MOMENTUM, Bandarlampung--Pencopotan mantan Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara atau Ari Ashkara karena 'penyelundupan' Harley-Davidson dan Brompton ilegal yang dibawa dengan pesawat, akan diikuti kebijakan Menteri BUMN Erick Thohir yang akan mengembalikan perusahaan BUMN pada bisnis intinya lantaran beberapa BUMN diketahui terlalu jauh mengembangkan bisnis mereka di luar bisnis inti (core business) melalui anak usaha dan tidak fokus pada keuntungan. Dia menjelaskan, persoalan BUMN lain seperti PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) juga menghadapi persoalan anak usaha.
"Pada hari ini tanggal 7 Desember telah dilaksanakan pertemuan dengan Menteri BUMN dengan Dewan Komisaris PT Garuda Indonesia. Dan menyepakati hal sebagai berikut, pertama akan memberhentikan sementara waktu semua anggota direksi yang terindikasi terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam kasus dugaan penyelundupan Harley dan Brompton dalam penerbangan seri flight GA 9721 tipe Airbus A330-900 Neo yang datang dari pabrik Airbus di Prancis pada tanggal 17 November 2019 di Soekarno Hatta, Cengkareng sesuai dengan ketentuan yang berlaku," kata Komisaris Utama Garuda Indonesia, Sahala Lumban Gaol di Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Sabtu (7/12).
Pemberhentian seluruh jajaran direksi Garuda Indonesia yang terlibat dalam kasus penyelundupan motor Harley Davidson dan sepeda Brompton di pesawat Airbus A330-900 Neo, didukung oleh Komisi VI DPR RI selaku mitra kerja Kementerian BUMN. Sementara, Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) meminta Menteri BUMN Erick Thohir menyeret Ari ke jalur hukum.
Menurut Ketua Komisi VI DPR Faisol Riza, momentum kasus direksi Garuda Indonesia dapat dimanfaatkan untuk pembenahan di internal Garuda Indonesia karena perusahaan pelat merah ini tengah disorot seperti masalah laporan keuangan dan lain sebagainya.
Sedangkan, anggota Komisi VI DPR Marwan Jafar mengatakan, terkuaknya penyelundupan Harley dan Brompton harus menjadi momen Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk melakukan pembenahan terhadap Garuda Indonesia baik disisi operasional maupun kinerja keuangan.
Menurut Marwan, sebagai langkah awal pembenahan Garuda Indonesia harus diaudit secara menyeluruh. Bahkan jika proses tersebut dirasa belum cukup, maka perlu dilakukan audit forensik.
Marwan melanjutkan, dengan dilakukan audit forensik maka akan diketah?ui penyimpangan yang terjadi di Garuda Indonesia selama ini saat Ari Askhara menjabat. Setelah itu perlu dilakukan efisiensi agar maspakai plat merah ini tidak terus mengalami kerugian. Dengan dibenahinya Garuda Indonesia, dia berharap sebagai maskapai penerbangan nasional mampu bersaing secara domestik, regional dan global.
Terbongkarnya dugaan penyelundupan di Garuda Indonesia menjadi pintu masuk pengungkapan masalah-masalah di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), seperti dugaan gagal bayar Asuransi Jiwasraya dan dugaan korupsi di Bank Tabungan Negara (BTN). Jiwasraya diduga gagal membayar polis yang jatuh tempo kepada anggotanya senilai Rp16,3 triliun. Di sisi lain, perusahaan ini merugi sebesar Rp13,74 triliun pada September 2019. Nilai potensi kerugian negara dari gagal bayar Asuransi Jiwasraya disebut jauh lebih besar ketimbang kasus bailout Bank Century yang hanya senilai Rp7 triliun.
Kasus-kasus lain yang kini sedang membelit BUMN antara lain dugaan korupsi di Bank Tabungan Negara (BTN) dengan PT Batam Island Marina (BIM). Kasus korupsi senilai Rp300 miliar ini diduga melibatkan sejumlah direksi BTN. Akhir November lalu, Kejaksaan Agung menaikkan status kasus dugaan rasuah yang terjadi di BTN cabang Batam, Kepulauan Riau menjadi penyidikan. Dengan begitu, Kejaksaan Agung bakal menetapkan tersangka dalam waktu dekat, baik dari pihak BTN maupun pihak korporasi yang terlibat. Di sisi lain, sejumlah direksi BUMN terjerat kasus korupsi dan dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada masa kepemimpinan Menteri ESDM sebelumnya, Rini Soemarno. Mereka antara lain Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II (Persero) Andra Y Agussalam yang menjadi tersangka dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Juni silam. Dalam kasus ini, KPK menetapkan Direktur Utama PT Inti Darman Mappangara sebagai tersangka kasus dugaan suap antar-BUMN, yang melibatkan PT Angkasa Pura II. Direktur Utama Perum Perindo Risyanto Suanda juga menjadi tersangka dalam OTT oleh KPK karena diduga menerima suap terkait impor ikan. KPK juga melakukan OTT terhadap salah satu direktur PT Krakatau Steel (KRAS) pada Maret silam. Direktur Teknologi dan Produksi PT Krakatau Steel Wisnu Kuncoro kemudian ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Krakatau Steel.
Bagaimanapun juga, permasalahan terkait “moral fraud” di sejumlah BUMN haruslah segera ditangani secara serius oleh pemerintah, apalagi Presiden sudah mendukung langkah Menteri BUMN. Berbagai “modus operandi” yang dapat menyebabkan kerugian keuangan negara di sejumlah BUMN dan kementerian serta lembaga negara “mata air” haruslah dicermati oleh aparat penegak hukum, termasuk aparat intelijen dan Komisi Pemantau Persaingan Usaha (KPPU) bahkan Komisi Ombudsman RI, karena pembenahan tata kelola BUMN, kemampuan organisasional dan strategis, transparansi anggaran, pengawasan melekat dan kapasitas kalangan komisaris BUMN patut juga dibenahi, sehingga benar apabila Erick Thorir menginginkan hanya kalangan profesional dan “risk taker” yang mengendalikan atau memimpin BUMN ke depan, sebab pembenahan BUMN akan berdampak antara lain sumbangsih BUMN menambah penghasilan negara akan meningkat. Semoga.(**)
Oleh : Jelita Chantiqa. Penulis adalah pemerhati masalah ekonomi nasional. Tinggal di Ambon, Maluku.
Editor: Harian Momentum