rp80.000/kg.
Berlanjutnya inflasi beras pada Oktober 2023 masih dipengaruhi oleh faktor demand pull dari pulau Jawa di tengah meningkatnya produksi beras Lampung pada periode panen gadu 2023. Adapun kenaikan harga bensin sejalan dengan penyesuaian harga BBM non-subsidi oleh Pemerintah pada 1 Oktober 2023.
Inflasi yang masih terkendali pada bulan Oktober 2023 didukung oleh deflasi pada sebagian komoditas, antara lain telur ayam ras, bawang merah, minyak goreng, cumi-cumi, dan air kemasan dengan andil masing-masing sebesar -0,042 persen; -0,032 persen; -0,024 persen; -0,012 persen; dan -0,011 persen.
Penurunan harga telur ayam ras dipengaruhi oleh permintaannya yang terjaga rendah pada periode low demand September – Oktober 2023.
Lebih lanjut, penurunan harga bawang merah disebabkan oleh berlanjutnya periode panen bawang merah di Brebes yang dihasilkan dari penanaman bulan Juni – Juli 2023, meski terdapat tendensi kenaikan harga bawang merah sejak akhir Oktober 2023 seiringdengan berakhirnya periode panen.
Sementara itu, penurunan harga minyak goreng sejalan dengan masuknya periode puncak panen untuk TBS kelapa sawit. Adapun penurunan harga cumi-cumi sejalan dengan masih berlangsungnya musim panen sejak September 2023, pasca mengalami kenaikan harga pada Mei – Juni 2023.
Untuk NTP Provinsi Lampung pada Oktober 2023 tercatat sebesar 114,45, meningkat 0,89 persen (mtm) jika dibandingkan dengan 113,45 pada bulan sebelumnya.
Kenaikan NTP ini terutama didorong oleh kenaikan NTP untuk Subsektor Hortikultura dan Tanaman Pangan sejalan dengan kenaikan harga aneka cabai dan beras. Meski NTP Provinsi Lampung secara umum tercatat di atas 100, NTP subsektor Peternakan dan Perikanan Budidaya masih berada di bawah 100, yaitu masing-masing 98,95 dan 99,54.
Ke depan, KPw BI Provinsi Lampung memprakirakan bahwa inflasi IHK gabungan kota di Provinsi Lampung akan tetap terjaga pada rentang sasaran inflasi 3±1 persen (yoy) sampai dengan akhir tahun 2023.
Namun demikian, diperlukan upaya mitigasi risiko-risiko sebagai berikut, antara lain dari Inflasi Inti berupa (i) Shock aggregate demand di tengah kondisi excess liquidity, kenaikan UMP tahun 2023, dan momen tahun politik, (ii) risiko rendahnya capaian pemulihan daya beli masyarakat yang berpotensi menyebabkan kenaikan inflasi inti di kemudian hari akibat respon penurunan volume produksi pelaku usaha sebagai bentuk efisiensi.
Sementara itu dari sisi Inflasi Volatile Food (VF), adalah (i) risiko meningkatnya harga komoditas hortikultura pada periode tanam, terutama pada November – Desember 2023; (ii) risiko El Nino yang tengah terjadi pada Agustus s.d. bulan Oktober 2023; dan (iii) risiko outflow beras di Lampung akibat tingginya permintaan dari Pulau Jawa. Selanjutnya risiko dari Inflasi Administered Prices (AP) yang perlu mendapat perhatian di antaranya yaitu (i) Stance OPEC+ yang ingin mendorong kenaikan harga minyak dunia untuk kepentingan geopolitik; dan (ii) Risiko percepatan kenaikan harga rokok di akhir tahun dengan ekspektasi tarif cukai rokok yang kembali meningkat pada tahun 2024. (**)
Editor: Agus Setyawan