Harianmomentum.com--Tiga terdakwa kasus
korupsi rehabilitasi pembanguan pasar tradisional di Desa Sukatani, Kalianda,
Lampung Selatan divonis 12 bulan penjara.
Vonis tersebut dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tindak
Pidana Korupsi (Tipikor) Kelas IA Tanjungkarang, Rabu (3/1/18).
Ketiga terdakwa tersebut yakni Albert Asmara selaku PPK pada pekerjaan
proyek tersebut, Sumarno selaku konsultan pengawas dan Yohanes Sunaryo selaku
rekanan.
Majelis hakim yang diketuai Syamsudin mengungkapkan bahwa ketiganya
terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi.
"Terdakwa bersalah melanggar pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang (UU)
nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah kedalam UU nomor 20 tahun
2001 tentang Tindak Pidana Korupsi," kata Syamsudin di persidangan.
Berdasarkan fakta-fakta persidangan, lanjut Syamsudin, terdakwa Yohanes
Sunaryo, Sumarno dan Alber Asmara di vonis 12 bulan penjara.
"Terdakwa terbukti bersalah, maka dijatuhi hukuman penjara selama satu
tahun," kata Hakim.
Selain itu, terdakwa Yohanes Sunaryo dan Alber Asmara diwajibkan mengganti
kerugian negara sebesar Rp60 juta. Sedangkan terdakwa Sumarno diwajibkan
mengganti kerugian negara sebesar Rp45 juta.
"Para terdakwa juga diwajibkan untuk membayar denda sebesar Rp50 juta,
atau subsider (diganti) hukuman selama satu bulan," ungkapnya.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dwi Setyawan Kusumo sebelumnya,
mengungkapkan bahwa ketiga terdakwa bersalah telah melakukan, menyuruh
melakukan memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi yang
mengakibatkan kerugian negara
Dalam surat dakwaannya, JPU mengatakan awalnya dinas koperasi,
perindustrian, perdagangan dan usaha kecil dan menengah kabupaten Lampung
Selatan mendapat anggaran rehabilitasi pembangunan pasar tradisional desa
Sukatani, Kalianda, Lampung Selatan.
Albert kemudian bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada
proyek tersebut. Anggaran proyek rehabilitasi pasar itu bersumber dari APBN
dengan anggaran sebesar Rp1,3 miliar. Proses lelang dilaksanakan dengan lelang
elektronik. Ada 17 perusahaan yang mengikuti kegiatan lelang. Kemudian, dari
seleksi tim panitia lelang terpilihlah 3 perusahaan yakni CV. Ricco, CV Fajar
Mas, dan CV Kartika Buana.
Jauh sebelum proses lelang ada kongkalikong antara Yohanes Sunaryo dan
Sumarno. Sebelum mengikuti proses lelang itu, ia bertemu terlebih dahulu
Sumarno. Disitu Yohanes mengajak Sumarno ikut dimana Yohanes mengatakan kepada
Sumarno siap mengerjakan proyek itu. Sumarno kemudian mengiykan permintaan Yohanes
dengan syarat Yohanes harus mengikuti sesuai gambar yang dibuat oleh Sumarno.
Sumarno sendiri kala itu bertindak sebagai konsultan perencana dan konsultan
pengawas.
"Kemudian terdakwa Sumarno mencarikan terdakwa Yohanes perusahaan.
Terdakwa Sumarno bertemu dengan Sudarno pemilik CV Fajar Mas, dan Yohanes
menjanjikan akan mendapatkan fee," kata JPU.
Sudarno yang memiliki perusahaan CV Fajar Mas setuju setelah ia dijanjikan
mendapatkan fee oleh Yohanes. Dibuatlah Yohanes menjadi kuasa direktur CV Fajar
Mas. Tak lama berselang, CV Fajar Mas menjadi pemenang dengan tawaran tertinggi
yakni Rp1,38 miliar.
"Bahwa dalam mendapatkan proyek tersebut terdakwa Yohanes sebelum mengikuti
proses lelang terdakwa Yohanes juga menemui terdakwa Albert Asmara," kata
jaksa. Proyek kemudian berjalan dengan masa pengerjaan selama 60 hari mulai
dari 19 Oktober 2012 hingga 18 Desember 2012. Selama proses pengerjaan CV Fajar
Mas menerima tiga kali termin pembayaran," jelasnya.
Selain itu, dalam perencanaan pekerjaan rehabilitasi pembangunan dilakukan
oleh CV Widya Kreasi. Dalam hal ini, Albert Asmara juga bertindak sebagai PPK.
"Tetapi tidak dikerjakan oleh CV Widya Kreasi melainkan pengerjaan
dikerjakan oleh terdakwa Sumarno dimana terdakwa bertindak seolah olah sebagai
konsultan proyek tersebut," kata JPU.
Kemudian, Kejari Kalianda mendapat laporan masyarakat. Tim penyidik Kejari
Kalianda kemudian melakukan penyelidikan dan penyidikan. Dari hasil pemeriksaan
ahli dari Teknik Sipil Universitas Bandarlampung ada kekurangan volume dan
spesifikasi yang terpasang tidak sesuai dengan nilai kontrak dalam perencanaan
hingga pengerjaan fisik pasar.
Dari perhitungan hasil audit BPKP perwakilan Lampung menunjukkan ada tiga
item yakni kerugian pada perencaan mencapai Rp29 juta, kerugian dipengawasan
Rp15 juta serta kerugian dalam proses pengerjaan fisik bangunan Rp60 juta.
Sehingga saat ditotoal kerugian dalam proyek rehabilitasi pembangunan pasar tradisional
di desa Sukatani, Kalianda mencapai Rp105 juta.(acw)
Editor: Harian Momentum