MOMENTUM, Bandarlampung--Pancasila hadir sebagai the way of life bagi kehidupan rakyat Indonesia. Kehidupan sehari-hari rakyat Indonesia teratur dalam nilai-nilai Pancasila.
Mulai dari bangun tidur hingga akan tidur lagi terpatri nilai-nilai Pancasila yang luhur. Begitulah siklus hidup rakyat Indonesia hingga seterusnya.
Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara Indonesia merupakan suatu keniscayaan yang harus diterima. Suatu keniscayaan yang melekat dengan keadaan rakyat Indonesia yang multikulturalisme.
Rakyat Indonesia harus memahami keniscayaan itu dengan baik dan benar sesuai kaidah yang berlaku di dalamnya agar sampai pada titik konsensus tanpa adanya unsur SARA yang menghambat keberlangsungannya.
Falsafah Pancasila harus diyakini dengan sepenuh hati sebagai suatu landasan yang muncul untuk kemaslahatan hidup. Munculnya Pancasila bukan sekadar sebagai produk dari seorang filsuf. Pancasila muncul dari suatu proses pemikiran bangsa Indonesia untuk menata kehidupan rakyat Indonesia dengan segala tantangan yang kompleks.
Kemunculannya berdasarkan pengalaman hidup bangsa Indonesia yang dijadikan suatu pembelajaran untuk masa depan yang lebih baik. Pengalaman hidup yang memuat konsep dan nilai yang akan berperan strategis sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia.
Awal mulanya founding fathers bangsa Indonesia merumuskan Pancasila agar terpatri dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia dengan pembukaan yang ada di dalamnya.
Selanjutnya founding fathers berupaya agar Pancasila dapat teraktualisasi dalam kehidupan sehari-hari rakyat Indonesia sebagai suatu pandangan hidup yang mendasar sehingga penerapan nilai-nilainya dapat dipertanggung jawabkan secara konkret.
Nilai-nilai terdapat dalam Pancasila sudah disepakati bersama sebagai suatu pandangan hidup rakyat Indonesia yang kokoh. Nilai-nilai luhur dari Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dan Permusyawaratan Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Dengan nilai-nilai tersebut, membuktikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang proporsional, karena mencermati seluruh aspek kehidupan yang beragam.
Sayangnya alih-alih ingin menjadikan Pancasila sebagai suatu falsafah, namun penerapannya masih minim yang seakan-akan Pancasila sekadar simbolis saja.
Inilah yang dihadapi bangsa Indonesia sejak dahulu hingga sekarang, terjebak dalam suatu dilema antara Falsafah dan Simbolis Pancasila.
Memang dalam perkembangannya Pancasila sering menemukan tantangan sebagai ideologi bangsa Indonesia yang tak tergantikan dengan ideologi lain. Salah satunya posisi bangsa Indonesia yang dilema dengan substansi dan praktik dari nilai-nilai Pancasila.
Masa kontemporer yang dipenuhi dengan segala tantangan dan problematika, rasanya menjadikan Pancasila hanya sebagai simbolis saja yang belum menyentuh kehidupan rakyat Indonesia secara mendasar.
Pancasila hanya dijadikan materi-materi saja di dalam pembelajaran dan perkuliahan. Pancasila menjadi konsumsi publik semata dalam “Sosialisasi Empat Pilar.”
Pancasila sekadar mata kuliah wajib universitas. Pancasila hanya terlintas dalam tutur kata para pelajar SD hingga SMA dalam upacara hari senin yang rutin dilaksanakan.
Pancasila baru sekadar hafalan yang tersimpan dalam memori otak. Bahkan, Pancasila sebatas gambar yang terpampang di dinding ruang kelas.
Mungkin problematika yang membudaya dan sering dihadapi bersama oleh rakyat Indonesia bertumpu pada keyakinan dan kepahaman rakyat Indonesia terhadap Pancasila yang baru sebatas sebagai simbolis.
Minimnya awareness rakyat Indonesia membuat Pancasila sulit terpatri dalam hati dan teraktualisasi dalam kehidupan sehari-hari rakyat Indonesia.
Rakyat Indonesia harus menjadikan Pancasila dengan segala nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sebagai falsafah hidup yang sepenuhnya diyakini dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan dilaksanakan dengan perbuatan. Sehingga nilai-nilainya bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Dekap erat Garuda sebagai simbol negara Indonesia dengan tubuh Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Simpan baik-baik dalam hati, kemudian aktualisasikan dalam keseharian sebagai dasar-dasar kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia tercinta. (**)
Penulis: Finka Setiana Adiwisastra (Mahasiswa S1 Hubungan Internasional Unila)
Editor: Harian Momentum