Menyoal Kualitas Pengawasan oleh Bawaslu di Kota Bandarlampung

img
Gindha Ansori Wayka

MOMENTUM, Bandarlampung--Perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) serentak tahun 2020 sudah memasuki tahapan kampanye Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah untuk mengisi jabatan Walikota Bandar Lampung periode 2021-2026.

Tentunya siapa pun berharap proses PILKADA serentak ini dapat menemukan pemimpin yang benar-benar merupakan representasi dari kepentingan seluruh masyarakat yakni pemimpin yang adil dan bijaksana serta dapat membawa masyarakat hidup dalam kemakmuran.

Di Bandarlampung, Bawaslu terlihat aktif melaksanakan tugas pokok dan fungsinya berdasarkan Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, diantara tugasnya: menyusun standar tata laksana pengawasan penyelenggaraan pemilu untuk pengawas Pemilu di setiap tingkatan.,

Melakukan pencegahan dan penindakan terhadap Pelanggaran Pemilu dan Sengketa proses Pemilu, Mengawasi persiapan Penyelenggaraan Pemilu, Mengawasi pelaksanaan tahapan Penyelenggaraan Pemilu, Mencegah terjadinya praktik politik uang, Mengawasi netralitas aparatur sipil negara, netralitas anggota Tentara Nasional Indonesia, dan netralitas anggota Kepolisian Republik Indonesia.

Mengawasi pelaksanaan putusan/keputusan, Menyampaikan dugaan pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu kepada DKPP, Menyampaikan dugaan tindak pidana Pemilu kepada Gakkumdu.

Mengelola, memelihara, dan merawat arsip serta melaksanakan penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Mengevaluasi pengawasan Pemilu dan Mengawasi pelaksanaan Peraturan KPU serta Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain adanya tugas, Bawaslu juga memiliki kewenangan yakni  Menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang mengahrr mengenai Pemilu.

Memeriksa, mengkaji, dan memutus pelanggaran, administrasi Pemilu, Memeriksa, mengkaji, dan memutus pelanggaran politik uang, Menerima, memeriksa, memediasi atau mengajudikasi, dan memutus penyelesaian sengketa proses Pemilu.

Merekomendasikan kepada instansi yang bersangkutan mengenai hasil pengawasan terhadap netralitas aparatur sipil-negara, netralitas anggota Tentara Nasional Indonesia, dan netralitas anggota Kepolisian Republik Indonesia.

Mengambil alih sementara tugas, wewenang, dan kewajiban Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota secara berjenjang jika Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten Kota berhalangan sementara akibat dikenai sanksi atau akibat lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Meminta bahan keterangan yang dibutuhkan kepada pihak terkait dalam rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran administrasi, pelanggaran kode etik, dugaan tindak pidana Pemilu, dan sengketa proses Pemilu, mengoreksi putusan dan rekomendasi Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota apabila terdapat hal yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Membentuk Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/ Kota, dan Panwaslu LN dan Mengangkat, membina, dan memberhentikan anggota Bawaslu Provinsi, anggota Bawaslu Kabupaten/Kota, dan anggota Panwaslu LN serta Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain tugas dan kewenangan, Bawaslu juga memiliki kewajiban yakni Bersikap adil dalam menjalankan tugas dan wewenang, Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Pengawas Pemilu pada semua tingkatan, Menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Presiden dan DPR sesuai dengan tahapan Pemilu secara periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan.

Mengawasi pemutakhiran dan pemeliharaan data pemilih secara berkelanjutan yang dilakukan oleh KPU dengan memperhatikan data kependudukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan perundangundangan.

Berdasarkan ketentuan terkait tugas, kewenangan dan kewajiban Bawaslu sebagaimana dijabarkan di atas, lembaga ini ternyata memiliki peran strategis dalam pelaksanaan Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Indonesia. 

Sebagai lembaga yang bertugas mengawasi Pemilu, maka Bawaslu harus benar-benar diisi oleh sosok yang mumpuni mulai dari pengalaman maupun latar belakang pendidikan, sehingga hasil pengawasannya berkualitas dan tidak asal bekerja. 

Disamping itu, bekerjanya Bawaslu harus melaksanakan tugas, kewenangan dan kewajiban secara berimbang dan secara profesionalitas serta tidak terkooptasi oleh kelompok kepentingan dan berafiliasi dengan salah satu Calon Pasangan Kepala Daerah karena dapat menghambat kinerja Bawaslu.

Pada kesempatan ini, berkaitan dengan kinerja Bawaslu di Kota Bandarlampung pada dasarnya sudah cukup baik, hanya ada beberapa catatan soal pengawasan yakni seharusnya bekerjanya Bawaslu dimulai semenjak tahapan Pilkada itu berlangsung, namun yang dirasakan bahwa Bawaslu, khususnya Bawaslu Kecamatan tidak bekerja secara efektif saat sosialisasi Bakal Calon Pasangan Kepala Daerah.

