MOMENTUM, Bandarlampung--Ketua DPW (Exco) Partai Buruh Lampung, Sulaiman Ibrahim mengatakan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) yang membolehkan pemotongan 25 persen upah karyawan akan sangat menyengsarakan.
"Memotong upah sampai 25 persen itu sangat merampas hak buruh, perbuatan melawan hukum," kata Sulaiman kepada harianmomentum.com, Senin (20-3-2023).
"Kenaikan upah minimum tahun 2023 tertinggi hanya 12 persen, rata-rata provinsi hanya lima sampai enam persen. Bukankah luar biasa kejamnya Menaker. Yang pasti akan membuat keadaan semakin memanas," tuturnya.
Dia juga mengungkapkan keyakinannya bahwa buruh tidak akan tinggal diam.
"Yang pasti harmonisasi industrial menjadi semakin buruk," singkatnya.
Khawatirnya, lanjut dia, apa ini suatu umpan untuk menimbulkan keadaan negara terganggu lalu menjadi alasan pemilu ditunda.
"Semoga saja tidak," harapnya.
Senada dengan itu, Ketua Umum Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) yang membolehkan pemotongan upah 25 persen kepada karyawan layaknya rentenir.
Dia mengatakan, kebijakan itu lebih kejam dari pada pinjaman online yang sering disebut memiliki bunga begitu tinggi.
"Menteri tenaga kerja seperti rentenir. Maaf ya, kebijakannya yang saya kritisi. Jangan seperti rentenir, ini memotong 25 persen. Kejamnya melampaui pinjol," ujar Iqbal dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (18-3-2023).
Menurut dia, ada sejumlah alasan kebijakan itu dinilai kejam untuk buruh.
Pertama, Permenaker ini dinilai sebagai bentuk pembangkangan karena diyakini tidak dikonsultasikan dulu kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Sikap menteri yang melawan Presiden berbahaya. Ini terjadi untuk yang kesekian kalinya. Beberapa waktu lalu Manaker sempat mengeluarkan Permenaker terkait JHT yang bertentangan dengan PP 45 yang ditandatangani Presiden. Menaker dan jajarannya benar-benar tidak memahami dunia ketenagakerjaan," ucap Iqbal.
Alasan kedua, legalitas pemotongan upah ini bisa memberikan dampak buruk terhadap pertumbuhan ekonomi.
Alasan berikutnya, adanya diskriminasi upah yang terjadi karena buruh di perusahaan orientasi ekspor saja yang dipotong.
"Alasan keempat, perusahaan padat karya sudah mendapatkan beragam kompensasi," ujar Said Iqbal.
Karena alasan ini, Partai Buruh bersama organisasi serikat buruh akan melawan dengan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Langkah kedua, Said Iqbal akan melaporkan kebijakan yang dinilai diskriminatif ini kepada organisasi buruh internasional atau ILO.
"Sedangkan langkah ketiga adalah melakukan aksi besar-besaran ke Kantor Kemnaker pada hari Selasa, 21 Maret 2023. Aksi akan dilakukan mulai jam 10.00 dengan melibatkan buruh dari Jabodetabek," ucap Said Iqbal.
Diketahui, Pemerintah mengizinkan perusahaan padat karya berorientasi ekspor untuk membayarkan upah paling sedikit 75 persen dari upah yang biasa diterima pekerja. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023.
Permenaker itu berisi tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
"Perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global dapat melakukan penyesuaian besaran upah pekerja/buruh dengan ketentuan upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh paling sedikit 75 persen dari upah yang biasa diterima," demikian isi Pasal 8 Ayat 1.(**)
Editor: Agus Setyawan