MOMENTUM, Bandarlampung--Pemerintah harus menyusun suatu strategi khusus, guna menangkal penyebaran paham radikal hingga lini terbawah.
Paham radikal ini memang seringkali menjadi dalang dari tindakan anrkhis, serta terorisme. Pelakunya seperti telah "dicuci" otaknya menggunakan ajaran-ajaran yang menyimpang. Namun,sayangnya pelaku ini seakan tak sadar dengan penerapan ajaran yang mereka terima. Mereka hanya tahu jika ada pihak yang tidak pro, maka akan dianggap bersalah.
Tindakan-tindakan berhaluan kiri ini tak hanya mendominasi di negeri sendiri. Bahkan, penyebarannya telah mendunia. Sebagai contoh ialah organisasi "ISIS" yang begitu kontroversial atau memiliki paham garis keras. Sepak terjang kelompok ini juga telah diakui rakyat dunia. Pergerakkannya sendiri dinilai tak mandeg meski pentolannya telah tewas meledakkan diri, setelah menolak menyerah pada militer Amerika Serikat.
Organisasi ini umumnya juga memiliki sistem yang terstruktur rapi, yang meliputi; pimpinan, wakil, alur pendanaan, humas, maulun seksi-seksi. Bukan hanya itu, dilaporkan jika kelompok ini akan secara otomatis berganti kepemimpinan jika pemegang kekuasaan sebelumnya tewas, maupun ditangkap oleh aparat. Sehingga, kemungkinan mereka untuk mundur adalah mendekati mustahil.
Di Indonesia sendiri, kelompok serupa ISIS populer dengan nama JAD (Jamaah Ansharut Daulah) dan juga JI (Jamaah Islamiyah). Kedua kelompok berpaham radikal ini memulai mobilitas di Indonesia layaknya masyarakat biasa, dengan aneka aktivitas pada umumnya. Namun, mereka secara aktif merekrut anggota-anggota guna memperbesar jaringannya.
Dilaporkan sejumlah pihak, jika Indonesia sendiri telah terpapar paham radikal ini. Salah satu contoh ialah, insiden penusukan mantan Menko Polhukam, Wiranto di Pandeglang beberapa waktu lalu, menurut laporan, pelaku adalah penganut dan berafiliasi dengan kelompok JAD. Ada pula bukti lainnya terkait paparan paham berbahaya ini adalah seorang Polwan berpangkat Bripda di daerah Bekasi. Dirinya ditangkap dan diberhentikan karena juga berafiliasi dengan JAD.
Nur Kholis, selaku Staf Ahli Kapolri menegaskan bahwa kasus Polwan ini akan menjadi pembicaraan serius di tubuh internal Polri. Sebab, sanksi pemecatan terhadap anggota polisi terdampak paham radikal ini adalah yang pertama. Intensnya penyebaran ideologi radikal yang mengancam ini dinilai perlu untuk segera ditindaklanjuti. Mengingat kelompok menyimpang ini tak pandang bulu dalam merekrut anggotanya. Jika ,seorang polisi saja bisa terpapar, bukankah tidak mungkin akan menyusupi lini terbawah elemen masyarakat.
Menurut, Halili, Peneliti Setara Institute menyebutkan bahwa ideologi radikal yang masuk ke dalam institusi Polri merupakan indikasi 'bahaya ekstrim' dan sudah sepatutnya pemerintah meningkatkan kewaspadaan. Sehingga, dirinya menyarankan untuk merancang kebijakan maupun strategi khusus guna melindungi semua lembaga aparatur negara dari tertularnya paparan paham ini.
Salah satunya ialah, dengan menerjunkan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) guna melaksanakan audit reguler terhadap ideologi para pejabat negara. Pasalnya, evaluasi dinilai hanya sampai pada kinerja juga masalah keuangan saja.
Menanggapi hal tersebut, Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan, Eko Sulistyo, mengutarakan sejauh ini tidak ada kebijakan khusus guna melakukan skrining pada aparat penyelenggara negara. Kaitannya untuk mendeteksi paparan paham radikal, sehingga proses pengawasan diserahkan kepada masing-masing lembaga maupun institusi terkait. Dirinya menambahkan jika Tes skrining tersebut bisa melibatkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), serta Badan Intelijen Negara (BIN).
Besarnya ancaman paparan ideologi radikal ini dinilai sebagai bahaya yang cukup krusial. Mengingat, korbannya sendiri dapat berasal dari lapisan manapun. Maka dari itu, upaya menangkal serangan tersebut harus datang dari diri sendiri. Termasuk, pemberian dukungan terhadap pemerintah untuk memberantas antek-antek kelompok menyimpangi hingga ke akarnya. Selain itu, penumbuhan rasa kesatuan dan persatuan adalah tindakan paling efektif untuk membentengi diri dari segala kemungkinan yang terjadi.
Sebab, kelompok semacam ini dilaporkan mendapat sejumlah patronasi dari warga masyarakat, maupun aparatur negara yang ingin meluluskan tujuan kelompoknya. Dukungan-dukungan untuk organisasi radikal bisa berwujud apapun, termasuk pasokan senjata guna melancarkan aksinya.
Mungkin waspada saja tidaklah cukup, kita perlu memiliki ideologi yang kuat berdasarkan Pancasila, UUD 1945, Serta Prinsip Bhineka tunggal Ika. Tak lupa, penumbuhan sikap toleransi terhadap antar umat beragama juga patut dijadikan prioritas. Mari, hapuskan ideologi radikal yang kian brutal sekarang juga!.(**)
Oleh : Muhammad Ridwan. Penulis adalah pengamat sosial politik
Editor: Harian Momentum