MOMENTUM, Bandarlampung--Mahkamah Konstitusi (MK) dijadwalkan memutuskan Uji Materiil Undang-Undang nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Rabu 31 Mei 2023.
Namun, sebelum hakim memutus perkara itu, sudah berembus informasi jika putusan akan mengakomodir sistem proporsional tertutup dalam pemilu 2024.
Kabar itu mencuat ketika mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana mengumbarnya ke sejumlah media nasional, Minggu (28-5-2023).
Lantas, bagaimana tanggapan Doktor Budiyono, Ahli Hukum Tata Negara Universitas Lampung (Unila)?
Jika putusan itu nantinya benar, maka menjadi preseden buruk dalam perkembangan demokrasi di tanah air.
"Menurut saya ini persoalan yang sangat tidak baik dalam rangka perwujudan dan perkembangan demokrasi," kata Budiyono kepada harianmomentum.com, Senin (29-5-2023).
"MK tidak lagi menjadi lembaga penjaga konstitusi tetapi menjadi pembajak konstitusi," imbuhnya.
Sebab, keputusan tersebut bisa menjadi sebuah langkah kemunduruan dalam pelaksanaan kedaulatan rakyat.
Budiyono menilai, MK sudah melampaui kewenanganya sebagai lembaga yang menjalankan kekuasaan kehakiman. Sedangkan ini merupakan wilayah kewenangan lembaga lain, dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selaku lembaga pembuat undang-undang.
"Tidak ada suatu keadaan atau situasi yang sangat krusial (genting) dan mendesak yang menyebabkan dirubahnya sistem pemilu," ungkap Budiyono.
Dia juga menyampaikan, rakyat akan sangat dirugikan jika sistem pemilu tertutup kembali digelar.
"Sistem proporsional tertutup biasanya ditentukan dari nomor urut calon yang dimajukan partai. Artinya pemilih akan memilih partainya bukan calegnya. Secara otomatis caleg yang terpilih akan lebih merasa bertanggungjawab kepada partai bukan kepada rakyat," terangnya.
"Yang dikhawatirkan bisa terjadi oligarki partai," pungkasnya.
Sementara, Ketua Divisi Teknis Penyelenggara Pemilu KPU Provinsi Lampung Ismanto mengatakan, pihaknya akan melaksanakan tahapan pemilu sesuai undang-undang yang berlaku.
"Kami KPU didaerah hanya sebagai pelaksana undang-undang pemilu. Tentunya KPU Lampung hanya akan melaksanakan tahapan pemilu sesuai regulasi," jelasnya.
Sebelumnya, MK disebut bakal menyetujui gugatan uji materi (judicial review) yang diajukan Demas Brian Wicaksono (Pengurus PDIP Cabang Probolinggo) terhadap UU nomor 7 tentang Pemilu.
Mantan WamenkumHAM Denny mengklaim putusan tersebut diwarnai perbedaan pendapat atau dissenting opinion di MK.
“Saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja. Info tersebut menyatakan, komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting,” kata Denny Indrayana kepada wartawan, Minggu (28-5-2023) kemarin.
"Siapa sumbernya? orang yang sangat saya percaya kredebilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi. Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif," kata Denny.
Diketahui, gugatan uji materi sistem pemilu proporsional terbuka digugat oleh:
1. Demas Brian Wicaksono (Pengurus PDIP Cabang Probolinggo)
2. Yuwono Pintadi
3. Fahrurrozi
4. Ibnu Rachman Jaya (Warga Jagakarsa, Jakarta Selatan)
5. Riyanto (Warga Pekalongan)
6. Nono Marijono (Warga Depok)
Pemohon beralasan, parpol mempunyai fungsi merekrut calon anggota legislatif yang memenuhi syarat dan berkualitas. Oleh sebab itu, parpol berwenang menentukan caleg yang akan duduk di lembaga legislatif.
Editor: Harian Momentum