MOMENTUM, Pringsewu--Pemerintah Kabupaten Pringsewu meminta masyarakat bersama-sama melakukan pengropyokan tikus karena dinilai sudah meresahkan petani.
Hama tikus menjadi ancaman serius terhadap keberhasilan panen petani di daerah Pringsewu. Kini, sudah banyak tanaman padi yang dirusak hewan pengerat.
Hal itu disampaikan Wakil Bupati Pringsewu Fauzi saat pembinaan aparatur pemerintahan se-Kecamatan Gadingrejo di Balai Pekon Wonodadi, Kecamatan Gadingrejo, Selasa (250-1-2022).
Memberantas hama tikus, kata Fauzi, perlu dilakukan bersama-sama, petani maupun aparatur pemerintah. "Dengan melakukan perang atau gropyokan tikus secara intensif, akan berdampak pada keberhasilan tanaman padi petani," katanya.
Disisi lain Fauzi menegaskan, selain perang melawan tikus, Pemkab Pringsewu juga menyatakan perang terhadap deman berdarah (DBD).
Dia memaparkan pada 2021, ada 254 warga Kabupaten Pringsewu yang terserang DBD. Pada Januari 2022, ada dua orang yang meninggal akibat DBD. Oleh karena itu, masyarakat dan aparat untuk menjaga dan mencegah penyebaran DBD.
Diantaranya dengan melakukan gerakan bersama pemberantasan sarang nyamuk. "Terlebih, Kecamatan Gadingrejo adalah kecamatan dengan jumlah kasus DBD terbanyak di Kabupaten Pringsewu,"ungkapnya.
Beberapa hal yang perlu diwaspadai terutama pada musim hujan, yakni adanya ban-ban bekas yang terisi air hujan yang dapat menjadi tempat berkembang-biaknya jentik-jentik nyamuk penyebab DBD.
Termasuk beberapa tempat menampung seperti ember, baskom, tempat minum burung, dan bahkan padasan yang juga dapat menjadi sumber penyebaran DBD.
Untuk itu Fauzi mengajak masyarakat dapat menanam tanaman yang tidak disukai oleh nyamuk seperti serai di sekitar rumah, yang juga menjadi bagian dari pencegahan penyebaran penyakit yang disebabkan oleh nyamuk Aedes Aegypti ini.
Di Kabupaten Pringsewu ini terdapat sepuluh desa atau pekon yang tidak ada kasus DBD selama dua tahun berturut-turut. Kesepuluh desa ini rata-rata penduduknya adalah orang Sunda, yang memiliki kebiasaan menanam serai di depan rumahnya. (*)
Editor: Muhammad Furqon