Akibatnya, Bakal Calon dan tim pemenangan harus berhadapan dengan Anggota Linmas, RT, Lurah dan Camat  dengan alasan penanggulangan covid-19, meskipun hal ini diduga mengarah dan berpotensi sebagai praktek penyalahgunaan kekuasaan dalam politik karena dianggap Terstruktur, Sistematis dan Massif (TSM) dari salah satu Calon Kepala Daerah, namun Bawaslu, khususnya Bawaslu Kecamatan se-Bandarlampung tidak hadir dan pasif sehingga dibaratkan bakal calon yang sosialisasi di tengah covid-19 seperti “pemain” kehilangan “wasit” dalam kerangka sosialisasi bakal calon ini. 

Nah, berbeda dengan kondisi saat ini, oleh karena telah ditetapkannya calon pasangan Kepala Daerah di Kota Bandar Lampung, Bawaslu Kecamatan se- Bandarlampung, ibarat menggantikan peran Anggota Linmas, RT, Lurah dan Camat saat sosialisasi bakal calon pada saat yang lalu, karena memang dimasa kampanye ini aparatur Sipil Negara (ASN) dan siapapun harus netral dan dilarang untuk mengganggu, menghalangi serta menghambat kampanye, sehingga banyak pihak menarik diri termasuk Anggota Linmas, RT, Lurah dan Camat yang sebelumnya berkeliaran dilapangan atas alasan upaya antisipasi covid-19.

Hal ini sebagaimana implementasi dari ketentuan Pasal 187 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang.

Bawaslu se- Bandarlampung berdasarkan ketentuan Undang-Undang melaksanakan pengawasan dan pemantauan, akan tetapi pengawasannya harus dilakukan secara professional, bukan pengawasan yang super ketat dengan cara yang membabi buta dan bukan pula pengawasan yang diduga hanya mencari-cari kesalahan Pasangan Calon Kepala Daerah semata  atau bahkan terkadang diduga harus memaksa masyarakat mengaku dengan cara diduga mengintimidasi publik atau diduga menggiring opini bahwa telah terjadi suatu perbuatan Pasangan Calon Kepala Daerah yang di duga “dipaksakan” masuk dalam kategori dugaan pelanggaran, karena hal ini akan menyebabkan runtuhnya image pasangan Calon Kepala Daerah yang belum tentu kebenaran perbuatannya, akan tetapi sudah menjadi konsumsi publik (dihakimi), sehingga peristiwa tersebut “digoreng” oleh lawan politik. 

Anggota Bawaslu juga harus memiliki pengetahuan dan memasang tajam pisau analisa, sehingga anggota Bawaslu sebagai pengawas Pemilu di lapangan tidak mudah “dijengkali” dan “dicurigai” bekerja atas nama hukum untuk kepentingan salah satu pasangan calon, karena diduga saat ini kecenderungan implementasi hukum itu hanya untuk orang lain, padahal hukum itu harus adil untuk semua orang.

Disamping itu pula, anggota Bawaslu juga harus memasang pisau analisa yang tajam, terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di lapangan karena jangan sampai terjadi analisa yang tidak masuk akal dan bahkan diduga terkesan dipaksakan seperti kejadian di pasar misalkan, seorang calon Kepala Daerah membeli bahan makanan dan menyerahkan uang kepada pedagang saat meninjau pasar, apakah peristiwa itu masuk dalam politik uang, sementara ada ratusan orang yang ada dilokasi itu yang tidak menerima uang, hanya menerima alat peraga kampanye saja, sehingga menjadikan informasi bahwa seorang calon Kepala Daerah sudah melakukan politik uang di tengah pasar dan mengawasi dengan cara diduga mengintimidasi pedagang di pasar untuk membuktikan kesalahan pasangan calon Kepala Daerah yang bersangkutan adalah suatu langkah yang menciderai mulianya tugas, kewenangan dan kewajiban Bawaslu dalam hal pengawasan. 

Saat ada anggota Bawaslu yang tidak bekerja sebagaimana cerminan marwah demokrasi yang ber-Pancasila, maka perlu juga menjadi evaluasi bahwa kedepan Bawaslu dan KPU harus diisi oleh generasi bangsa yang berlatar belakang pendidikan dari Fakultas Hukum dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, karena terkait implementasi aturan hukum, karena saat pelaksanaan Pemilu berlangsung bukan lagi sebagai ajang atau tempatnya para anggota KPU dan Bawaslu baru mau belajar terkait implementasi regulasi, akan tetapi harus berbicara dan memahami hal yang berkaitan dengan implementasi (penerapan) hukum secara langsung dengan penguasaan yang mumpuni atas materi hukum yang ada, sehingga penyelenggaraan pemilu menjadi bermartabat dan menghasilkan pemimpin yang berbudi pekerti dan berhati nurani. (**)

Penulis: Gindha Ansori Wayka (Akademisi di Bandar Lampung dan Koordinator Presidium Komite Pemantau Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD) Lampung)






Editor: Harian Momentum





Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos