MOMENTUM, Bandarlampung--Hasil Pepera telah final dan sah serta diakui oleh masyarakat Internasional. Sehingga tak ada suatu apapun yang bisa membuat Papua lepas dari NKRI.
Wacana Papua merdeka tengah gencar dilakukan oleh kelompok separatis. Kelompok yang ingin memproklamirkan kemerdekaan atas bumi Cendrawasih ini ditengarai mencuat, seiring kasus rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya Pekan lalu.
Aksi demonstrasi yang berakhir ricuh ini juga diwarnai orasi-orasi mengenai kemerdekaan yang telah lama mereka impikan. Padahal berdasarkan Pepera, Papua resmi menjadi bagian NKRI sah dan final. Yang mana tak ada yang bisa mengganggu gugat keputusan ini. Mengingat keabsahanya telah diakui masyarakat Internasional juga negara-negara sahabat.
Peristiwa Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada tahun 1969 menandai sejarah baru di wilayah Papua bagian barat. Referendum-pun dilakukan guna menentukan apakah Irian Barat bersedia bergabung dengan Republik Indonesia atau akankah merdeka dan berdiri sendiri. Papua Barat akhirnya menyatakan diri menjadi bagian dari NKRI kendati proses dan validitas hasil Pepera masih menimbulkan pro dan kontra.
Pada pelaksanaannya Pemerintah Indonesia memutuskan Pepera akan diselenggarakan dengan sistem musyawarah, bukan voting (pemungutan suara). Karena medan di Papua dinilai tak memungkinkan melaksanakan pemungutan suara dengan sistem one man one vote. Selain itu, pelaksanaan penetuan pendapat secara musyawarah juga sesuai dengan aturan jajak pendapat karena berdasarkan kebudayaan lokal. Meski Pepera memiliki sejarah yang panjang akan pelaksanaanya, namun segala keputusan telah disahkan sehingga tidak ada lagi keraguan atas hasil rapat ini.
Dalam penyelenggaraannya, musyawarah Pepera di tiap kabupaten dihadiri oleh Ketua serta para anggota DMP, Menteri Dalam Negeri atau Ketua Perutusan Pemerintah Pusat, Menlu, Utusan Sekretaris Jenderal PBB yang dipimpin oleh Duta Besar Ortiz Sanz. Juga beberapa Duta Besar Negara-Negara sahabat, para wartawan dalam dan luar Negeri, serta tak lupa Para Peninjau.
Rapat Pepera ini menghasilkan putusan jika, masyarakat Papua menyatakan diri untuk bergabung dengan NKRI. Papua didapuk menjadi provinsi ke-26 Indonesia dengan nama Irian Jaya. Namun dalam perjalanannya Keputusan ini ditentang OPM serta sejumlah pengamat independen yang mana telah diprovokasi Belanda.
Disebutkan jika tokoh sejarah Papua, Frans Albert Joku mengatakan, Papua bukanlah dianeksasi, bukan berintegrasi serta tidak diintegrasikan maupun digabungkan dengan NKRI. Karena berintegrasi ataupun bergabung ialah proses masuk dari luar ke dalam Indonesia. Yang mana telah jelas adanya, Sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 berdasarkan azas uti prossidentis juris, Papua resmi menjadi bagian dari Indonesia.
Namun proses ini nyatanya ditahan oleh pihak Belanda untuk sementara waktu serta diserahkan kepada Indonesia melalui proses Pepera. Sehingga dapat disimpulkan jika pendapat yang tepat ialah, Indonesia merebut kembali Papua atau Irian melalui jalan diplomasi. Frans juga menyatakan jika Papua diperoleh kembali ataupun masuk kembali ke dalam NKRI, bukan diintegrasikan.
Menilik jauh sebelum kemerdekaan Indonesia, pendapat tokoh pejuang Papua, Ramses Ohee juga memaparkan fakta sejarah. Yang menunjukkan keinginan rakyat Papua untuk bergabung dengan Indonesia telah muncul sejak pelaksanaan Sumpah Pemuda, tanggal 28 Oktober 1928. Namun, disayangkan masih ada yang berpendapat jika Sumpah Pemuda ini tidak dihadiri oleh para Pemuda Papua. Namun kenyataannya, Ramses menegaskan jika para pemuda Papua ini hadir serta berikrar bersama dengan seluruh pemuda dari daerah lainnya.
Menariknya lagi, Ramses menyatakan jika Ayahnya, Poreu Ohee adalah salah satu dari sekian banyak pemuda Papua yang hadir pada peristiwa tersebut. Ramses juga mengungkapkan jika Papua telah sah kembali pangkuan ibu pertiwi, melalui Pepera yang mana telah dilaksanakan pada 1 Mei 1969 dan telah resmikan oleh PBB".
Fakta-fakta serta sejarah perjuangan Indonesia ini adalah sebagai bukti nyata bahwa Papua merupakan bagian dari Indonesia serta tak bisa diutak-atik lagi. Meski banyak pihak yang menyangkal keputusan ini, termasuk OPM. Pun mencari aneka dukungan internasional guna menggoyang keamanan dan menciptakan opini yang melenceng dari kenyataan. Sehingga tindakan tegas oleh pemerintah dinilai sudah tepat, apalagi perlu diwaspadai pihak asing juga LSM yang mengikutinya. Karena segala bentuk kegiatannya yang dinilai berhaluan kiri snagat mengancam keamanan dan perdamaian negara. Pada akhirnya Keputusan Pepera telah fix, Papua bagian dari NKRI, Harga Mati!(**)
Oleh : Yeremia Kagoya. Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Jakarta
Editor: Harian Momentum