MOMENTUM, Semarang--Seringkali kita mendengar kata takjil ketika hendak berbuka puasa di bulan Ramadlan. “Buka puasa nanti apa takjilnya?” Kalimat tadi Kerapkali terdengar di telinga-telinga kita menjelang adzan maghrib tiba.
Ya. Istilah takjil identik dengan makanan atau jajanan yang disantap untuk membatalkan puasa atau berbuka puasa. Biasanya, umat Islam Indonesia menyebut makanan yang disantap untuk membatalkan puasa dengan istilah takjil.
Namun, apakah kamu tau apa arti takjil sebenarnya?
Fakta berbicara bahwa ‘takjil’ bukanlah bermakna makanan yang disantap untuk membatalkan puasa! Nah, kira-kira apa ya arti kata takjil? Daripada Penasaran, Yuk kita cari tau langsung di bawah ini?
Kata takjil dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti mempercepat, yang dimaksud adalah mempercepat dalam berbuka puasa.
Kata takjil sendiri berasal dari bahasa Arab, yang berakar dari kata ajjala-yuajjilu-ta’jiylan yang memiliki arti ‘menyegerakan’.
Dengan arti lain, takjil memiliki arti mempercepat atau menyegerakan untuk berbuka puasa. Bukan malah makanan atau sajian yang dihidangkan untuk berbuka puasa.
Saat ini, orang-orang memahami kata takjil sebagai makanan ringan yang disantap untuk membatalkan puasa atau berbuka puasa.
Tak dapat dipungkiri, pemakain istilah takjil yang memiliki arti makanan yang disantap untuk berbuka puasa sudah marak terdengar di mana-mana.
Nah, mulai sekarang jangan salah lagi dalam memaknai kata takjil ya, guys!
Karena kata takjil memiliki arti menyegerakan, dan itu sangat dianjurkan oleh agama Islam saat berbuka puasa.
Saat adzan dikumandangkan, segeralah berbuka dengan makanan yang aman dan mudah dicerna oleh perut, apalagi jika kita bisa mengikuti sunnah Nabi yaitu berbuka dengan buah kurma, hal itu lebih baik lagi, lho!
Karena hal itu sesuai dengan sebuah hadist yang berbunyi: "Biasanya Rasulullah Shallahu’alaihi Wasallam berbuka dengan ruthab sebelum sholat (Maghrib). Jika tidak ada ruthab (kurma matang) maka dengan tamr (kurma matang), jika tidak ada kurma maka beliau meneguk beberapa teguk air.” (HR. Abu Dawud). Wallahu A’lam bi al-Showab (**)
Penulis: Muhammad Nabil Mu’allif (Mahasisiwa Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang)
Editor: Harian Momentum