Badai Pasti Berlalu

img
Agung Sutrisno Wartawan Harianmomentum

MOMENTUM, Krui--Sore itu, entah kenapa kakiku mengajak melangkah ke tepi pantai. Ya, pantai mana lagi, kalau bukan Labuhan Jukung.

Pantai yang langsung berhadapan dengan Samudera Indonesia itu memang jadi salah satu ikon wisata di Kabupaten Pesisir Barat. Tempat tinggalku.

Lokasinya pun sangat mudah dijangkau. Berada di pusat kabupaten—Kota Krui, Kecematan Pesisir Tengah.

Seperti biasa, suasana pantai cukup ramai. Sebagian pengujung terlihat santai. Ada yang bercengkrama, menikmati hebusan angin dan bias sinar mentari senja yang melengkung di kaki langit. Tak sedikit juga yang berbasah-basah, menunggang ombak di atas papan seluncur.

Tak sengaja pandanganku beralih, ke bukit karang di salah satu sudut pantai. Bukit Selalaw, begitu orang-orang Krui menyebutnya.

Kulihat dinding karang Bukit Selalaw begitu kokoh. Padahal, terus-menerus dihantam ombak, bahkan sesekali diterjang badai. 

Melihat ketabahan dan kekokohan dinding karang itu, aku jadi ingat suasana politik di kabupatenku. 

Suasananya mirip seperti ombak yang terus digerakan angin untuk menghantam dinding karang Bukit Selalaw.

Sejak awal, tahapan pilkada pada akhir tahun 2020 hingga saat ini, sepertinya badai politis belum berhenti dihembuskan.

Kabar hoax berbau politis kembali merebak. Agus Istiqlal, bupati terpilih diisukan ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Jujur sebagai wartawan, aku terusik dengan isu itu. Hari mulai gelap. Bergegas aku kembali ke rumah. Setelah mandi, istirahat sebentar kuambil handphone. 

Layanan panggilan video pada aplikasi Whatsapp kupilih, untuk mengkonfermasi Udo Agus—sapaan akrab Agus Istiqlal, yang diisukan ditangkap KPK. Ya, kalau pakai video, aku bisa langsung melihat posisinya di mana dan sedang apa.

Handphonenya aktif, kataku dalam hati saat terdengar nada panggil. Tak lama, panggilan video callku dijawab. Terlihat wajah Udo Agus Istiqlal di layar hadphoneku.


 "Aslamualaikum, selamat malam Udo. Apa kabar," tanyaku membuka perbincangan.

"Alhamdulillaha, baik dinda. Sekarang saya lagi di Bandung, jenguk anak," jawabnya santun dengan nada suara khasnya yang agak berat.

Setelah aku sampaikan, maksudku menghubnginya, tak lain untuk konfermasi terkait isu penangkapan oleh KPK, dia tampak kaget. 

"Ah nggk benar itu. Saya di Bandung jenguk anak. Malahan tadi siang, saya sempat ketemu teman-teman lama saat  tugas di Kejati. Tadi juga sempat ke Pindad," terangnya.

Udo mengatakan, sudah terbiasa dengan isu semacam itu. "Sejak awal pilkada, saya sudah terbiasa diserang kabar hoax. Jadi nggak perlu dipikirin. Hanya pesan saya, masyarakat Pesisir Barat, jangan mudah termakan isu," pintanya.

Setelah cukup mendapat kepastian terkait ketidakbenaran kabar penangkapan itu, aku pun pamit dan mengakhiri panggilan telepon.

Sesat aku merenungkan perkataan Udo Agus saat berbicang melalui video call tadi.

Dia bilang, setiap manusia sudah punya jalan hidupnya masing-masing. Hak manusia itu hanya berusaha dengan kebaikan. Penentu hasil usaha itu hanya Allah.

"Kalau kita sudah berusaha dengan baik. Sabar dan iklas saja menerima ketentuan Allah," katanya.

Perkataan itu, meningatkanku pada dinding karang Bukit Selalaw yang selalu sabar dan iklas diterpa ombak terus-menerus.

Ujian terhadap manusia memang seperti ombak, yang terus-menerus datang tiada henti. 

Lebih berat lagi, ujian akan datang dalam bentuk badai. Namun badai tidak datang terus-menerus. Ada waktunya, tapi yang pasti, badai pasti berlalu, sebagaimana hukum alam berjalan. Tabikpun..(**)






Editor: Harian Momentum





Berita Terkait

Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos