MOMENTUM, Bandarlampung--Esti Nur Fathonah. Nama itu pertama kali saya baca ketika ia terpilih menjadi Komisioner KPU Provinsi Lampung periode 2019-2024.
Dia bersama enam orang lainnya ditetapkan oleh KPU RI untuk menyelenggarakan pemilu di Lampung melalui pengumuman bernomor: 60/SDM.12-Pu/05/KPU/X/2019.
Secara pribadi, saya belum mengenal Esti. Eh, mbak Esti maksudnya. Bertemu saja tidak pernah apalagi berbincang sambil menyeruput kopi.
Namun, nama itu kian melekat dalam ingatan tatkala dia dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Saat itu dia dituduh terlibat dalam dugaan jual beli jabatan rekrutmen komisioner KPU kabupaten/ kota. Namanya kian populer. Bahkan mengalahkan ketuanya; Erwan Bustami. Hampir seluruh media di Lampung menuliskan namanya.
Setelah beberapa bulan proses penyelidikan berlalu, publik kembali tercengang. DKPP mengeluarkan keputusan; memberhentikan Esti dari KPU. Dia terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu.
Tapi belakangan Mbak Esti mulai bereaksi. Dia justru merasa dijebak dalam masalah ini. Lantas menyebut ada keterlibatan pihak lain. Informasi itu dia tuliskan pada sebuah grup WhatsApp (WA), Info KPU.
Saya tertegun. Apa yang dikatakan Mbak Esti bisa saja benar. Tapi tidak menutup kemungkinan juga salah. Hanya karangan semata, menutupi kegugupannya atas putusan DKPP. Tetapi secara pribadi saya berharap nyanyian Mbak Esti itu benar adanya. Sebagai korban, Mbak Esti harus berani mengungkap keterlibatan semua pihak dalam perkara ini. Agar semuanya terang- benderang. Mendapat ganjaran serupa. Jangan mau dijadikan kambing hitam sendirian.
Semoga tulisan singkat ini dibaca oleh Mbak Esti. Ketika merasa sungkan bertemu dengan saya atau wartawan lain, setidaknya mohon lanjutkan nyanyian di grup WA Info KPU tersebut. Itu saja, tabikpun. (*)
Editor: Harian Momentum