MOMENTUM, Bandarlampung--Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menyatakan rencana pemindahan ibu kota negara di tahun 2024 ke Kalimantan Utara. Di tahun 2020 ini, Pemerintah juga akan membentuk lembaga khusus untuk membangun ibu kota baru Indonesia ini, yang masterplan kota dan perencanaan teknis kawasannya mengutamakan perilaku ramah lingkungan dan ber-Bhineka Tunggal Ika. Rencana pemindahan ini mengingatkan kita pada beberapa upaya ‘menyelamatkan’ ibu kota negara pada beberapa dekade silam yang terus gagal karena berbagai pertimbangan di tingkat nasional.
Apakah ini adalah solusi terbaik Indonesia untuk dipertimbangkan saat ini? Mari kita lihat pada berbagai negara yang juga telah terlebih dahulu melakukan pemindahan ibu kota negara tersebut. Pemindahan ibu kota negara pada hakikatnya bukanlah hal baru maupun hal tabu. Apalagi hal tersebut dilakukan untuk memecah permasalahan menuju perbaikan dan kemajuan bangsa dan negara. Brasil pernah memutuskan untuk memindahkan ibukota negaranya ke daerah pedalaman, karena ibu kota lama Rio de Jenairo sudah dianggap terlalu padat. Pada tahun 2004, Pemerintah Korea Selatan juga memindahkan ibu kotanya dari Seoul ke Sejong, meskipun Seoul sendiri dalam bahasa Korea berarti ibu kota.
Pada beberapa rekam sejarah, perekonomian di ibu kota lama cenderung akan menurun dominasinya oleh kota pesaingnya, seperti yang terjadi di Nanjing dan pesaingnya Shanghai. Tapi ada hal positif yang mengikuti pemindahan ibu kota di beberapa negara lainnya. Malaysia sebagai contoh. Kala itu, Kuala Lumpur dinilai sudah mencapai titik jenuhnya karena kemacetan yang tinggi akibat dijadikan sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, keuangan, dan pariwisata. Pemindahan pusat pemerintahan dari Kuala Lumpur ke Putra Jaya dinilai sangat efektif, karena berhasil menciptakan pusat pemerintahan yang modern (karena dibangun menggunakan sistem e-government) dengan infrastruktur pendukung yang jauh lebih modern. Putra Jaya benar-benar hanya difokuskan sebagai pusat pemerintahan saja, sehingga tidak akan mengganggu perekonomian di Kuala Lumpur secara sistemik.
Berkaca dari hal tersebut, kita dapat melihat bahwa sebenarnya Jakarta mengalami hal serupa. Jakarta ditetapkan sebagai Ibu Kota negara melalui UU No. 10 tahun 1964 tentang Pernyataan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya Tetap Sebagai Ibu Kota Negera Republik Indonesia Dengan Nama Jakarta. Jakarta berperan sebagai pusat pemerintahan dan pusat bisnis yang mengubahnya memiliki daya tarik bagi penduduk untuk tinggal dan mencari nafkah di ibu kota. Lingkungan Jakarta sulit berkembang lagi karena sudah terlalu padat, penuh gedung permanen, dan minim cadangan sumber air baku. Juga, distribusi penduduk yang 60% bertumpu di Jawa sebagai pusat kekuasaan hanya mungkin dapat terdistribusi ke luar Jawa bila ada perubahan dengan lahirnya wacana pemindahan Ibu Kota Negara.
Ibu kota harus diselamatkan dari ancaman akibat salah kelola Kota Jakarta yang semakin parah. Perubahan iklim yang ditandai kenaikan permukaan air laut, ternayata diiringi pula oleh bertambahnya penurunan muka tanah akibat pembangunan kota yang eksploitatif terhadap tanah dan sumberdaya air. Pesatnya pertambahan bangunan-bangunan gedung pusat bisnis dan perkantoran telah diikuti oleh penyedotan air tanah secara besarbesar. Akibatnya, banjir semakin menjadi ancaman serius bagi sebagian wilayah Kota Jakarta. Di sisi lain, Penajam Paser Utara dan Kutai Kartangeara di Kalimantan Utara menawarkan kondisi yang cukup solutif untuk masalah yang dialami ibu kota Jakarta. Kedua daerah ini memiliki resiko bencana yang sangat kecil, dengan lokasi strategis yang berdekatan dengan perkotaan utama di Kalimantan Timur, yaitu Balikpapan dan Samarinda. Hanya membutuhkan waktu dua jam menggunakan perjalanan darat maupun air untuk menjangkau kawasan ini dari pusat keramaian utama di Kalimantan Timur. Kepadatan penduduk di kedua wilayah tersebut juga masih dapat ditoleransi. Berdasarkan data BPS tahun 2018, kepadatan penduduk di Penajam Paser Utara hanya 157.711 jiwa, sangat timpang sekali dengan kondisi kepadatan penduduk di DKI Jakarta.
Banyak optimisme yang bisa kita rangkai dengan rencana pemindahan ibukota ini. Pemindahan ini bisa menjadi kunci menata kembali Indonesia, terutama dalam hal memperbaiki perekonomian nasional, dengan pertumbuhan yang berkualitas, dengan memafaatkan sumber daya alam, daya dukung lingkungan dan manusia secara lebih efisien. Dengan memisahkan pemerintahan dengan perbisnisan, maka konsentrasi pengelolaan negara akan lebih baik. Dalam konteks upaya nation building, pemindahan ibu kota ke Kalimantan juga akan menghasilkan tonggak nasionalisme baru Indonesia, karena penempatan Ibu Kota di titik tengah nusantara itu bisa menjadi simbol kebersamaan antara berbagai bagian Indonesia, simbol untuk berbagi, yang akan mendorong semua warga negara merasa lebih memiliki Indonesia. Kalimantan di sekitar bagian selatan agak ke timur, adalah titik tengah nusantara di antara rentang Sabang-Merauke dan rentang Miangas dan Pulau Rote. Kita lihat saja nanti.(**)
Oleh: Damayanti, penulis adalah mahasiswa pasca sarjana di Jawa Barat.
Editor: Harian Momentum