Kasus Pesta Narkoba Oknum HIPMI Lampung Jadi Sorotan

img
Pengamat Hukum dan Akademisi UBL, Benny Karya Limantara. Foto. Ist.

MOMENTUM, Bandarlampung-- Kasus penangkapan lima pengurus dan anggota Badan Pengurus Daerah (BPD) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Lampung, saat pesta narkoba, jadi sorotan publik.

Banyak pihak menilai, aparat penegak hukum tidak berlaku adil terhadap pelaku penyalahgunaan narkoba. Jika orang “biasa” tentu langsung dijebloskan ke penjara. Namun, penanganan berbeda jika orang tersebut “berkuasa”.

Pengamat Hukum dari Universitas Bandar Lampung (UBL) Benny Karya Limantara menilai, barang bukti narkoba jenis ekstasi yang ditemukan memang tergolong sedikit. Namun, perlu digarisbawahi bahwa mereka bukan sekadar pemakai pribadi, melainkan pemakaian secara kolektif dan teroganisir.

"Aparat dalam hal ini Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Lampung harus menggarisbawahi persoalan ini dengan penegakan hukum progresif,” jelas Benny Karya Limantara kepada harianmomentum.com, Senin 1 September 2025.

Dia mengatakan, jika BNNP hanya melakukan rehabilitasi tanpa penetapan tersangka, publik akan menilai ada standar ganda dalam penegakkan hukum.

“Pemakai narkoba di jalanan bisa ditetapkan tersangka, lalu dipenjara. Sedangkan pemakai elit di hotel berbintang lima hanya rehabilitasi sambil tetap bergaya hidup mewah, misalnya. Harapannya jangan sampai terjadi demikian,” terangnya.

Dosen hukum itu kembali menegaskan, kasus tersebut harus dihadapkan dengan hukum progresif.

“Hukum progresif menuntut, asesmen harus dilakukan transparan dan akuntabel. Tidak boleh jadi alasan melunakkan kasus karena pelakunya adalah pejabat organisasi pengusaha,” tegasnya lagi.

Ia menuturkan, paradoks penegakan hukum yang terjadi. “Dalam praktik, penindakan narkotika seringkali menyasar kelas bawah (pemakai jalanan, buruh, pekerja informal). Sebaliknya, kasus yang melibatkan kelas menengah atas/elit bisnis jarang terekspos, atau sering dilunakkan dengan dalih rehabilitasi,” tuturnya.

Baginya, kasus oknum anggota HIPMI Lampung ini membuka tabir bahwa penyalahgunaan narkotika bukan monopoli kelas bawah, tetapi juga menjangkiti kelas eksekutif muda yang mestinya menjadi motor pembangunan daerah.

“Hukum progresif di sini harus berani mengkritisi adanya bias kelas dalam penegakan hukum narkotika,” ujarnya.

Tak hanya itu, ia juga menyoroti aspek moralitas publik dan legitimasi organisasi. “HIPMI adalah organisasi yang berperan strategis, tempat kaderisasi calon pengusaha besar dan bahkan calon pemimpin politik. Ketika pengurus HIPMI justru terlibat pesta narkoba di ruang mewah, ini bukan hanya soal pidana narkotika, tetapi juga soal legitimasi moral,” ungkapnya.

Benny menyebut, hukum progresif menuntut adanya pertanggungjawaban kelembagaan. HIPMI tidak boleh bersembunyi di balik dalih urusan pribadi anggotanya.

“Maka, kasus ini harus dibaca bukan hanya delik individual, tetapi juga delik sosial kelembagaan,” sebutnya.

Tak hanya itu, ia juga melontarkan kritik atas mekanisme rehabilitasi yang ada. Dia menyampaikan, UU Narkotika memang membuka peluang rehabilitasi bagi pengguna. Tapi jika rehabilitasi hanya jadi jalan keluar bagi orang kaya atau elit, sementara pengguna kecil terus dipenjara, maka hukum kehilangan asas kesetaraan atau equality before the law.

“Hukum progresif mengingatkan, rehabilitasi hanya bermakna jika diberlakukan adil, bukan jadi privilege kelas eksekutif. Artinya, BNN dan aparat penegak hukum harus transparan. Apakah pilihan rehabilitasi bagi pengurus HIPMI ini sungguh demi pemulihan, atau sekadar cara menyelamatkan nama baik elit,” paparnya.

“BNN dan aparat harus memperlakukan kasus ini sama tegasnya seperti penindakan terhadap pengguna kelas bawah. HIPMI Lampung juga wajib transparan kepada publik, memberi sanksi internal dan menunjukkan komitmen anti-narkoba. Jika tidak, maka HIPMI kehilangan peran moralnya sebagai wadah calon pengusaha bangsa,” pungkasnya.

Diketahui sebelumnya, lima pengurus dan anggota BPD HIPMI Lampung diduga pesta narkoba di salah satu hotel bintang lima.Sebelumnya, Kasi Intelijen Bidang Pemberantasan BNNP Lampung, Aryo Harry Wibowo membenarkan bahwa pihaknya tengah menahan sepuluh orang tersebut terkait pesta narkoba.

“Ada sebelas yang diamankan, namun sepuluh yang positif narkoba,” kata dia, Minggu (31-8-25).

Ia  melanjutkan sebelas orang tersebut diamankan pada Kamis (28-8). Dalam penggerebekan tersebut, Tim BNNP Lampung mengamankan barang bukti berupa tujuh butir pil ekstasi.

“Lima orang HIPMI berinisial MR (35), SA (35), RG (34), WL (34), dan SP (35). Sedangkan yang lainnya seorang pemandu lagu,” kata dia.

Lima anggota HIPMI direncanakan akan melakukan asesmen. Menurut dia, berdasarkan aturan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA), barang bukti yang diamankan harus sebanyak delapan baru dapat ditetapkan sebagai tersangka.

“Ternyata banyak barang yang sudah dipakai. Tapi hanya ditemukan tujuh barang bukti pil ekstasi, jadi mereka ini kategorinya pemakai. Penahanan sampai hari Minggu dan Senin baru kemungkinan akan dilakukan asesmen lebihlanjut,” jelasnya.

Sayang, hingga berita ini diturunkan, pengurus BPD HIPMI Lampung belum berhasil dikonfirmasi. (**)






Editor: Muhammad Furqon





Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos