Dewan Pers Kecam Penunggang Kebebasan Pers

img
Ilustrasi. Dewan Pers

Harianmomentum.com--Dewan Pers mengecam keras terhadap penunggangan gelap kebebasan pers yang semakin marak pasca-reformasi 1998 serta terbitnya Undang Undang (UU) 40 /1999 tentang pers.

"Saya harap para penunggang gelap itu tidak diberi panggung demi menjaga kemerdekaan pers yang ada," kata Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo seperti tertuang dalam surat bernomor 371/DP/WV11/2018 yang dikeluarkan di Jakarta tanggal 26 Juli 2018.

Menurut dia, surat imbauan dikeluarkan Dewan Pers setelah munculnya protes sejumlah orang yang mengatasnamakan wartawan, organisasi wartawan maupun perusahaan pers yang bukan konstituen Dewan Pers.

Dalam surat itupun, Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mengemukakan, di Indonesia banyak orang mendirikan media bukan untuk tujuan jurnalisme, yaitu memenuhi hak masyarakat untuk mendapatkan berita, tapi dalam praktek abal-abal. Media sengaja didirikan sebagai alat untuk memudahkan pemerasan terhadap orang, pejabat, pemerintah daerah, maupun perusahaan.

Yosep menegaskan, sejak Dewan Pers mencanangkan program verifikasi perusahaan pers pada puncak peringatan Hari Pers Nasional 2017 di Ambon dan kembali menegaskan tentang perlunya uji kompetensi wartawan sebagai upaya memerangi hoax dan praktek pers abal-abal, banyak orang yang mengaku sebagai wartawan ataupun mengatasnamakan media dan organisasi wartawan, melancarkan aksi demonstrasi.

"Kelompok-kelompok ini menolak verifikasi perusahaan pers dan juga uji kompetensi wartawan. Tuntutan itu disertai pula dengan tuntutan pembubaran Dewan Pers," kata Yosep.

Sekelompok orang yang mengaku wartawan, ia menyebutkan, mengatasnamakan media dan juga organisasi wartawan kembali beraksi setelah meninggalnya Muhammad Yusuf dalam tahanan kejaksaan ketika tengah menjalani proses persidangan di Kota Baru. Mereka kembali beraksi dengan tuntutan yang sama.

Bukan hanya itu, melalui jaringan media online abal-abal mereka menulis secara sepihak, memfitnah dan menyerang berbagai individu dan pihak. Termasuk tokoh pers senior Indonesia, Sabam Leo Batubara dan Kapolri Jendral Dr M Tito Karnavian.

"Kelompok ini kini mengatas namakan wartawan tengah melobi dan meminta beraudiensi dengan sejumlah kementerian dan lembaga (K/L) dan juga sejumlah instansi. Dewan Pers mengimbau untuk tak memberikan panggung kepada kelompok ini. Kerena dengan memberikan kesempatan dan panggung kepada mereka ini maka para penunggang gelap kebebasan pers di Indonesia jumlahnya akan membesar," ujar Yosep.

Melalui surat itu, Yosep merasa perlu menyampaikan bahwa Dewan Pers sama sekali tak mengenal orang-orang yang melakukan aksi tersebut, termasuk para tokoh, media, dan juga organisasinya. Dewan Pers tak mengenal wartawan-wartawan yang bergabung dengan organisasi yang menamakan diri Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI), Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia (IPJI), Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia (HIPSI), Ikatan Media Online (IMO), Jaringan Media Nasional (JMN), Perkumpulan Wartawan Online Independen (PWOIN), Forum Pers Independen Indonesia (FPII), Aliansi Wartawan Anti Kriminalisasi (AWAK), dan Iain-lain.

Sekadar informasi, Yosep mengatakan, organisasi perusahaan pers dan organisasi wartawan yang menjadi konstituen Dewan Pers adalah Serikat Perusahaan Pers (SPS), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATV SI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI).

Yosep menegaskan, Dewan Pers akan tetap bekerja dan menjaga kemerdekaan pers. Termasuk dari rongrongan orang-orang yang mengaku wartawan tapi menyalahgunakan ruang kemerdekaan pers. Terhadap orang-orang yang mengaku sebagai wartawan, tapi bertindak tidak profesional dan tak memahami Kode Etik Jurnalistik (KEJ) melakukan perbuatan pidana itu bukan lah kewenangan Dewan Pers untuk menanganinya. Dewan Pers hanya melindungi praktek pers yang profesional dalam rangka menjaga integritas wartawan Indonesia dan meningkatan mutu kehidupan pers nasional.

Surat Dewan Pers itu ditujukan kepada Menteri Sekretaris Negara, Menteri Koordinator Polhukam, Menteri Komunikasi dan Informatika,Menteri Dalam Negeri, Panglima Tentara Nasional Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional, Pimpinan BUMN/BUMD, Karo Humas dan Protokoler Pemprov, Pemkab, Pemkot se-lndonesia, dan Pimpinan Perusahaan di Jakarta/lndonesia.

Sebagai tembusan surat dikirimkan kepada Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Ketua Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ketua Serikat Perusahaan Pers (SPS), Ketua Umum Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), dan Ketua Umum Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATV SI).

Masih dalam surat tersebut Yosep menjelaskan, pasca-reformasi 1998 dan terbitnya UU 40 Tahun 1999 tentang Pers, bermunculan berbagai organisasi wartawan baru. Undang-Undang mempersilakan kepada setiap wartawan untuk memilih bergabung dengan organisasi wartawan yang telah ada ataupun membentuk organisasi wartawan baru. Orang juga seperti berlomba membuat media tanpa mengurus badan hukum, dan menjalankan kewajiban Iain sebagai perusahaan pers yang diatur UU dan peraturan Dewan Pers terkait standar perusahaan pers.

Indonesia saat ini, kata Yosep,  adalah negara dengan jumlah media paling banyak di dunia. Data media di Indonesia saat ini diperkirakan mencapai angka 47.000 media. Media online/siber adalah paling banyak. Diperkirakan ada 43.300 media online. Tapi yang tercatat di Dewan Pers dan memenuhi syarat sebagai perusahaan pers hanya berjumlah 2.200 saja. Sekitar 7 persen yang dapat disebut sebagai perusahaan pers yang profesional.

Dia menekankan, penyalahgunaan media maupun profesi wartawan oleh kelompok abal-abal yang kian marak juga melatarbelakangi munculnya revisi Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Polri yang ditandatangani pada 9 Februari 2017 di hadapan Presiden RI, Joko Widodo, dalam puncak peringatan Hari Pers Nasional di Kota Ambon.

"Pada dasarnya pidana bisa dikenakan bila memang ada niat buruk dalam pemberitaan oleh pers ataupun pemberitaan yang dibuat abal-abal misalnya tak mematuhi KEJ, atau perilaku yang melanggar ketentuan hukum pidana antara Iain pemerasan, menyebarkan kabar bohong, menfitnah, dan Iain-lain. UndangUndang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juga bisa dikenakanan kepada pihak yang jelas bukan wartawan," tuturnya.

Mandat Dewan Pers, katanya, jelas yaitu melindungi kemerdekaan pers. Untuk itulah, Dewan Pers membuat nota kesepahaman dengan kepolisian kejaksaan dan mendorong Mahkamah Agung untuk melahirkan Surat Edaran Mahkamah Agung nomor 1 Tahun 2008.

Dalam rangka memberikan perlindungan kepada wartawan, Dewan Pers juga membuat nota kesepahaman dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan dengan Panglima TNI.

Yosep menambahkan, verifikasi perusahaan pers dan uji kompetensi merupakan tindak lanjut dari Piagam Palembang 2010 yang dicetuskan oleh tokoh-tokoh pers pada puncak HPN 2010 di Palembang. Piagam Palembang mengamanatkan 2 tahun setelah piagam ditandatangani, komitmen akan dilaksanakan oleh masyarakat pers.

UU No 40/1999 tentang Pers adalah sebuah undang-undang yang unik di Indonesia dan merupakan satu-satunya undang-undang di Indonesia yang tidak ada peraturan pemerintah (PP) maupun Peraturan menteri (Permen) sebagai peraturan pelaksanaannya.

Para pengonsep dan penggagas Undang-undang Pers ini memang membatasi campur tangan orang dari luar pers untuk mengatur-atur dan memasuki ruang kemerdekaan pers. Para penyusun undang-undang berharap para wartawan profesional dan masyarakat pers, dengan difasilitasi Dewan Pers, mengatur diri sendiri melalui penyusunan berbagai peraturan, pedoman, termasuk menyusun kode etik jurnalistik.

Hingga kini wartawan yang telah Iulus mengikuti uji kompetensi telah mencapai jumlah lebih dari 12.000 wartawan. Uji kompetensi dilakukan oleh 27 lembagi penguji yang terdiri dari sejumlah perguruan tinggi, lembaga pendidikan, perusahaan pers PWI, AJI, dan IJTI. Dewan Pers berharap program uji kompetensi akan menihilkan praktek abal-abalisme di Indonesia.(red)






Editor: Harian Momentum





Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos