MOMENTUM, Bandarlampung--Sudah beberapa pekan, pandemic covid-19 belum juga menunjukan penurunan dalam tingkat penyebaranya.
Data yang dirilis oleh juru bicara pemerintah untuk penanganan pandemi covid-19 Achmad Yurianto pada kamis 16 April 2020 menyebutkan, kasus corona di Indonesia sudah mnembus pada angka 5.516 orang. DKI Jakarta masih menjadi zona merah pusat penyebaran corona terbanyak. DIsusul oleh Jawa Barat.
Untuk menghadapi dampak yang ditimbulkan pandemi, sejumlah paket kebijakan pemerintah pun sudah dikeluarkan, antara lain: social distancing, physical distancing, program keluarga harapan (PKH), kartu sembako, kartu prakerja, pembebasan dan keringanan tagihan rekening listrik serta beberapa kebijakan lainnya.
Selain hal di atas, pemerintah juga baru-baru ini mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID19). Sebagaimana yang tertuang dalam poin pendahuluan Peraturan Pemerintah tersebut, Pembatasan Sosial Berskala Besar paling sedikit meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
Beberapa kebijakan di atas, sudah cukup maksimal. Namun hal yang tidak kalah penting adalah membangun semangat sinergisitas yang kuat seluruh komponen masyarakat. Menghilangkan terlebih dahulu subjektifitas sebuah kepentingan indvidu dan golongan, sinergisitas itu dibangun dari kepengurusan tingkat RT sampai pada level jajaran pemerintahan yang paling tinggi.
Dalam situasi seperti ini tidak hanya sebatas proses penanganan dilakukan oleh pemerintah saja. Perlu adanya kesadaran seluruh masyarakat sangat berperan penting.
Sebanyak apapun kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk memutus mata rantai penyebaran pandemi covid-19, kalau tidak dibarengi dengan kesadaran masyarakat akan berjalan kurang maksimal.
Masih adanya beberapa masyarakat yang tidak mentaati aturan dan himbauan pemerintah mengindikasikan bahwa tidak ada otoritas apapun yang benar-benar ditaati oleh masyarakat saat ini.
Sebagai contoh imbauan Pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia untuk tidak menjalankan ibadah massal, masih sebagian masyarakat yang melakukan ibadah secara massal. Anjuran jaga jarak dari WHO, masih ada juga masyarakat yang melakukan kegiatan berkerumunan. Keterangan Kemenkes RI yang menyatakan kalau seseorang yang sudah meninggal tidak akan menularkan virus, masih ada juga sebagian warga yang menolak adanya pemakaman jenazah yang terindikasi meninggal karena covid-19.
Beberapa imbauan yang tidak ditaati oleh sebagian masyarakat mengindikasikan, kalau bangsa kita juga menghadapi kirisis kepercayaan publik yang perlu diselesaikan secara serius. Maka kiranya perlu adanya pemahaman yang komprehensif dan holistik mengenai pandemi covid-19. Dari istilah covid-19 itu sendiri, cara penularanya dan bagaimana pencegahanya dan lain-lain, supaya beberapa paket kebijakan pemerintah yang dikeluarkan dalam rangka menghentikan penyebaran covid-19, seirama dengan kesadaran masyarakat.
Tidak kalah penting memastikan beberapa program yang dikeluarkan benar-benar tersalurkan dengan baik dan diterima oleh masyarakat khususnya yang terdampak langsung pandemi covid-19. Sejatinya masyarakat paham dan sadar akan bahaya virus covid-19 ini, namun lebih membahayakan lagi bagi mereka, ketika tidak mampu lagi mengakses dan memenuhi kebutuhanya sehari-hari. (Penulis: Fakhlur, S.Sos.,MH Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum “IBLAM” Jakarta)
Editor: Harian Momentum